Ingat di Musim Hujan

Kala musim hujan, maka ingatan jangan tertumpu pada banjir semata. Banjir adalah judu dari hujan. Bukan sesuatu yang aneh. Dia memang bagian dari musim itu sendiri. Namun, kita hendaknya melontar ingatan kita pada sebuah musim yang berseberangan dengan keadaan yang sedang kita jalani hari ini, yaitu musim kemarau. Mengingat musim kemarau di kala musim hujan lebih indah berbanding memikirkan banjir di musim hujan. Kenapa? Karena musim kemarau lampau nan panjang dan melelah itu, tak saja kering dan kerontang, tetapi kehidupan kita dibungkus jerebu asap. Kehidupan kita seakan dipanggang dari waktu ke waktu. Yang ada dalam fikiran saat itu, bagaimana evakuasi, bagaimana meninggalkan kampung, atau meninggalkan kota ini agar bisa menghirup udara yang segar dengan kadar oksigen yang sempurna.

Kalau kita memikirkan banjir saat ini, dia adalah sebuah akibat dari kecerobohan kita di musim kemarau lampau. Ini adalah akibat. Bukan sebab. Sebaliknya, ke-tidak-siaga-an kita di musim hujan ini, sekaligus mempertontonkan kegalauan dan ke-tidak-siap-an kita pula menghadapi musim kemarau tahun ini yang tak berapa lama akan mejelang. Walhasil, kita akan mengulangi kebodohan-kebodohan yang sama, yang menyiksa dan menyesakkan beragam generasi yang menumpang hidup di dataran rendah Riau yang kaya ini. Begitulah seterusnya dari tahun ke tahun. Kita tak lagi mempertonton, tetapi sudah masuk pada tahap memamerkan (ekspo) kebodohan dan ketololan mengenai kecerobohan dan tabiat buruk kita terhadap lingkungan. Maka, dari pada memikirkan banjir, elok lah kita memikirkan bagaimana menghadapi musim kemarau yang bakal dipenuhi asap yang membumbung dan meresap ke nadi-nadi kehidupan kita sehari-hari.

- Advertisement -

Kenapa demikian? Marilah dengan jernih kita melihat keteguhan penegakan hukum terhadap mereka yang menceroboh lingkungan kala musim kemarau dengan cara membakar lahan dan hutan, sampai hari ini kita pun tak memperoleh berita yang pasti. Malah di Pengadilan Negeri Palembang, perusahan yang sudah jelas-jelas membakar lahan, dibebaskan dari dakwa. Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, hilang akal dibuatnya. Berkaca dari kasus dan kejadian ini, maka jangan berharap kita akan menikmati musim kemarau dengan tenang yang sekitar 4 bulan lagi akan menjadi monster bagi kehidupan. Kejahatan lingkungan tidak dianggap sebagai kejahatan luar biasa. Dia hanya dianggap sebagai perbuatan bajik, karena di dalam peristiwa membakar dan membuka lahan, ada kejadian yang hinggap dan dinanti-nantikan, yakni kejadian menanam. Peristiwa menanam adalah peristiwa ‘penciptaan’ yang menjadi domain Tuhan. Dengan menanam, kita sekaligus ‘mencipta’ makhluk hidup yang menjadi domain Tuhan. Namun, kejadian mencipta ini didahului dengan perbuatan membunuh dan menghancurkan kehidupan sebelumnya dengan cara membakar. Sehingga tugas ‘penciptaan’ dari peristiwa menanam itu tak sebanding dengan kehilangan sumberdaya hayati melalui peristiwa membakar lahan. Di sinilah kecerobohan itu bermula dan berpangkal.

Semestinya, alangkah elok kita menanam dengan tidak menghancur sumber daya tumbuhan dan plasma nutfah yang terkandung di dalam hutan. Sebab, plasma nutfah itu bukanlah tanaman (atau yang ditanam, termasuk hewan dan jasad renik). Tetapi berwujud rupa dalam jajaran tumbuhan (sesuatu yang terberikan oleh alam atas kehendak Yang Maha Kuasa). Di sinilah beda tanaman dan tumbuhan. Sesuatu yang tumbuh berpembawaan ‘terberikan’ dan mengikut jalan alam. Sedangkan tanaman adalah sebuah kerja dalam desain manusia, dalam rencana manusia yang diizinkan Tuhan menurut hukum alam dari tugas penciptaan makhluk itu sendiri. Kita selama ini memanfaat musim kemarau dengan peristiwa menanam, namun lupa merawat tumbuhan, sengaja alpa menjaga tumbuhan, seraya membesar dan meliarkan nafsu daya ‘penghancur’ yang dimiliki oleh manusia selaku “haiwan” perusak dan pemusnah muka bumi. Maka, ketika musim hujan, lontarkanlah ingatan ke musim kemarau. Begitu juga sebaliknya, ketika musim kemarau,  lontarkanlah ingatan kita ke musim hujan. Agar kehidupan ini berlangsung dalam keinsyafan nan bajik dan serba bijak.***  

- Advertisement -

 

Kala musim hujan, maka ingatan jangan tertumpu pada banjir semata. Banjir adalah judu dari hujan. Bukan sesuatu yang aneh. Dia memang bagian dari musim itu sendiri. Namun, kita hendaknya melontar ingatan kita pada sebuah musim yang berseberangan dengan keadaan yang sedang kita jalani hari ini, yaitu musim kemarau. Mengingat musim kemarau di kala musim hujan lebih indah berbanding memikirkan banjir di musim hujan. Kenapa? Karena musim kemarau lampau nan panjang dan melelah itu, tak saja kering dan kerontang, tetapi kehidupan kita dibungkus jerebu asap. Kehidupan kita seakan dipanggang dari waktu ke waktu. Yang ada dalam fikiran saat itu, bagaimana evakuasi, bagaimana meninggalkan kampung, atau meninggalkan kota ini agar bisa menghirup udara yang segar dengan kadar oksigen yang sempurna.

Kalau kita memikirkan banjir saat ini, dia adalah sebuah akibat dari kecerobohan kita di musim kemarau lampau. Ini adalah akibat. Bukan sebab. Sebaliknya, ke-tidak-siaga-an kita di musim hujan ini, sekaligus mempertontonkan kegalauan dan ke-tidak-siap-an kita pula menghadapi musim kemarau tahun ini yang tak berapa lama akan mejelang. Walhasil, kita akan mengulangi kebodohan-kebodohan yang sama, yang menyiksa dan menyesakkan beragam generasi yang menumpang hidup di dataran rendah Riau yang kaya ini. Begitulah seterusnya dari tahun ke tahun. Kita tak lagi mempertonton, tetapi sudah masuk pada tahap memamerkan (ekspo) kebodohan dan ketololan mengenai kecerobohan dan tabiat buruk kita terhadap lingkungan. Maka, dari pada memikirkan banjir, elok lah kita memikirkan bagaimana menghadapi musim kemarau yang bakal dipenuhi asap yang membumbung dan meresap ke nadi-nadi kehidupan kita sehari-hari.

Kenapa demikian? Marilah dengan jernih kita melihat keteguhan penegakan hukum terhadap mereka yang menceroboh lingkungan kala musim kemarau dengan cara membakar lahan dan hutan, sampai hari ini kita pun tak memperoleh berita yang pasti. Malah di Pengadilan Negeri Palembang, perusahan yang sudah jelas-jelas membakar lahan, dibebaskan dari dakwa. Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, hilang akal dibuatnya. Berkaca dari kasus dan kejadian ini, maka jangan berharap kita akan menikmati musim kemarau dengan tenang yang sekitar 4 bulan lagi akan menjadi monster bagi kehidupan. Kejahatan lingkungan tidak dianggap sebagai kejahatan luar biasa. Dia hanya dianggap sebagai perbuatan bajik, karena di dalam peristiwa membakar dan membuka lahan, ada kejadian yang hinggap dan dinanti-nantikan, yakni kejadian menanam. Peristiwa menanam adalah peristiwa ‘penciptaan’ yang menjadi domain Tuhan. Dengan menanam, kita sekaligus ‘mencipta’ makhluk hidup yang menjadi domain Tuhan. Namun, kejadian mencipta ini didahului dengan perbuatan membunuh dan menghancurkan kehidupan sebelumnya dengan cara membakar. Sehingga tugas ‘penciptaan’ dari peristiwa menanam itu tak sebanding dengan kehilangan sumberdaya hayati melalui peristiwa membakar lahan. Di sinilah kecerobohan itu bermula dan berpangkal.

Semestinya, alangkah elok kita menanam dengan tidak menghancur sumber daya tumbuhan dan plasma nutfah yang terkandung di dalam hutan. Sebab, plasma nutfah itu bukanlah tanaman (atau yang ditanam, termasuk hewan dan jasad renik). Tetapi berwujud rupa dalam jajaran tumbuhan (sesuatu yang terberikan oleh alam atas kehendak Yang Maha Kuasa). Di sinilah beda tanaman dan tumbuhan. Sesuatu yang tumbuh berpembawaan ‘terberikan’ dan mengikut jalan alam. Sedangkan tanaman adalah sebuah kerja dalam desain manusia, dalam rencana manusia yang diizinkan Tuhan menurut hukum alam dari tugas penciptaan makhluk itu sendiri. Kita selama ini memanfaat musim kemarau dengan peristiwa menanam, namun lupa merawat tumbuhan, sengaja alpa menjaga tumbuhan, seraya membesar dan meliarkan nafsu daya ‘penghancur’ yang dimiliki oleh manusia selaku “haiwan” perusak dan pemusnah muka bumi. Maka, ketika musim hujan, lontarkanlah ingatan ke musim kemarau. Begitu juga sebaliknya, ketika musim kemarau,  lontarkanlah ingatan kita ke musim hujan. Agar kehidupan ini berlangsung dalam keinsyafan nan bajik dan serba bijak.***  

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya