PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Tiga tahun terakhir (2016-2018) Riau bebas asap dapat terwujud dengan kerja keras bersama seluruh tim yang tergabung dalam Satgas Siaga Darurat Karhutla. Sebelumnya selama 17 tahun dari 1997 dalam periode bulan tertentu, Riau selalu terdampak kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Tahun ini, sejak sepekan terakhir hutan dan lahan di Riau terus terbakar. Terdata dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sekitar 27 ribu hektare sepanjang 2019 ini sudah dilalap api.
Ini mengakibatkan partikulat molekul (PM)10 udara di beberapa daerah pun sempat tidak sehat pada 27 Juli lalu. Meski Selasa (30/7) mulai membaik dan angka pencemaran udara terus menurun, namun produksi asap dikabarkan terus saja terjadi di daerah rawan karhutla. Terutama pesisir Riau.
Bahkan, berdasarkan data yang sudah diterima Dinas Kesehatan Riau, Kamis (25/7) lalu, tercatat 826 warga yang diduga terdampak asap. Setelah adanya laporan dari beberapa kabupaten perihal masyarakat yang mengeluhkan sesak napas. Dalam kedokteran, nebuliser atau nebulizer (lihat perbedaan ejaan) adalah sebuah alat yang digunakan untuk memasukkan obat dalam bentuk uap untuk dihirup ke dalam paru-paru. Nebulizer biasa digunakan untuk pengobatan fibrosis sistik, asma, PPOK dan penyakit pernapasan lainnya.
Kabut asap tebal akibat karhutla mulai berdampak terhadap masyarakat Pekanbaru. Salah satunya bocah berusia 4 tahun, Alya. Dia terpaksa harus dibawa orangtunya ke rumah sakit karena sesak napas. Orangtua Alya, Femi mengatakan, anaknya tidak ada riwayat penyakit sesak napas. Namun dalam beberapa hari sebelum dibawa ke rumah sakit pada tanggal 29 Juli, anaknya terkena flu dan batuk. Merasa khawatir, dia membawa anaknya berobat.(egp)
>>>Selengkapnya baca Harian Riau Pos
PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Tiga tahun terakhir (2016-2018) Riau bebas asap dapat terwujud dengan kerja keras bersama seluruh tim yang tergabung dalam Satgas Siaga Darurat Karhutla. Sebelumnya selama 17 tahun dari 1997 dalam periode bulan tertentu, Riau selalu terdampak kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Tahun ini, sejak sepekan terakhir hutan dan lahan di Riau terus terbakar. Terdata dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sekitar 27 ribu hektare sepanjang 2019 ini sudah dilalap api.
- Advertisement -
Ini mengakibatkan partikulat molekul (PM)10 udara di beberapa daerah pun sempat tidak sehat pada 27 Juli lalu. Meski Selasa (30/7) mulai membaik dan angka pencemaran udara terus menurun, namun produksi asap dikabarkan terus saja terjadi di daerah rawan karhutla. Terutama pesisir Riau.
Bahkan, berdasarkan data yang sudah diterima Dinas Kesehatan Riau, Kamis (25/7) lalu, tercatat 826 warga yang diduga terdampak asap. Setelah adanya laporan dari beberapa kabupaten perihal masyarakat yang mengeluhkan sesak napas. Dalam kedokteran, nebuliser atau nebulizer (lihat perbedaan ejaan) adalah sebuah alat yang digunakan untuk memasukkan obat dalam bentuk uap untuk dihirup ke dalam paru-paru. Nebulizer biasa digunakan untuk pengobatan fibrosis sistik, asma, PPOK dan penyakit pernapasan lainnya.
- Advertisement -
Kabut asap tebal akibat karhutla mulai berdampak terhadap masyarakat Pekanbaru. Salah satunya bocah berusia 4 tahun, Alya. Dia terpaksa harus dibawa orangtunya ke rumah sakit karena sesak napas. Orangtua Alya, Femi mengatakan, anaknya tidak ada riwayat penyakit sesak napas. Namun dalam beberapa hari sebelum dibawa ke rumah sakit pada tanggal 29 Juli, anaknya terkena flu dan batuk. Merasa khawatir, dia membawa anaknya berobat.(egp)
>>>Selengkapnya baca Harian Riau Pos