(RIAUPOS.CO) – Beberapa bulan lalu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar telah memberi izin pembangunan jalan di dalam kawasan Swaka Margasatwa (SM) Bukit Rimbang Bukit Baling di Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar. Jalan sepanjang 36 km ini juga disebut jalur Interpretasi.
Jalur interprestasi ini bakal menghubungkan sembilan desa yang selama ini hanya bisa ditempuh dengan jalur sungai, yakni Sungai Subayang. Desa tersebut adalah Desa Tanjung Belit, Muara Bio, Tanjung Beringin, Batu Songgan, Gajah Betalut, Aur Kuning, Terusan, Subayang Jaya dan Pangkalan Serai.
Diizinkannya pembangunan jalur interpretasi dalam kawasan SM ini menjadi harapan baru bagi masyarakat. Jalur sungai yang lama dengan jalur tempuh hingga 4 jam ke Pangkalan Serai atau desa paling ujung, jauh, belum lagi banjir besar saat musim penghujan, akan semakin menjadi mudah dan dekat. Waktu tempuh juga akan menjadi singkat atau sekitar satu jam saja.
Camat Kampar Kiri Hulu, Dasril, juga menjelaskan kondisi jalur interpretasi yang menjadi harapan warga itu. Dikatakannya, badan jalan sudah ada, tapi belum bisa dilewati kendaraan roda dua karena belum ada jembatan. Bahkan menuju Terusan hingga Pangkalan Serai tidak ada badan jalan karena jalur yang bakal dijadikan badan jalan merupakan batu-batu cadas.
''Dari Muara Bio ke Tanjung Belit, badan jalannya sudah ada. Jalan kaki bisa, tapi motor belum bisa karena belum ada jembatan. Di desa lain, sebagian juga sudah ada badan jalan, tapi belum tethubung dengan desa lain. Yang paling parah di Desa Terusan, Subayang Jaya dan Pangkalan Serai atau desa paling ujung. Badan jalan tak bisa dibuka karena batu-batu cadas. Kami berharap BBKSDA Riau bisa mengizinkan alat berat masuk karena tak mungkin dikerjakan oleh tangan manusia, tak sanggup, '' kata Dasril.
Sementara itu, Kepala BBKSDA Riau, Suharyono, mengaku belum bisa mengakomodir keinginan masyarakat dan pemerintah desa atau kecamatan yang ingin membawa alat berat untuk membuka badan jalan tetsebut.
''Dari awal sudah sepakat tidak ada alat berat. Selanjutnya, ini kawasan SM, kalau mau dibangun jalan, silakan. Izin sudah diberikan. Itupun lebarnya hanya 1,5 meter. Tapi kalau pakai alat berat, tidak bisa. Kita yang harus mengikuti kondisi bentang alam, bukan alam yang mengikuti kita. Kalau tidak bisa dibangun dengan tangan manusia, tidak sanggup karena batu-batu cadas, gunakan cara lain. Bisa dengan jembatan misalnya, atau dengan cara lain, '' beber Haryono.(kun)
Laporan : Kunni Masrohanti
Editor : Rindra Yasin