JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Kementerian Dalam Negeri mulai mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) untuk mengisi posisi penjabat (Pj) kepala daerah. Kemendagri meminta masukan daerah terkait dengan nama-nama Pj kepala daerah yang akan dipilih.
Permintaan itu disampaikan melalui surat Dirjen Otonomi Daerah kepada para gubernur. Di situ, gubernur dipersilakan merekomendasikan nama-nama yang bisa menempati posisi PJ kepala daerah. Yakni, sebagai pengganti bupati/wali kota di wilayah masing-masing.
Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Benny Irwan membenarkan hal itu. Dia menuturkan, untuk mendapatkan perspektif yang lengkap, pihaknya membutuhkan pandangan dari daerah. Untuk itu, gubernur bisa menyampaikan masukan.
Masukan dari bawah nanti ditampung dan dipertimbangkan. "Selanjutnya dipertimbangkan dan ditetapkan sebagai penjabat kepala daerah," ujarnya kemarin (13/4).
Untuk PJ gubernur, lanjut Benny, keran masukan juga sudah dibuka. Organisasi masyarakat pun diperkenankan menyampaikan nama-nama yang dinilai mumpuni. "Jadi masukan berbagai pihak, termasuk dari ormas di pusat dan daerah," tuturnya.
Guru Besar UIN Jakarta Azyumardi Azra berharap mekanisme pengangkatan PJ Kada oleh pemerintah pusat bisa diubah. Dia menilai mekanisme itu bisa merusak sistem desentralisasi yang sudah disepakati. Mengingat masa jabatan PJ kepala daerah kali ini akan panjang.
"Otonomi daerah juga surut. Ini gejala resentralisasi," ujarnya. Padahal, desentralisasi dan otonomi daerah merupakan salah satu cita-cita reformasi.
Bukan hanya itu, penunjukan oleh pusat juga riskan. Dia menilai situasinya akan jauh lebih buruk jika PJ kepala daerah dipilih sesuai kepentingan penguasa.
Ketimbang dipilih pusat, Azyumardi mengusulkan agar masa jabatan kepala daerah definitif diperpanjang. Dia menilai opsi tersebut lebih legitimated secara politik. "Karena mereka dipilih oleh rakyat. Kalau diganti oleh presiden dan Mendagri menjadi daulat rezim," imbuhnya.(far/c19/bay/jrr).
Laporan JPG, Jakarta