PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Pandemi covid-19 tidak menjadi hambatan untuk berlangsungnya pemilihan kepala daerah (Pilkada). Riau misalnya, yang saat ini pilkada berjalan di sembilan kabupaten/kota.
Tak hanya itu, isu gambut pun menarik untuk dibahas saat pilkada. Sebab, Riau menjadi daerah yang kaya akan lahan gambut. Bahkan, di Pekanbaru khususnya Kecamatan Payung Sekaki daerah nya memiliki cukup lahan gambut.
Berbicara pilkada dan gambut, Youth for Peathland (YFP) sebuah komunitas yang berfokus pada edukasi publik tantang pentingnya menjaga kesehatan gambut, menaja acara bertema "pilkada dan gambut" yang diselenggarakan di Universitas Islam Riau (UIR) secara virtual.
Acara yang dibuka oleh host Virta Ihsanul dari YFP menyebut, peningkatan pengetahuan tentang gambut adalah tujuan kampanye YFP. Dalam pada itu, pemimpin daerah yang bervisi melindungi gambut menjamin pengelolaan ekosistem gambut berkelanjutan yang bermanfaat secara ekonomi maupun sosial bagi masyarakat.
"Untuk itu menentukan pemimpin daerah yang tepat berarti menentukan masa depan pembangunan di daerah tersebut, apakah akan melindungi gambut atau justru merusak gambut. Sebab fakta di lapangan jelang pilkada karhutla pun terjadi," katanya saat memulai acara.
Lebih dari itu, bahaya ISPA bagi masyarakat terpapar kabut asap karhutla menjadi dua kali lipat karena adanya masa pandemi covid-19. Selanjutnya, giat dimoderatori oleh Theo Surbakti dari Rumah Millenial Indonesia. Sementara itu acara dihadiri oleh Wakil Rektor I Bidang Akademik, Dr. H Syafhendri, M. Si
"Saya ucapkan terima kasih dan sangat mendukung dengan kegiatan ini. Sehingga, masyarakat luas khususnya millenial yang tergabung dalam acara virtual ini bisa memilih kepala daerah sesuai dengan visi misi yang mengarah ke gambut," terangnya.
Adapun pemateri Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UIR Dr Syahrul Akmal Latif MSi, Dinas Lingkungan Hidup Riau Dr Prayono S Hut MT, dan Golongan Hutan Yesaya Hardiyanto.
"Siapapun penyulut api harus dipidana," tegas Dekan Fisipol saat membuka materi bertajuk pembakaran lahan gambut dalam pandangan akademisi.
Dilanjutkannya, polusi udara yang diakibatkan kebakaran dari lahan gambut tidak hanya mengganggu kehidupan manusia, namun juga mengorbankan masyarakat sekitar serta makhluk hidup lainnya. Sehingga, negara tetangga bukan menyebut asap namun jerebu karena ada partikel kimia lain yang turut terbakar.
"Siapa yang bertanggung jawab akan hal ini? Penelitian Kriminolog menjelaskan bahwa apakah sengaja atau tidak sengaja dalam menyulut api, mereka telah membuat kebakaran lahan dan gambut tumbuh subur dan harus dipidana. Jika berkaitan dengan musim pilkada harus ditelusuri apakah berkaitan dengan cukong-cukong. Nah, ini yang penting," tegas Syahrul.
Dalam hal ini pula, sektor perkebunan menciptakan krisis ini dengan mengeringkan lahan gambut untuk memproduksi bubur kertas dan kelapa sawit. Sementara itu, pihak yang paling bertanggung jawab yaitu pemerintah.
"Pemerintah memberikan hutan dan lahan gambut yang rentan terbakar kepada perusahaan serta menutup mata terhadap maraknya pengrusakan secara ilegal. Oleh karena itu, daerah yang sedang melangsungkan pilkada harus dilihat siapa sponsor dibalik dirinya. Kemudian tanyakan komitmennya terhadap lingkungan. Jika perusahaan pengrusak lingkungan siap-siap sajalah, Riau rusak lingkungan baik hutan maupun abrasi di sekitar daerah pulau," ungkapnya.
Materi selanjutnya oleh Dr Prayoto yang memaparkan tentang ancaman kebakaran lahan gambut di Riau serta pengawasan oleh Polisi Hutan. Menurutnya, polisi hutan pun harus tegas dalam menjalankan tugas dan fungsi nya di lapangan.
Pemateri terakhir Yesaya menuturkan, potensi kerugian negara akibat korupsi SDA yang menurutnya setara dengan anggaran untuk program kesehatan 147 juta penduduk, bantuan pangan 31.2 juta keluarga miskin, dan beasiswa bidikmisi untuk 4 juta penerima. "Dalam hal ini juga pentingnya peran millenial terhadap masalah hutan dan gambut. Tetap awasi proses kepala daerah dalam hal pilkada," tegasnya.
Laporan: Sofiah (Pekanbaru)
Editor: E Sulaiman