Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Tahun Kerja Keras

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — HARI ini (12/2) etnis Tionghoa merayakan Tahun Baru (Imlek) 2572. Imlek tahun ini menurut masyarakat Tionghoa adalah tahun kerbau logam. Dimaknai sebagai tahun kerja keras.

Ketua Paguyuban Sosial Marga Tianghoa Indonesia (PSMTI) Riau Stephen Sanjaya mengatakan dalam zodiak Tionghoa, kerbau adalah makhluk pekerja keras, tanggug jawab, dan juga setia.

"Itu yang dimaknai di tahun ini. Jadi setelah kita melalui tahun dengan penuh pandemi yang sekarang masih berlanjut, maka tahun ini dimaknai dengan kita harus bekerja keras untuk mengembalikan usaha kita masing-masing dengan cara mengambil peluang yang ada di depan mata," ujar Stephen.

Sementara untuk perkonomian, ujar Stephen, di tahun kerbau logam ini semua sektor yang terdampak dari pandemi harus bisa mencari peluang yang ada. Apalagi tahun lalu adalah shio tikus logam yang merupakan tahun pendorong sektor pertanian untuk tetap bisa bertahan dari gejolak pandemi. Ini peluang yang sangat besar bagi Riau untuk menyejahterahkan masyarakatnya. Khususnya para petani sawit. Di mana masih banyak negara yang memerlukan CPO mentah dari Riau.

"Kita bisa lihat selama pandemi sektor pertanian sawit memiliki potensi besar. Nah, peluang ini yang harus diambil masyarakat dengan mencari sesuatu yang berhubungan dengan pertanian sawit. Bisa dalam bentuk membuat jasa ekspedisi pengiriman sawit, bisa dalam bentuk pemupukan dan sebagainya," ujar Stephen.

Dilanjutkan Stephen, peluang lain yang harus diambil untuk meningkatkan perekonomian di masa pandemi ini berupa menabung saham. Di mana selama masyarakat dilarang untuk berpergian, investasi saham cukup menjanjikan. Ini melihat semakin meningkatnya harga saham di Indonesia hingga dunia.

"Ya, memang saham jadi alternatif untuk kita bangkit dari keterpurukan ini. Tapi masyarakat juga harus lebih teliti dalam mengikuti investasi saham. Jangan sampai nanti malah buntung," kata Stephen.

Selain itu, sektor pariwisata juga harus mulai bangkit di tahun kerbau logam ini. Dikatakannya, meskipun harus menerapkan protokol kesehatan yang ketat dan membatasi jumlah wisatawan, sektor ini juga memiliki andil besar dalam mendongkrak perekonomian di Riau. Lebih jauh dikatakan Stephen, dengan adanya vaksinasi Covid-19 yang tengah berjalan saat ini di Indonesia dan Provinsi Riau, menjadi angin segar bagi perekonomian. Pasalnya, vaksinasi dapat menjadi penangkal masyarakat terinfeksi Covid-19 dengan membentuk antibodi dari vaksin tersebut.

"Dengan adanya vaksin ini, kita sudah bisa bekerja keras untuk membangkitkan perekonomian kita. Walau pun protokol kesehatan harus tetap berjalan, tapi ini bisa memulihkan semua sektor yang terdampak," tuturnya.

Sementara Ketua Dewan Pembina PSMTI Riau Peng Suyoto mengatakan, menurut perhitungan kalender Tionghoa, Imlek 2572 jatuh pada hari ini (12/2). Tahun 2021 diartikan sebagai "tahun transisi" lantaran tahun 2020 disebut "tahun mati" karena adanya pandemi Covid-19. Akibatnya, berbagai sektor pun harus terdampak karena pandemi tersebut.

Bahkan ada empat shio yang diprediksi akan ciong atau peruntungan yang kurang baik di 2021 ini di antaranya  shio kerbau. Mereka yang bershio kerbau akan berada di posisi waktu tahun lahir mereka sendiri, akan mengalami ciong. Mereka yang bershio kerbau akan menghadapi berbagai masalah dan nasib yang kurang baik.

Selain shio kerbau, ujar Peng Suyoto, shio naga juga diprediksi menghadapi berbagai hambatan selama tahun kerbau logam. Meski mengalami ciong, finansial mereka masih stabil. Namun diperkirakan akan ada "awan gelap" yang bisa memicu putaran roda nasib secara mendadak.

Demikian juga shio kambing, ujar Peng, tahun ini diprediksi menjadi tahun yang berat. Shio kambing akan mengalami masalah dan kebingungan dalam berbagai hal. Ini bukanlah tahun yang tepat untuk menjalankan prospek baru. Kehidupan yang berjalan akan cenderung membosankan, dan suasana di tempat kerja akan berubah menjadi tidak menyenangkan.

Shio anjing, ujar Peng, diprediksi menghadapi tantangan dan kegagalan. Di tahun kerbau logam, mereka yang bershio anjing harus realistis dan lebih toleran terhadap orang lain yang mungkin kurang disukai.

"Di tahun kerbau logam yang merupakan hewan penuh kerja keras. Harus mendorong kita untuk semangat dalam mencari peluang yang ada. Dengan bersungguh-sungguh dan berkerja keras seperti kerbau pastinya sejumlah sektor yang ikut terdampak pandemi bisa mulai bangkit. Intinya peluang dan semangat juang sepanjang tahun ini harus kita kobarkan, melihat kita belum sepenuhnya terbebas dari pandemi Covid-19 yang telah merenggut kebebasan kita dalam bersosial dan berusaha," harapnya.

Baca Juga:  Enam Tambahan Positif di Riau, Lima dari Klaster Santri

Dalam pada itu pantauan Riau Pos, Rabu (10/2) di pasar tradisional Jalan Karet atau lebih dikenal Pasar Pecinaan Pekanbaru, sejumlah masyarakat Tionghoa mempersiapkan keperluan Imlek dengan membeli sejumlah pernak-pernik yang berjejer rapi di sejumlah lapak pedagang. Mulai dari buah-buahan berupa nanas merah, jeruk bali, sunkis, baju cheongsam, parsel hingga angpau bergambar shio kerbau logam pun turut diburu oleh para pembeli.

Menurut Humas PSMTI Riau Ketjing, satu hari menjelang pergantian tahun baru, warga Tionghoa yang masih mengikuti tradisi budaya melaksanakan sembahyang kepada para leluhur atau orangtuanya yang telah meninggal di altar rumah masing-masing.

Hal tersebut sesuai pepatah Tionghoa, ketika minum air ingatlah sumbernya. Ini maksudnya, ujar Ketjing, kita ada di dunia ini karena adanya budi orang tua dan leluhur kita.

Dikatakan Ketjing, umumnya masyarakat sibuk mempersiapkan segala sesuatu menyambut Imlek (Hokkian: sincia), seperti memasang pernak-pernik Imlek, menyiapkan kue-kue dan minuman untuk kerabat dan tamu yang akan berkunjung. Masak makanan untuk makan malam bersama keluarga. Tapi di kota-kota besar umumnya makan di restoran atau hotel. "Tapi karena pandemi ajang silaturahmi secara tatap muka ditiadakan mengingat semua masih berjuang terlepas dari pandemi Covid-19," ucapnya.

Setelah itu,  ujar Ketjing, malam chuxi . Yaitu sebelum pergantian tahun melaksanakan ritual dan syukuran tahun yang berlalu dan berdoa menyongsong tahun baru dengan harapan-harapan yang baik.

"Ritual tersebut dapat digelar di rumah masing-masing atau dialek Hokkian: pai thikong, sujud sembah (puja) kepada Tuhan YME  mau pun ke tempat ibadah sesuai keyakinan masing-masing," kata dia.

Masyarakat Tionghoa menganggap hari pertama Imlek merupakan awal mulanya nasib dan keberuntungan pada tahun yang bersangkutan. Sehingga banyak sekali larangan dan pantangan.

"Semua larangan atau pantangan ini boleh dipercaya, boleh tidak. Tergantung pada pribadi masing-masing. Tapi sebagian masih dipercayai masyarakat Tionghoa pada umumnya, namun sebagian lagi sudah tidak terlalu ditaati karena perkembangan zaman dan era globalisasi. Terutama bagi generasi muda, seperti berpakaian warna hitam dan putih dan potong kuku," kata dia.

Dijelaskan Ketjing, larangan dan pantangan dalam merayakan Imlek di antaranya minum obat pada hari pertama sangat dilarang. Karena itu artinya seseorang akan sakit sepanjang tahun. Kemudian, makan bubur untuk sarapan dianggap sebagai makanan orang miskin. Oleh karena itulah bubur dilarang dimakan sebagai sarapan pada hari pertama tahun baru agar orang tidak memulai tahun baru ini sebagai orang miskin. Lalu mencuci pakaian. Bagi orang Tionghoa tidak akan mencuci baju pada hari pertama dan kedua tahun baru. Mengapa demikian? Karena dua hari pertama di tahun baru merupakan perayaan lahirnya Shuishen (Dewa Air). Bahkan, mencuci pakaian juga dianggap menghilangkan keberuntungan yang sudah mereka dapatkan sepanjang tahun yang sudah lewat.

Berikutnya, mencuci rambut juga dilarang pada hari pertama. Dalam bahasa orang Tionghoa, kata yang berarti "rambut" memiliki pengucapan dan karakter yang mirip ‘fa’ dalam facai yang berarti "menjadi makmur". Oleh karena itu mencuci rambut dianggap akan "menghilangkan keberuntungan" pada awal tahun baru, menggunakan benda tajam seperti pisau dan gunting yang juga dilarang agar menghindari terjadinya kecelakaan. Kecelakaan adalah tanda sial bagi orang Tionghoa. Kecelakaan pada awal tahun bisa menjadi pertanda ketidakberuntungan di sepanjang tahun.

Dikatakan Ketjing, bagi masyarakat Tionghoa, seorang wanita sebaiknya tidak meninggalkan rumahnya. Jika melanggar, dia akan tertimpa nasib buruk sepanjang tahun. Seorang anak perempuan yang sudah menikah tidak diperbolehkan mengunjungi rumah orang tuanya karena hal itu dipercaya bisa membawa nasib buruk bagi kedua orang tuanya. Orang Tionghoa tidak akan menyapu rumahnya pada awal tahun baru. Membersihkan rumah menggunakan sapu dipercaya akan menyapu rezeki sepanjang tahun. Oleh karena itulah mereka tidak akan menyapu pada hari pertama tahun baru.

Selain itu, etnis Tionghoa juga menganggap tangis bayi akan membawa nasib buruk bagi seluruh anggota keluarga. Oleh karena itulah, pada hari pertama tahun baru ini mereka berusaha sebisa mungkin agar bayi dalam keluarga itu tidak akan menangis sedetik pun.

Selain itu, membeli buku dan sepatu juga dilarang di hari-hari pertama festival. Karena lafal kedua kata itu secara bunyi mirip dengan kata "kalah" dan "jahat" dalam bahasa Mandarin dan Kanton. Etnis Tionghoa juga tidak akan memberikan pinjaman uang pada hari pertama tahun baru. Dan semua utang seharusnya sudah dibayar menjelang perayaan tahun baru. Jika seseorang meminjam uang kepada orang lain di tahun lalu, jangan pergi ke rumahnya untuk menagih utang. Orang yang menagih utang pada hari pertama tahun baru akan mendapat celaka sepanjang tahun.

Baca Juga:  Agung Dorong Disnaker Surati Swasta agar Liburkan Karyawan

Selain itu, kotak tempat penyimpanan beras juga tidak boleh dibiarkan kosong pada hari pertama tahun baru. Kotak beras yang kosong akan membuat pemiliknya cemas karena dianggap sebagai pertanda buruk untuk tahun baru.

Bukan itu saja, terdapat larangan bagi mereka yang sedang sakit. Bagi mereka yang sedang sakit harus tetap menerima tamu di ruang keluarga. Membunuh binatang, atau darahnya dianggap sebagai pertanda buruk yang akan membawa nasib buruk. Oleh karena itu orang Tionghoa tidak akan membunuh binatang pada tahun baru. Pisau dan gunting yang bisa menyebabkan luka pun harus disingkirkan untuk menghindari terjadinya kecelakaan.

Menggunakan baju hitam putih dilarang. Dua warna itu secara tradisional dianggap sebagai pertanda duka. Orang Tionghoa akan menggunakan pakaian warna-warni pada hari pertama di tahun baru untuk menunjukkan keceriaan. Bahkan, orang Tionghoa dilarang memberikan hadiah berupa jam, gunting, atau buah pir. Semua benda itu dipercaya mempunyai arti yang buruk dalam kebudayaan Tionghoa, serta larangan menceritakan hal yang buruk, setiap orang yang merayakan Imlek sebaiknya jangan bercerita tentang kesedihan dan kematian, karena itu akan dianggap bermakna buruk dan sial.

Bukan hanya itu, bagi etnis Tionghoa setiap menu yang disajikan spesial untuk merayakan Imlek dipercaya sebagai simbol harapan dan doa agar seluruh anggota keluarga dilimpahi kesehatan dan keberuntungan di tahun baru. Seperti kue keranjang yang hanya dibuat pada saat menjelang Imlek ini juga disebut dengan nian gao (kue tahun baru).

Ada Sembahyang Mengantar Dewa
Tahun ini banyak kegiatan yang bersifat mengumpulkan massa ditiadakan, kecuali aktivitas wajib yaitu sembahyang dan lainnya. Tokoh masyarakat Tionghoa Kabupaten Siak Lie Guan Teng atau Suhaimi mengatakan aktivitas ibadah sudah dimulai sepekan sebelum Imlek.

"Kami sembahyang di rumah mengantar dewa ke langit untuk merayakan Imlek di sana. Sembahyang yang dimulai dari tengah malam itu diberi nama sang sien atau mengantar dewa," jelas Lie Guan Teng.

Sementara sehari sebelum Imlek atau malam sebelum Imlek, ujar lie Guan Teng, ada tradisi makan bersama. Biasanya makan malam bersama keluarga itu, menunya ada 12 disesuaikan dengan jumlah shio. Terkait menu, sebenarnya disesuaikan dengan kesanggupan setiap keluarga. Namun, menu yang jarang ditinggalkan adalah mi. Mi merupakan makanan yang panjang dan susah putus. Artinya dengan menu itu, rezeki panjang dan tidak ada putus-putusnya. Ada juga hidangan yang manis-manis, sehingga hidup selalu manis.

Pada hari H Imlek, sembayang wajib dilaksanakan di klenteng. Surat edaran sudah keluar dan ada pembatasan.

"Tapi kami harus tetap melaksanakan ibadah. Meski harus bergantian. Karena di sanalah kami berdoa, sekaligus bersyukur atas capaian selama ini," ungkap Lie Guan Teng.

Selanjutnya ada sembahyang menyambut kepulangan dewa yang merayakan Imlek di langit. Sembahyang itu pada hari keempat Imlek. Sembahyang itu diberi nama ci sin. "Lalu kami sembahyang Tuhan pada hari ke-9. Momen itu, waktunya mengucap syukur atas keberkahan yang diberikan," ungkap Lie Guan Teng.

Dan puncaknya pada hari ke-15 yaitu Cap Go Meh. Ada perayaan di sana. Dan semua akan bergembira. Perayaan Imlek semakin istimewa karena warga membikin kue, mendekor rumah, pasang lampion dan lainnya. Jenis kue tidak ditentukan. Hanya saja ada kue yang wajib ada, yaitu kue keranjang. Kenapa kue keranjang yang manis, lengket dan bulat. Lengket karena terbuat dari tepung ketan dicampur dengan gula. Untuk sembahyang leluhur masing-masing rumah. Memiliki makna persaudaraan yang erat dan menyatu. Rasa manis melambangkan suka cita dan keberkatan. Kue harus bulat. Melambangkan kekeluargaan tidak terputus menciptakan kerukunan hidup.

Sedangkan buah, jeruk mandarin wajib ada, nanas dan beberapa buah lainnya. Buah-buah itu melambangkan kemakmuran. "Tahun Kerbau Logam ini, tentu harus lebih bekerja keras. Untuk mendapatkan hasil maksimal kerja keras kata kuncinya," jelas Lie Guan Teng.

Sebenarnya kata Suhaimi, kerja keras tidak hanya saat tahun kerbau saja, tapi juga setiap saat memang harus bekerja keras jika ingin mencapai dan meraih apa yang dicita-citakan.(ayi/mng/ted)

Laporan TIM RIAU POS, Pekanbaru

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — HARI ini (12/2) etnis Tionghoa merayakan Tahun Baru (Imlek) 2572. Imlek tahun ini menurut masyarakat Tionghoa adalah tahun kerbau logam. Dimaknai sebagai tahun kerja keras.

Ketua Paguyuban Sosial Marga Tianghoa Indonesia (PSMTI) Riau Stephen Sanjaya mengatakan dalam zodiak Tionghoa, kerbau adalah makhluk pekerja keras, tanggug jawab, dan juga setia.

- Advertisement -

"Itu yang dimaknai di tahun ini. Jadi setelah kita melalui tahun dengan penuh pandemi yang sekarang masih berlanjut, maka tahun ini dimaknai dengan kita harus bekerja keras untuk mengembalikan usaha kita masing-masing dengan cara mengambil peluang yang ada di depan mata," ujar Stephen.

Sementara untuk perkonomian, ujar Stephen, di tahun kerbau logam ini semua sektor yang terdampak dari pandemi harus bisa mencari peluang yang ada. Apalagi tahun lalu adalah shio tikus logam yang merupakan tahun pendorong sektor pertanian untuk tetap bisa bertahan dari gejolak pandemi. Ini peluang yang sangat besar bagi Riau untuk menyejahterahkan masyarakatnya. Khususnya para petani sawit. Di mana masih banyak negara yang memerlukan CPO mentah dari Riau.

- Advertisement -

"Kita bisa lihat selama pandemi sektor pertanian sawit memiliki potensi besar. Nah, peluang ini yang harus diambil masyarakat dengan mencari sesuatu yang berhubungan dengan pertanian sawit. Bisa dalam bentuk membuat jasa ekspedisi pengiriman sawit, bisa dalam bentuk pemupukan dan sebagainya," ujar Stephen.

Dilanjutkan Stephen, peluang lain yang harus diambil untuk meningkatkan perekonomian di masa pandemi ini berupa menabung saham. Di mana selama masyarakat dilarang untuk berpergian, investasi saham cukup menjanjikan. Ini melihat semakin meningkatnya harga saham di Indonesia hingga dunia.

"Ya, memang saham jadi alternatif untuk kita bangkit dari keterpurukan ini. Tapi masyarakat juga harus lebih teliti dalam mengikuti investasi saham. Jangan sampai nanti malah buntung," kata Stephen.

Selain itu, sektor pariwisata juga harus mulai bangkit di tahun kerbau logam ini. Dikatakannya, meskipun harus menerapkan protokol kesehatan yang ketat dan membatasi jumlah wisatawan, sektor ini juga memiliki andil besar dalam mendongkrak perekonomian di Riau. Lebih jauh dikatakan Stephen, dengan adanya vaksinasi Covid-19 yang tengah berjalan saat ini di Indonesia dan Provinsi Riau, menjadi angin segar bagi perekonomian. Pasalnya, vaksinasi dapat menjadi penangkal masyarakat terinfeksi Covid-19 dengan membentuk antibodi dari vaksin tersebut.

"Dengan adanya vaksin ini, kita sudah bisa bekerja keras untuk membangkitkan perekonomian kita. Walau pun protokol kesehatan harus tetap berjalan, tapi ini bisa memulihkan semua sektor yang terdampak," tuturnya.

Sementara Ketua Dewan Pembina PSMTI Riau Peng Suyoto mengatakan, menurut perhitungan kalender Tionghoa, Imlek 2572 jatuh pada hari ini (12/2). Tahun 2021 diartikan sebagai "tahun transisi" lantaran tahun 2020 disebut "tahun mati" karena adanya pandemi Covid-19. Akibatnya, berbagai sektor pun harus terdampak karena pandemi tersebut.

Bahkan ada empat shio yang diprediksi akan ciong atau peruntungan yang kurang baik di 2021 ini di antaranya  shio kerbau. Mereka yang bershio kerbau akan berada di posisi waktu tahun lahir mereka sendiri, akan mengalami ciong. Mereka yang bershio kerbau akan menghadapi berbagai masalah dan nasib yang kurang baik.

Selain shio kerbau, ujar Peng Suyoto, shio naga juga diprediksi menghadapi berbagai hambatan selama tahun kerbau logam. Meski mengalami ciong, finansial mereka masih stabil. Namun diperkirakan akan ada "awan gelap" yang bisa memicu putaran roda nasib secara mendadak.

Demikian juga shio kambing, ujar Peng, tahun ini diprediksi menjadi tahun yang berat. Shio kambing akan mengalami masalah dan kebingungan dalam berbagai hal. Ini bukanlah tahun yang tepat untuk menjalankan prospek baru. Kehidupan yang berjalan akan cenderung membosankan, dan suasana di tempat kerja akan berubah menjadi tidak menyenangkan.

Shio anjing, ujar Peng, diprediksi menghadapi tantangan dan kegagalan. Di tahun kerbau logam, mereka yang bershio anjing harus realistis dan lebih toleran terhadap orang lain yang mungkin kurang disukai.

"Di tahun kerbau logam yang merupakan hewan penuh kerja keras. Harus mendorong kita untuk semangat dalam mencari peluang yang ada. Dengan bersungguh-sungguh dan berkerja keras seperti kerbau pastinya sejumlah sektor yang ikut terdampak pandemi bisa mulai bangkit. Intinya peluang dan semangat juang sepanjang tahun ini harus kita kobarkan, melihat kita belum sepenuhnya terbebas dari pandemi Covid-19 yang telah merenggut kebebasan kita dalam bersosial dan berusaha," harapnya.

Baca Juga:  Sejumlah Tokoh Sampaikan Kegelisahan

Dalam pada itu pantauan Riau Pos, Rabu (10/2) di pasar tradisional Jalan Karet atau lebih dikenal Pasar Pecinaan Pekanbaru, sejumlah masyarakat Tionghoa mempersiapkan keperluan Imlek dengan membeli sejumlah pernak-pernik yang berjejer rapi di sejumlah lapak pedagang. Mulai dari buah-buahan berupa nanas merah, jeruk bali, sunkis, baju cheongsam, parsel hingga angpau bergambar shio kerbau logam pun turut diburu oleh para pembeli.

Menurut Humas PSMTI Riau Ketjing, satu hari menjelang pergantian tahun baru, warga Tionghoa yang masih mengikuti tradisi budaya melaksanakan sembahyang kepada para leluhur atau orangtuanya yang telah meninggal di altar rumah masing-masing.

Hal tersebut sesuai pepatah Tionghoa, ketika minum air ingatlah sumbernya. Ini maksudnya, ujar Ketjing, kita ada di dunia ini karena adanya budi orang tua dan leluhur kita.

Dikatakan Ketjing, umumnya masyarakat sibuk mempersiapkan segala sesuatu menyambut Imlek (Hokkian: sincia), seperti memasang pernak-pernik Imlek, menyiapkan kue-kue dan minuman untuk kerabat dan tamu yang akan berkunjung. Masak makanan untuk makan malam bersama keluarga. Tapi di kota-kota besar umumnya makan di restoran atau hotel. "Tapi karena pandemi ajang silaturahmi secara tatap muka ditiadakan mengingat semua masih berjuang terlepas dari pandemi Covid-19," ucapnya.

Setelah itu,  ujar Ketjing, malam chuxi . Yaitu sebelum pergantian tahun melaksanakan ritual dan syukuran tahun yang berlalu dan berdoa menyongsong tahun baru dengan harapan-harapan yang baik.

"Ritual tersebut dapat digelar di rumah masing-masing atau dialek Hokkian: pai thikong, sujud sembah (puja) kepada Tuhan YME  mau pun ke tempat ibadah sesuai keyakinan masing-masing," kata dia.

Masyarakat Tionghoa menganggap hari pertama Imlek merupakan awal mulanya nasib dan keberuntungan pada tahun yang bersangkutan. Sehingga banyak sekali larangan dan pantangan.

"Semua larangan atau pantangan ini boleh dipercaya, boleh tidak. Tergantung pada pribadi masing-masing. Tapi sebagian masih dipercayai masyarakat Tionghoa pada umumnya, namun sebagian lagi sudah tidak terlalu ditaati karena perkembangan zaman dan era globalisasi. Terutama bagi generasi muda, seperti berpakaian warna hitam dan putih dan potong kuku," kata dia.

Dijelaskan Ketjing, larangan dan pantangan dalam merayakan Imlek di antaranya minum obat pada hari pertama sangat dilarang. Karena itu artinya seseorang akan sakit sepanjang tahun. Kemudian, makan bubur untuk sarapan dianggap sebagai makanan orang miskin. Oleh karena itulah bubur dilarang dimakan sebagai sarapan pada hari pertama tahun baru agar orang tidak memulai tahun baru ini sebagai orang miskin. Lalu mencuci pakaian. Bagi orang Tionghoa tidak akan mencuci baju pada hari pertama dan kedua tahun baru. Mengapa demikian? Karena dua hari pertama di tahun baru merupakan perayaan lahirnya Shuishen (Dewa Air). Bahkan, mencuci pakaian juga dianggap menghilangkan keberuntungan yang sudah mereka dapatkan sepanjang tahun yang sudah lewat.

Berikutnya, mencuci rambut juga dilarang pada hari pertama. Dalam bahasa orang Tionghoa, kata yang berarti "rambut" memiliki pengucapan dan karakter yang mirip ‘fa’ dalam facai yang berarti "menjadi makmur". Oleh karena itu mencuci rambut dianggap akan "menghilangkan keberuntungan" pada awal tahun baru, menggunakan benda tajam seperti pisau dan gunting yang juga dilarang agar menghindari terjadinya kecelakaan. Kecelakaan adalah tanda sial bagi orang Tionghoa. Kecelakaan pada awal tahun bisa menjadi pertanda ketidakberuntungan di sepanjang tahun.

Dikatakan Ketjing, bagi masyarakat Tionghoa, seorang wanita sebaiknya tidak meninggalkan rumahnya. Jika melanggar, dia akan tertimpa nasib buruk sepanjang tahun. Seorang anak perempuan yang sudah menikah tidak diperbolehkan mengunjungi rumah orang tuanya karena hal itu dipercaya bisa membawa nasib buruk bagi kedua orang tuanya. Orang Tionghoa tidak akan menyapu rumahnya pada awal tahun baru. Membersihkan rumah menggunakan sapu dipercaya akan menyapu rezeki sepanjang tahun. Oleh karena itulah mereka tidak akan menyapu pada hari pertama tahun baru.

Selain itu, etnis Tionghoa juga menganggap tangis bayi akan membawa nasib buruk bagi seluruh anggota keluarga. Oleh karena itulah, pada hari pertama tahun baru ini mereka berusaha sebisa mungkin agar bayi dalam keluarga itu tidak akan menangis sedetik pun.

Selain itu, membeli buku dan sepatu juga dilarang di hari-hari pertama festival. Karena lafal kedua kata itu secara bunyi mirip dengan kata "kalah" dan "jahat" dalam bahasa Mandarin dan Kanton. Etnis Tionghoa juga tidak akan memberikan pinjaman uang pada hari pertama tahun baru. Dan semua utang seharusnya sudah dibayar menjelang perayaan tahun baru. Jika seseorang meminjam uang kepada orang lain di tahun lalu, jangan pergi ke rumahnya untuk menagih utang. Orang yang menagih utang pada hari pertama tahun baru akan mendapat celaka sepanjang tahun.

Baca Juga:  Enam Tambahan Positif di Riau, Lima dari Klaster Santri

Selain itu, kotak tempat penyimpanan beras juga tidak boleh dibiarkan kosong pada hari pertama tahun baru. Kotak beras yang kosong akan membuat pemiliknya cemas karena dianggap sebagai pertanda buruk untuk tahun baru.

Bukan itu saja, terdapat larangan bagi mereka yang sedang sakit. Bagi mereka yang sedang sakit harus tetap menerima tamu di ruang keluarga. Membunuh binatang, atau darahnya dianggap sebagai pertanda buruk yang akan membawa nasib buruk. Oleh karena itu orang Tionghoa tidak akan membunuh binatang pada tahun baru. Pisau dan gunting yang bisa menyebabkan luka pun harus disingkirkan untuk menghindari terjadinya kecelakaan.

Menggunakan baju hitam putih dilarang. Dua warna itu secara tradisional dianggap sebagai pertanda duka. Orang Tionghoa akan menggunakan pakaian warna-warni pada hari pertama di tahun baru untuk menunjukkan keceriaan. Bahkan, orang Tionghoa dilarang memberikan hadiah berupa jam, gunting, atau buah pir. Semua benda itu dipercaya mempunyai arti yang buruk dalam kebudayaan Tionghoa, serta larangan menceritakan hal yang buruk, setiap orang yang merayakan Imlek sebaiknya jangan bercerita tentang kesedihan dan kematian, karena itu akan dianggap bermakna buruk dan sial.

Bukan hanya itu, bagi etnis Tionghoa setiap menu yang disajikan spesial untuk merayakan Imlek dipercaya sebagai simbol harapan dan doa agar seluruh anggota keluarga dilimpahi kesehatan dan keberuntungan di tahun baru. Seperti kue keranjang yang hanya dibuat pada saat menjelang Imlek ini juga disebut dengan nian gao (kue tahun baru).

Ada Sembahyang Mengantar Dewa
Tahun ini banyak kegiatan yang bersifat mengumpulkan massa ditiadakan, kecuali aktivitas wajib yaitu sembahyang dan lainnya. Tokoh masyarakat Tionghoa Kabupaten Siak Lie Guan Teng atau Suhaimi mengatakan aktivitas ibadah sudah dimulai sepekan sebelum Imlek.

"Kami sembahyang di rumah mengantar dewa ke langit untuk merayakan Imlek di sana. Sembahyang yang dimulai dari tengah malam itu diberi nama sang sien atau mengantar dewa," jelas Lie Guan Teng.

Sementara sehari sebelum Imlek atau malam sebelum Imlek, ujar lie Guan Teng, ada tradisi makan bersama. Biasanya makan malam bersama keluarga itu, menunya ada 12 disesuaikan dengan jumlah shio. Terkait menu, sebenarnya disesuaikan dengan kesanggupan setiap keluarga. Namun, menu yang jarang ditinggalkan adalah mi. Mi merupakan makanan yang panjang dan susah putus. Artinya dengan menu itu, rezeki panjang dan tidak ada putus-putusnya. Ada juga hidangan yang manis-manis, sehingga hidup selalu manis.

Pada hari H Imlek, sembayang wajib dilaksanakan di klenteng. Surat edaran sudah keluar dan ada pembatasan.

"Tapi kami harus tetap melaksanakan ibadah. Meski harus bergantian. Karena di sanalah kami berdoa, sekaligus bersyukur atas capaian selama ini," ungkap Lie Guan Teng.

Selanjutnya ada sembahyang menyambut kepulangan dewa yang merayakan Imlek di langit. Sembahyang itu pada hari keempat Imlek. Sembahyang itu diberi nama ci sin. "Lalu kami sembahyang Tuhan pada hari ke-9. Momen itu, waktunya mengucap syukur atas keberkahan yang diberikan," ungkap Lie Guan Teng.

Dan puncaknya pada hari ke-15 yaitu Cap Go Meh. Ada perayaan di sana. Dan semua akan bergembira. Perayaan Imlek semakin istimewa karena warga membikin kue, mendekor rumah, pasang lampion dan lainnya. Jenis kue tidak ditentukan. Hanya saja ada kue yang wajib ada, yaitu kue keranjang. Kenapa kue keranjang yang manis, lengket dan bulat. Lengket karena terbuat dari tepung ketan dicampur dengan gula. Untuk sembahyang leluhur masing-masing rumah. Memiliki makna persaudaraan yang erat dan menyatu. Rasa manis melambangkan suka cita dan keberkatan. Kue harus bulat. Melambangkan kekeluargaan tidak terputus menciptakan kerukunan hidup.

Sedangkan buah, jeruk mandarin wajib ada, nanas dan beberapa buah lainnya. Buah-buah itu melambangkan kemakmuran. "Tahun Kerbau Logam ini, tentu harus lebih bekerja keras. Untuk mendapatkan hasil maksimal kerja keras kata kuncinya," jelas Lie Guan Teng.

Sebenarnya kata Suhaimi, kerja keras tidak hanya saat tahun kerbau saja, tapi juga setiap saat memang harus bekerja keras jika ingin mencapai dan meraih apa yang dicita-citakan.(ayi/mng/ted)

Laporan TIM RIAU POS, Pekanbaru

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari