BENGAKLIS (RIAUPOS.CO) – Kondisi abrasi di wilayah pesisir Riau, khususnya di pulau Bengkalis yang menghadap langsung ke Selat Malaka sangat memprihatinkan. Seperti yang terjadi di Desa Bantan Timur, Kecamatan Bantan laju abrasinya mencapai puluhan meter dalam lima tahun terakhir.
Dari pantauan di lapangan, abrasi yang terjadi saat ini sudah menghancurkan pemukiman warga Suku Asli, yang dulu pemukimannya sangat jauh dari bibir pantai. Namun sekarang, daerah pemukiman dan juga dulu terdapat pohon kelapa saat ini sudah tergerus air laut.
"Saat ini kondisinya memang sangat memprihatinkan dan laju abrasinya mencapai puluhan meter sejak 10 tahun terakhir,’’ ujar Kepala Desa Bantan Timur, Sani kepada Riau Pos, Ahad (4/7).
Ia menyebutkan, untuk mengatasi abrasi ini pihaknya bersama kelompok masyarakat membudidayakan tanaman mangrove, untuk ditanami kembali di bibir pantai yang sudah rusak parah.
Ia mengharapkan perhatian pemerintah untuk mengatasi persoalan abrasi, karena jika dibiarkan tidak menutup kemungkinan akan menggerus seluruh pemukiman masyarakat sampai ke jalan utama akses lintas antar kecamatan.
Peneliti Komunikasi Lingkungan dan Pariwisata Riau, Dr Yasir MSi yang diminta tanggapan oleh Riau Pos, Ahad (47) menyebutkan, kerusakan hutan bakau dan abrasi merupakan masalah yang sangat mendasar di pesisir Kabupaten Bengkalis. Kerusakan hutan magrove di Bengkalis setiap tahun terus meningkat. Data Dinas Lingkungan Hidup Riau 2018 menunjukkan, luas kerusakan mangrove di Bengkalis mencapai 8.090 hektare.
Dijelaskannya, di pulau Bengkalis saja abrasi bisa mencapai 59 hektare per tahun. Kerusakan hutan bakau atau mangrove ini disebabkan oleh abrasi dan tingginya eksploitasi hutan mangrove sebagai bahan bangunan, arangkayu, dan kayu bakar. Penebangan hutan bakau juga ditujukan untuk diseludupkan ke luar negeri.
"Saat ini sebagian kerusakan mangrove juga disebabkan oleh pembukaan lahan tambak udang seperti di Desa Teluk Pambang, Pambang Baru, Teluk Lancar, Selatbaru, Berancah, Selatbaru, Penebal, Pematang Duku dan daerah lain,’’ ujarnya.
Menurutnya, kerusakan ini diperparah dengan lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku kerusakan hutan mangrove tersebut. Selain itu, kebijakan pemerintah juga tidak tegas terhadap pembukaan tambak udang dengan menebangi hutan mangrove. Hutan bakau yang telah rusak ini mengakibatkan kerusakan pada ekosistem yang lain seperti hilangnya pelindung pantai, intrusi air laut, terancamnya regenerasi udang dan ikan.(ksm)