Tingkat kecelakaan lalu lintas di ruas jalan lintas Sumatera Riau, khususnya menghubungkan Pekanbaru-Sumatera Utara via Duri meningkat. Sebagai jalur maut, lintas utara ini juga menghadapi berbagai ancaman yang jika dibiarkan akan berakibat fatal. Pascalongsor akhir September di km 74,600, upaya menjaganya pun memang tak mudah.
Laporan EKA G PUTRA, Pekanbaru
Puluhan pekerja tampak menggali bahu jalan. Ada yang mencangkul juga mengebor. Laju kendaraan setidaknya di atas 80 km normalnya. Menyentuh angka 100 km per jam juga tak sedikit. Angin kendaraan yang melintas memedihkan mata, karena membawa serta debu.
Galian-galian di tepi jalan memang kerap ditemukan ketika melintasi berbagai ruas jalan di dalam Provinsi Riau. Baik lintas timur, utara, barat, dan tengah. Demikian pula jalan di pusat kota, bukan saja di sisi kiri kanan jalan, di tengah jalan pun digali. Semua untuk membenamkan proyek, baik pemerintah maupun swasta. Mulai kabel, pipa, dan lainnya yang bisa ditanam dan disambungkan. Sayangnya, tiap pekerjaan tuntas, galian tidak ditutup seperti sediakala.
Sebut saja namanya Agus, seorang pekerja galian dari salah satu perusahaan pelat merah yang punya gawean. Agus bekerja di subkontraktor dari pemenang proyek galian. Cucuran keringat dan wajah lelah tak bisa disembunyikannya.
"Kami hanya ditugasi menggali sedalam kurang dua meter. Lebarnya kurang 30 cm hingga setengah meter. Selebihnya tak tahu menahu," kata Agus ketika ditanya.
Ya, Agus pun tak tahu-menahu soal legalitas. Bagaimana seharusnya menggali di bahu jalan, berapa jarak dan aturan berlaku. Soal dampak galian di tikungan jalan yang masuk jalur maut tersebut. Bahkan sampai berdampak turunnya bahu jalan kemudian mengakibatkan tanah di bibir jurang tersebut longsor hingga membahayakan pengguna jalan. Baik roda dua maupun roda empat, Agus juga tak paham sampai di sana.