Jumat, 22 November 2024

KPU Kumpulkan Kasus Eks Koruptor dalam Pilkada

- Advertisement -

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Meski mendapat penolakan bertubi-tubi dari parlemen, KPU bersikukuh mencantumkan larangan eks terpidana korupsi mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020. Larangan tersebut tetap diatur dalam peraturan KPU (PKPU).

Ketua KPU Arief Budiman menjelaskan, pihaknya menemukan novum baru yang bisa menguatkan aturan itu. Pihaknya tidak khawatir dengan banyaknya penolakan dari DPR. 

- Advertisement -

”Saya kira bukan penolakan ya. Komisi II hanya meminta peraturan KPU diselaraskan dengan undang-undang (UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, Red),” katanya di Jakarta kemarin (13/11).

Menurut Arief, pihaknya menemukan fakta-fakta baru yang bisa memperkuat argumen KPU itu. Fakta baru, papar dia, terkait dengan sejumlah calon kepala daerah yang bertarung di pilkada, kemudian menang. Namun, yang bersangkutan akhirnya ditahan KPK karena terjerat kasus korupsi.

Fakta tersebut jelas merugikan masyarakat sebagai pemilih. Masyarakat memilih calon A, tapi ternyata yang menjalankan roda pemerintahan adalah orang lain. ”Ini kan merugikan publik sebagai pemilih,” tuturnya.

- Advertisement -

Salah satunya mengacu pemilihan bupati (pilbup) Tulungagung. Dalam kontestasi pilkada 2018, Syahri Mulyo terpilih sebagai bupati Tulungagung untuk periode kedua. Namun, kini dia gagal menjabat karena divonis sepuluh tahun penjara.

Baca Juga:  Sejumlah Partai Baru Segera Daftar ke Kemenkum HAM

Ada juga kasus pemilihan gubernur (pilgub) Maluku Utara. Dalam pilkada 2018, mantan Bupati Sula Ahmad Hidayat Mus memenangi pilgub. Namun, yang bersangkutan gagal dilantik karena ditahan KPK.

Ada juga kepala daerah yang bekas terpidana korupsi di periode pertama pemerintahannya. Namun, pada periode kedua menjabat, yang bersangkutan kembali ditangkap KPK karena korupsi juga. Itu merujuk kasus Bupati Kudus M. Tamzil yang terjerat KPK Juli lalu dalam kasus jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Kudus.

Sebelumnya Tamzil juga mendekam di penjara karena kasus korupsi dana bantuan sarana dan prasarana pendidikan Kabupaten Kudus tahun anggaran 2004. ”Seharusnya pada periode berikutnya diberi kesempatan bertobat. Tetapi, dengan kasus ini, sekarang gugur lagi argumentasi tersebut,” jelas Arief.

Anggota KPU Ilham Saputra menambahkan, deretan novum itu bisa menjadi alasan yang kuat sehingga penting untuk dimasukkan dalam PKPU agar memberikan menu yang baik bagi calon-calon pemimpin daerah ke depan. ”Masyarakat juga punya komplain. Ini (PKPU, Red) adalah salah satu aspirasi dari masyarakat,” kata dia.

Soal kemungkinan adanya pihak yang akan melakukan uji materi (judicial review) PKPU ke Mahkamah Agung, pihaknya sama sekali tidak khawatir. Sebab, melayangkan gugatan adalah hak warga negara. ”Silakan saja. Itu kan hak semua orang,” ucapnya.

Baca Juga:  Kader Gerindra Puji Langkah Airlangga Bangun Koalisi Indonesia Bersatu

Rencana memasukkan larangan eks koruptor maju pilkada dalam PKPU mendapat perlawanan sengit dari DPR. Anggota Komisi II DPR Hugua meminta KPU tidak membuat aturan sendiri. Dia berharap KPU berkonsentrasi saja pada tugasnya agar pilkada tahun depan bisa berjalan lancar. ”Jangan bikin ketentuan baru lah,” cetus Hugua dalam sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, kemarin.

Dikatakan, dengan membuat PKPU yang melarang mantan napi korupsi maju pilkada, KPU telah melampaui kewenangannya. Menurut Hugua, lembaga tersebut telah berubah menjadi lembaga peradilan. ”Ini kan menyangkut hak politik seseorang,” tegas politikus PDIP itu.

Anggota Fraksi PPP Achmad Baidowi mengaku bisa memahami niat baik KPU untuk menjaring kepala daerah yang kredibel. Namun, imbuh dia, PKPU sebaiknya tidak sampai bertabrakan dengan UU di atasnya. ”KPU adalah pelaksana undang-undang. Bukan penafsir undang-undang. Lakukanlah tugas sesuai tupoksi,” imbuh wakil ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR itu.

Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Meski mendapat penolakan bertubi-tubi dari parlemen, KPU bersikukuh mencantumkan larangan eks terpidana korupsi mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020. Larangan tersebut tetap diatur dalam peraturan KPU (PKPU).

Ketua KPU Arief Budiman menjelaskan, pihaknya menemukan novum baru yang bisa menguatkan aturan itu. Pihaknya tidak khawatir dengan banyaknya penolakan dari DPR. 

- Advertisement -

”Saya kira bukan penolakan ya. Komisi II hanya meminta peraturan KPU diselaraskan dengan undang-undang (UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, Red),” katanya di Jakarta kemarin (13/11).

Menurut Arief, pihaknya menemukan fakta-fakta baru yang bisa memperkuat argumen KPU itu. Fakta baru, papar dia, terkait dengan sejumlah calon kepala daerah yang bertarung di pilkada, kemudian menang. Namun, yang bersangkutan akhirnya ditahan KPK karena terjerat kasus korupsi.

- Advertisement -

Fakta tersebut jelas merugikan masyarakat sebagai pemilih. Masyarakat memilih calon A, tapi ternyata yang menjalankan roda pemerintahan adalah orang lain. ”Ini kan merugikan publik sebagai pemilih,” tuturnya.

Salah satunya mengacu pemilihan bupati (pilbup) Tulungagung. Dalam kontestasi pilkada 2018, Syahri Mulyo terpilih sebagai bupati Tulungagung untuk periode kedua. Namun, kini dia gagal menjabat karena divonis sepuluh tahun penjara.

Baca Juga:  LaNyalla Terima Gelar Kekerabatan Datuk Sri Wira Utama Diraja

Ada juga kasus pemilihan gubernur (pilgub) Maluku Utara. Dalam pilkada 2018, mantan Bupati Sula Ahmad Hidayat Mus memenangi pilgub. Namun, yang bersangkutan gagal dilantik karena ditahan KPK.

Ada juga kepala daerah yang bekas terpidana korupsi di periode pertama pemerintahannya. Namun, pada periode kedua menjabat, yang bersangkutan kembali ditangkap KPK karena korupsi juga. Itu merujuk kasus Bupati Kudus M. Tamzil yang terjerat KPK Juli lalu dalam kasus jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Kudus.

Sebelumnya Tamzil juga mendekam di penjara karena kasus korupsi dana bantuan sarana dan prasarana pendidikan Kabupaten Kudus tahun anggaran 2004. ”Seharusnya pada periode berikutnya diberi kesempatan bertobat. Tetapi, dengan kasus ini, sekarang gugur lagi argumentasi tersebut,” jelas Arief.

Anggota KPU Ilham Saputra menambahkan, deretan novum itu bisa menjadi alasan yang kuat sehingga penting untuk dimasukkan dalam PKPU agar memberikan menu yang baik bagi calon-calon pemimpin daerah ke depan. ”Masyarakat juga punya komplain. Ini (PKPU, Red) adalah salah satu aspirasi dari masyarakat,” kata dia.

Soal kemungkinan adanya pihak yang akan melakukan uji materi (judicial review) PKPU ke Mahkamah Agung, pihaknya sama sekali tidak khawatir. Sebab, melayangkan gugatan adalah hak warga negara. ”Silakan saja. Itu kan hak semua orang,” ucapnya.

Baca Juga:  MK Tolak Gugatan HK di Pilkada Kuansing 2020

Rencana memasukkan larangan eks koruptor maju pilkada dalam PKPU mendapat perlawanan sengit dari DPR. Anggota Komisi II DPR Hugua meminta KPU tidak membuat aturan sendiri. Dia berharap KPU berkonsentrasi saja pada tugasnya agar pilkada tahun depan bisa berjalan lancar. ”Jangan bikin ketentuan baru lah,” cetus Hugua dalam sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, kemarin.

Dikatakan, dengan membuat PKPU yang melarang mantan napi korupsi maju pilkada, KPU telah melampaui kewenangannya. Menurut Hugua, lembaga tersebut telah berubah menjadi lembaga peradilan. ”Ini kan menyangkut hak politik seseorang,” tegas politikus PDIP itu.

Anggota Fraksi PPP Achmad Baidowi mengaku bisa memahami niat baik KPU untuk menjaring kepala daerah yang kredibel. Namun, imbuh dia, PKPU sebaiknya tidak sampai bertabrakan dengan UU di atasnya. ”KPU adalah pelaksana undang-undang. Bukan penafsir undang-undang. Lakukanlah tugas sesuai tupoksi,” imbuh wakil ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR itu.

Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari