Jumat, 28 Juni 2024

Bawaslu Dorong Jokowi Revisi UU Pilkada

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Desakan untuk melakukan revisi terhadap Undang-undang 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) telah sampai ke telinga Presiden Joko Widodo. Usulan tersebut disampaikan Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) saat menemui Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin (28/8).

 

- Advertisement -

Ketua Bawaslu Abhan me­ngatakan, pertemuan se­jatinya dalam rangka penyampaian hasil Pemilu 2019. Selain ke DPR, Bawaslu juga wajib melaporkan ke pemerintah. Namun, pihaknya memanfaatkan untuk menyampaikan persiapan pilkada serentak tahun 2020.

"Baik dari sisi kelembagaan, dan juga dari sisi regulasi," ujarnya usai pertemuan.

Abhan menjelaskan, pihak­nya mengusulkan dilakukan revisi UU Pilkada pada beberapa pasal. Yang pertama, adalah perubahan nomenklatur kelembagaan Bawaslu. Pasalnya, desain dan kewenangan Bawaslu antara UU Pilkada dengan UU Pemilu berbeda. Di UU Pilkada, jajarannya di daerah masih disebut Panwaslu. Berbeda dengan UU Pemilu yang sudah Bawaslu menyusul ditetapkan sebagai lembaga tetap. Dengan adanya revisi, maka posisinya akan lebih jelas.

- Advertisement -
Baca Juga:  Demokrat Tolak Pilpres dan Pilkada Dipilih Dewan

Selain itu, pasal lain yang perlu diubah adalah ketentuan soal syarat calon kepala daerah yang berstatus mantan terpidana korupsi. Menurutnya, UU Pilkada perlu mengatur secara tegas pelarangannya. Sebab, saat ini hanya diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). "Kalau PKPU nanti, norma undang-undangnya masih membolehkan, nanti jadi masalah kembali," imbuhnya.

Hal itu juga berkaca dari pengalaman Pemilihan Legislatif tahun ini, di mana PKPU melarang Terpidana Korupsi, namun putusan Mahkamah Agung memperbolehkan dengan mempertimbangkan UU Pemilu yang ada. "Lha itu jangan sampai terulang," kata mantan Ketua Bawaslu Jawa Tengah tersebut. Sebab, pelarangan terhadap mantan terpidana korupsi untuk maju dalam kontestasi Pilkada menjadi hal yang penting demi menciptakan integritas.

Baca Juga:  Pasangan Birokrat, Masrul dan Yulian Berusaha Solid

Terkait desain revisinya, Abhan mengusulkan agar dilakukan revisi terbatas jika waktu yang tersisa dinilai tidak mencukupi. Namun jika ada komitmen menggarap cepat, bisa dilakukan revisi menyeluruh.

"Kami tadi melakukan usulan itu kepada pemerintah, dan kami juga menyerahkan naskah akademik atas usulan revisi," terangnya.

Presiden Jokowi, kata Abhan, merespon baik usulan revisi. Bahkan, dalam pandangan Presiden, perlu juga direvisi terkait lamanya masa kampanye. Waktu kampanye yang terlalu panjang dinilai tidak efektif.

Pria kelahiran Pekalongan itu menuturkan, semua usulan tersebut akan dikoordinasikan lebih lanjut dengan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sebagai leading sector. "Kemudian berkomunikasi lebih lanjut dengan DPR RI," pungkasnya.(far/jrr)

Laporan: JPG

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Desakan untuk melakukan revisi terhadap Undang-undang 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) telah sampai ke telinga Presiden Joko Widodo. Usulan tersebut disampaikan Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) saat menemui Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin (28/8).

 

Ketua Bawaslu Abhan me­ngatakan, pertemuan se­jatinya dalam rangka penyampaian hasil Pemilu 2019. Selain ke DPR, Bawaslu juga wajib melaporkan ke pemerintah. Namun, pihaknya memanfaatkan untuk menyampaikan persiapan pilkada serentak tahun 2020.

"Baik dari sisi kelembagaan, dan juga dari sisi regulasi," ujarnya usai pertemuan.

Abhan menjelaskan, pihak­nya mengusulkan dilakukan revisi UU Pilkada pada beberapa pasal. Yang pertama, adalah perubahan nomenklatur kelembagaan Bawaslu. Pasalnya, desain dan kewenangan Bawaslu antara UU Pilkada dengan UU Pemilu berbeda. Di UU Pilkada, jajarannya di daerah masih disebut Panwaslu. Berbeda dengan UU Pemilu yang sudah Bawaslu menyusul ditetapkan sebagai lembaga tetap. Dengan adanya revisi, maka posisinya akan lebih jelas.

Baca Juga:  Ketua PAC Gerindra: Dewan Fokus ke Rakyat, Jangan Proyek

Selain itu, pasal lain yang perlu diubah adalah ketentuan soal syarat calon kepala daerah yang berstatus mantan terpidana korupsi. Menurutnya, UU Pilkada perlu mengatur secara tegas pelarangannya. Sebab, saat ini hanya diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). "Kalau PKPU nanti, norma undang-undangnya masih membolehkan, nanti jadi masalah kembali," imbuhnya.

Hal itu juga berkaca dari pengalaman Pemilihan Legislatif tahun ini, di mana PKPU melarang Terpidana Korupsi, namun putusan Mahkamah Agung memperbolehkan dengan mempertimbangkan UU Pemilu yang ada. "Lha itu jangan sampai terulang," kata mantan Ketua Bawaslu Jawa Tengah tersebut. Sebab, pelarangan terhadap mantan terpidana korupsi untuk maju dalam kontestasi Pilkada menjadi hal yang penting demi menciptakan integritas.

Baca Juga:  Debat Seru Paslon Pilkada Kuansing

Terkait desain revisinya, Abhan mengusulkan agar dilakukan revisi terbatas jika waktu yang tersisa dinilai tidak mencukupi. Namun jika ada komitmen menggarap cepat, bisa dilakukan revisi menyeluruh.

"Kami tadi melakukan usulan itu kepada pemerintah, dan kami juga menyerahkan naskah akademik atas usulan revisi," terangnya.

Presiden Jokowi, kata Abhan, merespon baik usulan revisi. Bahkan, dalam pandangan Presiden, perlu juga direvisi terkait lamanya masa kampanye. Waktu kampanye yang terlalu panjang dinilai tidak efektif.

Pria kelahiran Pekalongan itu menuturkan, semua usulan tersebut akan dikoordinasikan lebih lanjut dengan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sebagai leading sector. "Kemudian berkomunikasi lebih lanjut dengan DPR RI," pungkasnya.(far/jrr)

Laporan: JPG

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari