(RIAUPOS.CO) — Rekaman suara yang berisi perdebatan antara dosen Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) Riau dengan mahasiswanya terkait pelarangan penggunaan cadar di kampus menjadi viral di group WhatsApp dan media sosial lainnya. Pasalnya, sang dosen menyinggung etnis tertentu dengan menyebut sebagai pemberontak dan merusak kampus. Dosen bersangkutan juga merendahkan media. Namun, sang dosen akhirnya meminta maaf.
Rekaman suara ini berdurasi delapan menit 18 detik. Dari rekaman itu, ada suara tiga orang, yakni Wakil Dekan I Fakultas Ushuluddin UIN Suska Riau Dr Husni Thamrin dengan mahasiswa bernama Salmi Abdullah dan seorang mahasiswa lagi yang tak menyebutkan namanya. Rekaman diduga diambil saat perwakilan mahasiswa menggelar audiensi dan bertemu Husni mempertanyakan pelarangan cadar di kampus itu. Dari kabar yang beredar, kejadian ini berlangsung tiga hari yang lalu, tepatnya Rabu (20/11). Sabtu (23/11) siang, saat dikonfirmasi Husni Thamrin mengaku itu memang suaranya yang berdebat dengan mahasiswa saat audiensi. Dia mengklaim sudah terjadi perdamaian. ’’Ya, kami ini sedang berdamai,’’ ujarnya.
Riau Pos kemudian menegaskan lagi, kenapa dia bisa menyinggung suatu etnis tertentu dalam perdebatan itu. ’’Karena itu lah tersirat tadi masalah etnis itu. Kami sudah menyelesaikan antara guru dan mahasiswa. Kita ingin damai, tak ingin konflik, tak ingin perang suku,’’ sebut dia. Sementara itu, Salmi menjelaskan rekaman suara yang beredar. ’’Terkait video dan rekaman yang tersebar luas, itu adalah perbincangan saya dengan guru saya Pak Husni Thamrin. Terkait hal-hal yang ada pada rekaman itu salah satunya yaitu upaya kami untuk menyampaikan aspirasi kami sebagai mahasiswa terhadap kawan-kawan kami,’’ ujarnya.
‘’Tetapi keadaan tidak seperti biasanya. Saya pribadi termasuk bersikap tidak sewajarnya. Dari awal saya datang pada beliau, dan beliau sedang seperti itu dalam keadaan yang membuat beliau terpancing akhirnya terjadi perdebatan antara kami hingga membawa istilah ras atau rasis,’’ tambah dia.
Dia melanjutkan, antara dirinya dan sang dosen sudah saling memaafkan. Dia memahami dirinya pun memiliki salah dalam hal ini. ’’Beliau sendiri dan saya pribadi sudah saling memaafkan. Saya terima apa yang disampaikan beliau pada saya. Beliau pun meminta maaf atas apa yang sudah beliau ucapkan,’’ ujarnya.
‘’Dengan ini saya khususnya menyampaikan kepada siapapun di luar sana, kawan-kawan dan saudara sekalian terkait isu ini. Kita buktikan kita tidak seperti itu dengan menerimanya dengan baik. Artinya kalau sempat ada tindakan yang tidak kita inginkan, arogansi, anarkis apapun itu sampai terjadi itu menandakan apa yang disampaikan beliau benar. Saya pribadi menyampaikan pada kawan-kawan agar tidak seperti apa yang beliau sampaikan,’’ paparnya.
Salmi memastikan dirinya menyatakan hal ini dalam keadaan sadar dan tanpa intervensi dari pihak mana pun. ’’Saya di sini tidak ada unsur intervensi menyatakan ini. Saya sebagai mahasiswa siap didik oleh dosen saya. Apapun yang terjadi mungkin ini kesalahpahaman antara mahasiswa dan dosennya. Jadi kawan-kawan saya harap bisa memakluminya. Kita dapat menyelesaikan di kita saja,’’ imbuhnya.
Demo Tuntut Minta Maaf Terbuka
Meski sudah berdamai, mahasiswa yang kuliah di Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim (Suska) Riau menuntut pihak rektorat, khususnya Wakil Dekan I (WD I) Fakultas Ushuluddin meminta maaf secara terbuka. Ini diungkapkan saat demo di depan Rektorat UIN Suska, Sabtu (23/11).
“Kami dari mahasiswa yang berada di UIN Suska Riau meminta kepada wakil dekan itu agar segera meminta maaf dengan forum terbuka,” salah seorang koordinator aksi Ali Junjung Daulay, Sabtu (23/11).
Ia mengancam akan membawa massa yang lebih banyak lagi Senin besok. Namun, Daulay mengaku, mahasiswa yang lain sudah melakukan komunikasi dengan mahasiswa UIN. “Ini terus terang disampaikan, kami baru menahan kawan-kawan dari kampus lain datang ke UIN Suska ini,” katanya.
Ali mengaku, pihak wakil dekan I itu sudah meminta maaf dengan mengunggah video permohonan maafnya ke media online. Namun menurutnya itu tidak cukup karena mahasiswa sudah terlanjur sakit hati. Aksi mahasiswa itu dimulai pukul 13.00 WIB hingga 15.30 WIB, pihak mahasiswa tidak menemui pihak rektorat karena saat itu rektorat buka setengah hari.
Aksi ini dihadiri puluhan mahasiswa yang kuliah di UIN Suska. Mahasiswa juga sempat membakar sejumlah ban di halaman rektorat tersebut. “Panggung aksi ini kita lakukan karena masalah dua hari yang lalu terjadi diskriminasi dan rasis oleh wakil dekan I Fakultas Ushuluddin,” ujarnya.
Ia mengatakan, tujuan mereka menyuarakan ini ke kampus UIN, karena ingin mempertanyakan apa alasan wakil dekan I tersebut berbicara seperti itu. “Hati kami sangat terluka dengan ucapan yang disampaikan wakil dekan itu. Ia tidak sepantasnya mengatakan kami pemberontak silakan ke luar dari UIN Suska Riau dan merusak budaya Melayu,” katanya.
Rektor UIN Sayangkan
Sementara itu, Rektor Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) Prof Dr KH Akhmad Mujahidin SAg MAg menyayangkan muncul ucapan bernada rasis dari bawahannya. Rektor pun sudah meminta yang bersangkutan langsung menyampaikan permintaan maaf.
‘’Sangat kita sayangkan pernyataannya itu. Ketika ini mencuat, langkah pertama saya perintahkan untuk minta maaf pada yang bersangkutan. Dan nampaknya sudah dilakukan dan ada video pernyataan minta maafnya,’’ kata rektor saat dihubungi, Sabtu (23/11).
Dia melanjutkan, Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Riau juga meminta agar permasalahan ini tak membesar. ’’Pak Kapolda, Kapolres dan Gubernur juga minta ini diredam jangan sampai mencuat. Karena ini sangat sensitif,’’ imbuhnya.
Di internal UIN Suska, langkah tindaklanjut untuk menangani persoalan ini katanya akan dilakukan Senin (25/11). ‘’Karena ini sudah Sabtu, rencana Senin mau kami selesaikan. Tentu sekarang ini kan, karena itu wakil dekan I, tentu yang harus bersikap pertama adalah dekannya. Kasih laporan ke rektor, jadi kalau rektor ambil sikap ada dasar dari fakultasnya,’’ imbuhnya.
Untuk diketahui, Husni Thamrin dalam perdebatan dengan mahasiswanya menyinggung mahasiswa. Dia juga merendahkan media massa dengan pengibaratkan kotoran hewan. ’’Makanya nanti gini. Yang jelas, malam tadi (kemarin, red) kabarnya anak-anak itu sudah lapor ke Polda. Ya kalau ranah hukum silakan saja, kita tidak bisa menyuruh atau menolak. Itu haknya warga negara. Sebagai warga negara kita hadapi saja,’’ jawab Rektor UIN Suska.
Pangkal masalah perdebatan antara Husni Thamrin dengan beberapa orang perwakilan mahasiswanya adalah mengenai pelarangan memakai cadar di kampus. Husni ditekahui meminta mahasiswi untuk melepas cadar di dalam kelas. Jika tak menuruti, maka yang menolak dipersilakan keluar kelas.
Namun, Akhmad Mujahidin selaku rekor UIN, menyebut aturan itu belum secara resmi diberlakukan. ‘’Kita kan di UIN belum menyatakan itu dilarang atau disuruh. Masih konsep, belum dibahas. Perlu masukan-masukan,’’ jawabnya.
Dari penjelasannya, ada beberapa alasan yang melatarbelakangi langkah ini diambil mulai dari banyak gagalnya alumni UIN dalam tes seleksi kerja, antisipasi perjokian saat ujian hingga arahan Menteri Agama untuk menangkal radikalisme dan terorisme.
Akhmad menuturkan tentang alumni UIN yang khusus akan diterima sebagai karyawan perusahaan penerbangan beberapa pekan lalu. Ini jadi terobosan besar karena selama ini alumni UIN indentik bekerja di institusi di bidang agama.
’’Kalau selama ini tamatan UIN cuma di madrasah dan syariah, sekarang ternyata bisa melebarkan sayap. Dibutuhkanlah 200 orang alumni UIN untuk karyawan. Daftar 600 orang. Ternyata yang lulus cuma 30 orang. Setelah diselidiki, yang tidak lulus ini IPK-nya gak tanggung-tanggung, 3,8,’’ ungkapnya.
Selanjutnya juga mengantisipasi perjokian dalam perkuliahan. Terutama saat ujian. ‘’Makanya kemarin ketika Husni memerintahkan buka cadar ke mahasiswanya kita panggil. Tujuannya agar tak ada joki. Itu saja. Jadi bukan masalah dalil, dengan apa segala macam lainnya. Yang perlu kita pahami, jujur sajalah, kita kalau tidak nampak wajahnya kan tidak tau identitas. Itu saja kok,’’ tegasnya.
Dia kemudian menyebut pula arahan dari Menteri Agama Fachrul Razi jadi acuan kebijakan terkait cadar. ’’Ya otomatis. Kalau arahan kan bisa dilihat sendiri bagaimana menteri kami. Itu otomatis membekas pada semua pimpinan. Artinya Indonesia maju harus tanpa radikalisme dan terorisme. Itu visinya Presiden, ke menteri, ke rektor dan kanwil, lalu ke dekan,’’ imbuhnya.
Dia tak menampik pula ucapan Husni Thamrin dalam rekaman suara tersebut yang menyatakan UIN Suska kampus radikal nomor satu di Indonesia. ’’Itu memang iya. Ada penelitiannya. Yang jelas betul kalau itu, memang,’’ tambahnya.
Dia kemudian menegaskan kembali bahwa pelarangan itu masih berupa konsep. Namun, konsep itu juga sudah kadung menyebar ke mana-mana. ‘’Itu dalam konsep. Belum kita musyawarahkan. Apapun itu kan dimusyawarahkan dulu bersama. Sekarang zamannya sudah lain, belum ditandatangani sudah di-share sama orang lain,’’ kata dia.
Dalam konsep yang menyebar, larangan itu berbentuk surat edaran rektor tentang ketentuan berpakaian bagi civitas akademika UIN Suska Riau. Di sini diatur bagi pria, tidak memakai pakaian berbahan jeans, kaos oblong, pakaian sobek, celana ketat dan celana cingkrang.
Sementara bagi wanita, dilarang berpakaian ketat, transparan, baju di atas panggul, berjilbab yang dapat menutupi dada dan wajah terbuka, memasukkan baju dalam rok, memakai celana panjang/kulot, memakai pakaian yang berbahan jeans dan kaos.
Akhmad Mujahidin memahami jika ada pro dan kontra dalam kebijakan tersebut. Namun dia mengklaim semua dilandasi dengan alasan-alasan yang rasional. ’’Menolak dan menerima itu wajar dalam kehidupan demokrasi. Pro dan kontra, selagi alasannya rasional. Demi pertama kejujuran. Kan di situ dikonsepkan, di situ bukan cadar, tapi nampak mukanya. Kegiatan belajar mengajar itu tatap muka, bukan tatap mata. Kalau pakai cadar, bisa tidak diketahui itu siapa,’’ ucapnya.
Juga dia meminta otoritas kampus untuk membuat aturan sendiri dihormati dan dihargai. ’’Tiap kampus punya otoritas. Ada alasan rasional. Kalau tidak rasional jangan di kampus. Kita kan civitas akademika. Jadi supaya tahu. Kalau gak setuju sederhana saja. Kampus bukan hanya UIN,’’ ujarnya.
‘’Kok kami tidak boleh mengatur internal kami. Yang bener sajalah hidup itu. Sama saja mahasiswa, kalau tidak cocok dengan peraturan UIN, ya mungkin ada tempat lain yang lebih cocok. Tidak ada masalah, hidup ini kan pilihan. Yang penting jangan bikin ribut. Yang penting komunikasi yang baik semua pihak,’’ tegasnya.
Mengenai larangan pemakaian cadar karena antisipasi joki saat ujian, apakah hal tersebut pernah terjadi hingga harus dibuat aturan mengantisipasinya? Rektor menyebutkan tidak. ’’Itu enggak. Ya artinya kasus itu kan gak mesti terjadi. Tapi ya kalau dari 600, lulus 30 orang dan IPK-nya tinggi ya kita perlu juga waspada,’’ tuturnya.(*4/das)
Laporan ALI NURMAN, Pekanbaru