- Advertisement -
(RIAUPOS.CO) — Li Yonghong meninggalkan “warisan†bagi AC Milan. Bukannya warisan indah usai dia meninggalkan Milan musim panas 2018. Melainkan warisan yang muram. Gara-gara Mr Li, sapaan akrab Li Yonghong, Milan kembali tak merasakan atmosfer kompetisi Eropa. Rossoneri, julukan Milan, dicoret dari statusnya sebagai kontestan Liga Europa 2019 – 2020.
Kasus pelanggaran Financial Fair Play (FFP) yang mengganjal asa Milan merasakan tiga kali beruntun bermain di ajang tersebut. Sesuai permintaan dari Milan, Konfederasi Sepakbola Eropa (UEFA) pun menjatuhkan sanksi larangan semusim bermain dalam ajang Eropa, kemarin WIB (28/6).
Sanksi itu harusnya sudah didapatkan Milan setelah ditinggal Li Yonghong, dan berganti ke tangan Elliott Management. Tetapi, saat itu UEFA masih memberi Milan kesempatan dengan alasan masih di dalam periode transisi kepemilikan dari Sino-Europa Sports Asset Management ke Elliott Management.
Dalam pernyataannya, Arbitrase Olahraga Internasional (CAS) menyatakan Milan sudah bersalah melanggar kesepakatan dengan UEFA terkait FFP. ‘’AC Milan dikecualikan bertanding di turnamen Antarklub UEFA sebagai konsekuensi dari pelanggaran FFP sepanjang tahun 2015, 2016, dan 2017 dalam periode pengawasan 2016, 2017, dan 2018,’’ tulis CAS dalam pernyataan resminya tadi malam WIB.
Keputusan UEFA tersebut mengacu pada dua dari tujuh poin yang dituliskan CAS dalam pernyataan resminya. ‘’Badan Kontrol Finansial Klub UEFA bakal diundang agar mengeluarkan Perintah Prosedural untuk mengakui hasil arbitrase ini,’’ sambung CAS, pada poin keempatnya. Keputusan ini dijatuhkan sesuai tenggat waktu pengawasan sampai akhir Juni.
Milan dinilai gagal menyeimbangkan neraca keuangannya. Membludaknya uang belanja yang dikucurkan selama masa pengawasan salah satu alasannya. Di dalam periode 2015 – 2017 Milan menggelontorkan lebih dari EUR 200 juta (Rp 3,21 triliun). Transfermarkt mencatat, dari tiga musim itu saja sudah mencapai EUR 310,95 juta (Rp 6,28 triliun).
Bahkan di bursa transfer 2018 – 2019 sampai mengucurkan uang EUR 189 juta (Rp 3,03 triliun). Selama 2015 – 2017, untuk berbelanja saja Milan telah defisit EUR 243,15 juta (Rp 3,9 triliun). Padahal, UEFA sudah membatasi klub-klub yang dalam pengawasan FFP itu cuma bisa menelan kerugian tak lebih dari EUR 30 juta (Rp 482,3 miliar) dalam tiga musim.
Begitu hancurnya neraca finansial klub tujuh kali juara Eropa itu, laporan keuangan pada musim 2017 – 2018 menelan kerugian mencapai di angka EUR 126 juta (Rp 2,02 triliun). Total kerugian yang diumumkan per November 2018 itu sudah jadi nilai defisit keuangan terbesarnya dalam 14 musim terakhir.
Membengkak EUR 53 juta (Rp 852,1 miliar) dari laporan keuangan musim 2016 – 2017. Pada musim 2018 – 2019, nilai defisitnya baru bisa dilihat November mendatang. Ada indikasi Milan sengaja jor-joran musim lalu karena sudah angkat tangan menuntaskan masalah finansial di tubuhnya selama masa pengawasan.
Dikutip dari Forbes, CEO Milan Ivan Gazidis menilai bahwa setahun bukan tempo yang cukup bagi Elliott menyehatkan lagi neraca finansial Milan. ‘’Siapa pun yang mencari penyihir yang bisa menjentikkan jarinya, membuka keran yang penuh uang dan menyelesaikan semua persoalan finansial, tak akan dapat melakukannya di sini (Milan). Sudahi ilusi dan kebohongan ini. Kisah tentang janji-janji indah yang tak terpenuhi ini sudah berakhir,’’ tutur mantan CEO Arsenal tersebut.
Sehari sebelum sanksi, Milan berupaya menjual Gianluigi Donnarumma ke PSG. Dengan melepas Gigio, sapaan Donnarumma, nominal fee EUR 50 juta (Rp 804,2 miliar) bisa jadi solusi tak lagi defisit pengeluarannya musim panas 2018. Tetapi Donnarumma belum laku, Milan sudah disanksi.
Dengan tak bermain di kompetisi Eropa, maka klub yang bermarkas di Milanello itu pun kembali seperti pada musim 2016 – 2017. Ironisnya itu musim terakhir Milan berada di bawah kendali Silvio Berlusconi sebelum jatuh ke pelukan Li Yonghong. Status Milan sebagai klub di fase grup Liga Europa 2019 – 2020 pun digantikan AS Roma.(zed)
Laporan JPG, Milan