JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Sejumlah anggota Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) menyoroti kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam pencalonan kepala daerah. Mereka menuding KPU ikut berkontribusi terhadap maraknya pilkada kotak kosong.
Anggota Fraksi PDIP Masinton Pasaribu mengatakan, pasca putusan Mahkamah Konstitusi yang menurunkan ambang batas, ada sejumlah partai berupaya keluar dari koalisi gemuk. Oleh karenanya, pada masa perpanjangan pendaftaran di 43 daerah, sejumlah koalisi berupaya memecahkan diri.
Salah satunya PDIP dan Partai Buruh di Kabupaten Tapanuli Tengah. Masinton tadinya sudah hendak mendaftar bersama Mahmud Effendi Lubis. Namun, saat mendaftar, ditolak KPU Tapanuli Tengah. “Alasannya apa, alasan Silon (Sistem Informasi Pencalonan),” ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi II DPR RI di Senayan, Jakarta, tadi malam (10/9).
Diakuinya, pihaknya memang belum menuntaskan proses di Silon. Namun, Marsinton menekankan, Silon hanyalah alat bantu. Di sisi lain, pihaknya telah membawa dokumen fisik berkas dukungan dari partai. Oleh karenanya, dia menilai secara prosedur tahapan pendaftaran bermasalah. ”Kita minta supaya dimasukkan dalam usulan agar diatensi dalam segi supervisi oleh KPU RI,” imbuhnya.
Anggota Fraksi PDIP lainnya, Endro Suswantoro Yahman, juga menyoroti hal senada yang terjadi di Lampung Timur. Calon dari PDIP diganjal sehingga terjadi calon tunggal. Endro menyoroti petunjuk teknis (juknis) KPU yang dinilai bermasalah. Yakni, terkait kewajiban surat persetujuan dari koalisi yang lama untuk menarik dukungan dan mengajukan calon sendiri.
Menanggapi protes itu, Komisioner KPU Idham Holik mengakui bahwa KPU memang mengeluarkan juknis yang mewajibkan adanya surat persetujuan koalisi yang awal. Pasalnya, saat awal pendaftaran juga melakukan tanda tangan pada rekomendasi yang melibatkan semua partai. Sehingga, kalau keluar, perlu juga persetujuan. “Didasari kesepakatan politik,” tuturnya. Bagi yang merasa dirugikan disilakan KPU lapor ke Bawaslu.(jpg)