Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Proses Hukum, Tambak Udang Seharusnya Tak Beroperasi

BENGKALIS  (RIAUPOS.CO) – Kasus jual beli lahan mangrove  seluas 35 hektere yang masuk dalam kawasan hutan produksi terbatas (HPT) dan menyeret Kepala Desa (Kades) Kembung Luar, Kecamatan Bantan berinisila MA dan Ketua Kelompok Tani sebagai broker berinisi AS ke Pengandilan Tipikora  Pekanbaru oleh Kejaksaan Nageri (Kejari) Bengkalis akan memasuki tahap persidangan.

Namun lahan seluas 35 hektare yang menjadi objek perkara yang sudah dipasang plang sita oleh penyidik masih beraktivitas. Padahal, seharusnya jika objek perkara masih dalam proses hukum, membuat semua aktifitas didalamnya harus dihentikan, sampai ada keputusan dari majelis hakim secara tetap.

‘’Ya, semua berkas perkaranya sudah kami daftarkan pekan lalu ke Pengadilan Tipikor di Pekanbaru dan kami tinggal menunggu kapan jawal sidangnya oleh hakim Pengadilan Tipikor. Semua berkas yang kami terima dari tim penyedik Polres Bengkalis semuanya kita sampai ke Pengadilan Tipikor Pekanbaru,’’ ujar Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kasi Pidsus Kejari) Bengkalis, Nofrizal SH kepada Wartawan di ruang kerjanya, Selasa (25/1/2022).

Terkiat objek lahan yang menjadi perkara dalam kasus itu sudah sejak Oktober 2021 lalu disita melalui penetapan Pengadilan Negeri Bengkalis, Kasi Pudsus mengatakan, lahan yang masih dalam proses hukum dan sudah ada penetapan dari pengadilan, seharusnya tidak boleh digarap oleh pengelolanya.

Baca Juga:  Kajari: Jaksa Bengkalis Tak Pernah Minta Setoran

‘’Sebanarnya secara hukum tidak boleh digarap dan harus dibekukan selama proses hukum ini berlanjut. Jika nanti ada putusan lain dari pengadilan, maka ini barus bisa dijalankan. Artinya tunggu putusan pengadilan dulu baru boleh digarap atau tidak,’’ ujarnya.

Nofrizal juga mengatakan, pihaknya memang belum melihat objek plang sita lahan di Desa Kembung Luar, namun ini akan dibuktikan dalam proses dipersidangan dan kalau ini ada faktanya, tentu kewenangan majelis hakim Pengadilan Tipikor nanti apakah membuat penetapan penghentian operasi di lapangan atau tidak.

‘’Mengeksekusi dan melarang pemilik tambak udang untuk menghentikan aktivitasnya, itu bukan wewenang jaksa. Tapi harus ada penetapan majelis hakim untuk menghentikan operasional di lapangan sampai ada putusan majelis hakim,’’ ujarnya.

Ia mengaku, siap menjalankan putusan dari pengadilan nantinya, apabila ada perintah dari majelis hakim tipikor. Karena objek lahan ini juga merupakan barang bukti yang diajukan ke pengadilan nantinya. Tentu akan dilihat fakta-fakta dipersidangan nantinya.

Di sisi lain dari pantauan di lapangan, Sabtu (22/1/2022) plang sita, berdasarkan penetapan Pengadilan Nageri Bengkalis, Nomor 582/Pen.Pid/PN Bls, tanggal 10 Oktober 2021, lahan seluas 35 hektare, telah disita Polres Bengkalis untuk proses penyidikan, namun di lapangan pemilik tambah udang masih tetap beroperasi.
Sedangkan kasus penjualan lahan mangrover ini, berawal dari laporan Gerakan Mahasiswa dan Pemuda (Gempa) Bengkalis atas dugaan penjualan lahan yang diduga hutan produksi terbatas (HPT)  di Dusun Parit Lapis, Desa Kembung Luar, Kecamatan Bantan pada Januari 2021 lalu.
Setelah polisi memintai keterangan saksi dan para pelaku yang terlihat jual beli lahan hutan mangrove, akhirnya Polres Bengkalis menetapkan dua orang tersangka, dalam perkara jual beli 35 hektare (Ha) tersebut di kawasan hutan bakau.

Baca Juga:  Syaukani Alkarim Geser Kaderismanto

‘’Tidak ada lagi kewenangan penyidik untuk menambah atau mengurangi berkas perkara yang sudah kami limpahkan ke JPU Kejari Bengkalis. Sedangkan objek lahan yang menjadi objek perkara juga sudah di pasang plang sita dan ini sudah melalui penetapan PN Bengkalis,’’ ujar Kasatreskrim Polres Bengkalis AKP Meki Wahyudi melalui Kanit Tipikor, Iptu Hasan Basri SH.

Laporan: Abu Kasim (Bengkalis)

Editor: Erwan Sani

 

 

 

BENGKALIS  (RIAUPOS.CO) – Kasus jual beli lahan mangrove  seluas 35 hektere yang masuk dalam kawasan hutan produksi terbatas (HPT) dan menyeret Kepala Desa (Kades) Kembung Luar, Kecamatan Bantan berinisila MA dan Ketua Kelompok Tani sebagai broker berinisi AS ke Pengandilan Tipikora  Pekanbaru oleh Kejaksaan Nageri (Kejari) Bengkalis akan memasuki tahap persidangan.

Namun lahan seluas 35 hektare yang menjadi objek perkara yang sudah dipasang plang sita oleh penyidik masih beraktivitas. Padahal, seharusnya jika objek perkara masih dalam proses hukum, membuat semua aktifitas didalamnya harus dihentikan, sampai ada keputusan dari majelis hakim secara tetap.

- Advertisement -

‘’Ya, semua berkas perkaranya sudah kami daftarkan pekan lalu ke Pengadilan Tipikor di Pekanbaru dan kami tinggal menunggu kapan jawal sidangnya oleh hakim Pengadilan Tipikor. Semua berkas yang kami terima dari tim penyedik Polres Bengkalis semuanya kita sampai ke Pengadilan Tipikor Pekanbaru,’’ ujar Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kasi Pidsus Kejari) Bengkalis, Nofrizal SH kepada Wartawan di ruang kerjanya, Selasa (25/1/2022).

Terkiat objek lahan yang menjadi perkara dalam kasus itu sudah sejak Oktober 2021 lalu disita melalui penetapan Pengadilan Negeri Bengkalis, Kasi Pudsus mengatakan, lahan yang masih dalam proses hukum dan sudah ada penetapan dari pengadilan, seharusnya tidak boleh digarap oleh pengelolanya.

- Advertisement -
Baca Juga:  Satnarkoba Bongkar Sindikat Peredaran Narkoba

‘’Sebanarnya secara hukum tidak boleh digarap dan harus dibekukan selama proses hukum ini berlanjut. Jika nanti ada putusan lain dari pengadilan, maka ini barus bisa dijalankan. Artinya tunggu putusan pengadilan dulu baru boleh digarap atau tidak,’’ ujarnya.

Nofrizal juga mengatakan, pihaknya memang belum melihat objek plang sita lahan di Desa Kembung Luar, namun ini akan dibuktikan dalam proses dipersidangan dan kalau ini ada faktanya, tentu kewenangan majelis hakim Pengadilan Tipikor nanti apakah membuat penetapan penghentian operasi di lapangan atau tidak.

‘’Mengeksekusi dan melarang pemilik tambak udang untuk menghentikan aktivitasnya, itu bukan wewenang jaksa. Tapi harus ada penetapan majelis hakim untuk menghentikan operasional di lapangan sampai ada putusan majelis hakim,’’ ujarnya.

Ia mengaku, siap menjalankan putusan dari pengadilan nantinya, apabila ada perintah dari majelis hakim tipikor. Karena objek lahan ini juga merupakan barang bukti yang diajukan ke pengadilan nantinya. Tentu akan dilihat fakta-fakta dipersidangan nantinya.

Di sisi lain dari pantauan di lapangan, Sabtu (22/1/2022) plang sita, berdasarkan penetapan Pengadilan Nageri Bengkalis, Nomor 582/Pen.Pid/PN Bls, tanggal 10 Oktober 2021, lahan seluas 35 hektare, telah disita Polres Bengkalis untuk proses penyidikan, namun di lapangan pemilik tambah udang masih tetap beroperasi.
Sedangkan kasus penjualan lahan mangrover ini, berawal dari laporan Gerakan Mahasiswa dan Pemuda (Gempa) Bengkalis atas dugaan penjualan lahan yang diduga hutan produksi terbatas (HPT)  di Dusun Parit Lapis, Desa Kembung Luar, Kecamatan Bantan pada Januari 2021 lalu.
Setelah polisi memintai keterangan saksi dan para pelaku yang terlihat jual beli lahan hutan mangrove, akhirnya Polres Bengkalis menetapkan dua orang tersangka, dalam perkara jual beli 35 hektare (Ha) tersebut di kawasan hutan bakau.

Baca Juga:  Buka Puasa Bersama, STIE Harapan Duri Santuni Anak-Anak Panti Asuhan

‘’Tidak ada lagi kewenangan penyidik untuk menambah atau mengurangi berkas perkara yang sudah kami limpahkan ke JPU Kejari Bengkalis. Sedangkan objek lahan yang menjadi objek perkara juga sudah di pasang plang sita dan ini sudah melalui penetapan PN Bengkalis,’’ ujar Kasatreskrim Polres Bengkalis AKP Meki Wahyudi melalui Kanit Tipikor, Iptu Hasan Basri SH.

Laporan: Abu Kasim (Bengkalis)

Editor: Erwan Sani

 

 

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari