PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Setiap musim kemarau sejak 1997 kebakaran hutan dan lahan (karhutla) selalu terjadi di Riau. Karhutla ini telah menyebabkan terjadinya kabut asap. Setelah 2015, kabut asap parah terjadi lagi tahun ini.
Menurut Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau, Edwar Sanger, luasan lahan terbakar tahun ini dari Januari hingga awal Oktober mencapai 8.968,25 hektare.
Karhutla yang terjadi membuat kualitas udara berada pada level berbahaya hampir dua pekan. Sekolah pun terpaksa diliburkan. Ribuan orang terpapar infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Kondisi ini membuat warga ada yang mengungsi sementara ke daerah lain yang tidak terdampak kabut asap. Sebagian ada yang mengungsi ke posko-posko kesehatan untuk mendapatkan udara segar. Status darurat bencana pencemaran udara pun ditetapkan oleh Pemprov Riau pada 23 September dan akhirnya dicabut pada 30 September dengan kualitas udara yang berangsur-angsur normal.
Wakil Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) Okto Yugo mengatakan, seharusnya karhutla yang berulang di Riau sudah cukup menjadi pelajaran bagi semua pihak. Apakah itu pemerintah pusat, pemerintah daerah dari provinsi hingga ke desa, korporasi, dan masyarakat. Terlebih pemerintah harus menemukan akar persoalannya ada di mana. Dikatakan Okto, Pemprov Riau harus melakukan penyelesaian akar persoalan secara serius dan menyeluruh.
"Karena sudah berulang terjadi, seharusnya Pemprov Riau harus bisa belajar dan menemukan solusi untuk mengatasi karhutla ini. Jangan sampai karhutla ini terus terulang terjadi. Keledai saja tidak mau jatuh di lubang yang sama," kata Okto kepada Riau Pos.
Hal serupa dikatakan aktivis lingkungan Riau, Jhony S Mundung. Menurutnya, mencegah karhutla agar tidak terjadi lagi di tahun-tahun depan semudah membalikkan telapak tangan. Karena saat ini teknologi sudah begitu canggih dan informasi dapat dengan mudah didapatkan.
"Kalau mau, hanya semudah membalikkan telapak tangan kok. Karena setiap hari kita mendapatkan informasi terkait titik api dan lokasinya. Dengan informasi itu, pemerintah kan bisa memberdayakan masyarakat desa yang ada di sekitar lokasi terbakar. Termasuk kepada pihak perusahaan yang ada titik apinya," katanya.
Dikatakan Mundung, setiap desa di Riau ini bisa menganggarkan dana untuk penanggulangan karhutla.
"Artinya kan memang mudah, tapi ini tidak dilakukan karena karhutla ini diproyekkan. Terbukti tiga Gubernur Riau sebelumnya tersangkut masalah hukum karena masalah lingkungan ini. Hal tersebut semakin membuktikan bahwa ada kejadian-kejadian korupsi pada isu lingkungan ini," sebutnya.
>>Berita selengkapnya baca Riau Pos hari ini.
Laporan : Tim Riau Pos
Editor : Rinaldi