JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Wacana menduetkan kembali Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri dengan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 merupakan wacana yang tidak produktif bagi demokrasi.
Hal itu disampaikan pengamat politik dari Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam. Menurut dia, jika hal itu direalisasikan, menurutnya, PDIP dan Gerindra sama saja tidak memberikan ruang kepada calon pemimpin muda untuk tampil di Pilpres 2024.
"Tapi yang pasti nama lama tidak sehat secara demokrasi karena tidak memberikan ruang baru bagi calon pemimpin muda," ucap Khoirul di Jakarta, Selasa (8/6/2021).
"Saya harap Megawati dan PDIP menghitung rasional, kalau itu diajukan, saya pikir itu memaksakan diri. Kalau dipaksa tidak akan produktif secara politik dan bagi demokrasi," sambungnya.
Ia mengakui kepemilikan kursi DPR PDIP-Gerindra cukup untuk mengusung pasangan capres-cawapres di Pilpres 2024. Namun, Khoirul mengingatkan, hampir seluruh hasil survei menunjukkan bahwa Megawati tidak masuk dalam 10 tokoh dengan elektabilitas besar sebagai capres.
Menurutnya, PDIP dan Gerindra harus menanggung konsekuensi politik dari langkah tersebut. Ia juga mengingatkan bahwa langkah mengusung Megawati-Prabowo tidak menjamin memberikan PDIP dan Gerindra kemenangan di Pilpres 2024.
"Kalau PDIP-Gerindra merasa itu urgen untuk dilakukan, tapi ingat ada konsekuensi politik yang harus dihadapi. Artinya, itu tidak menjamin kuatnya elektabilitas karena masyarakat kita cenderung menghendaki pembaruan, semangat baru untuk mulai sesuatu yang baru," katanya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman, mengatakan bahwa semua opsi pasangan capres dan cawapres yang bakal diusung partainya di Pilpres 2024 masih terbuka. Termasuk, menduetkan Megawati dengan Prabowo.
Ia menyatakan Gerindra akan mempertimbangkan usulan yang disampaikan masyarakat.
"Saya pikir semua opsi masih terbuka, usulan dari masyarakat kita tampung, kita pikirkan," ucap sosok yang akrab disapa Habib itu kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin (7/6).
Ia mengataka, kader Gerindra masih ingin Prabowo mencalonkan diri kembali di Pilpres 2024. Namun, menurutnya, hal itu tergantung pada kesediaan Prabowo untuk maju di Pilpres 2024 atau tidak.
Diketahui, Megawati-Prabowo merupakan duet pasangan capres-cawapres di Pilpres 2009. Kala itu, pasangan Megawati-Prabowo hanya mendapat 26,79 persen suara atau kalah dari pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono yang meraup 60,8 persen suara.
Nama Prabowo masih masuk dalam bursa capres 2024. Dia bersama Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan menempati posisi tiga teratas dalam survei capres 2024 yang dilakukan Survei Parameter Politik Indonesia. Posisi tersebut diraih dengan catatan Joko Widodo tak ikut kembali bertarung dalam Pilpres 2024.
Survei dilakukan kepada 1.200 responden melalui telepolling pada 23-28 Mei 2021 dengan margin of error sekitar 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Prabowo memperoleh elektabilitas 18,3 persen. Persentase tersebut menurun dibandingkan survei serupa yang dilakukan Parameter Politik Indonesia pada Februari 2021. Kala itu, menteri pertahanan sekaligus ketua umum Gerindra itu mengantongi 22,1 persen suara responden.
Sumber: JPNN/News/CNN/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun