Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Saatnya Pemerintah Buat Kebijakan Pro Rakyat

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Demokrat, Syarief Hasan menolak keras keputusan pemerintah untuk menaikkan kembali iuran BPJS Kesehatan. Pasalnya masyarakat dibebankan pembayaran dua kali lipat dari besaran iuran awalnya.

"Di tengah situasi krisis akibat pandemi Covid-19, kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan semakin mempersulit dan membebani rakyat," ujar Syarief Hasan kepada wartawan, Kamis (2/6).

Menurut politisi senior Partai Demokrat itu, Iuran BPJS Kesehatan yang resmi dinaikan (1/7) telah menyiratkan kurang matangnya langkah pemerintah dalam mengatasi masalah BPJS. Sebab, persoalan defisit BPJS Kesehatan bukan hanya tentang iuran, tetapi juga tentang tata kelola.

Puskesmas dan klinik sebagai faskes tingkat I tidak mampu menurunkan tingkat rujukan ke faskes tingkat selanjutnya, sehingga 85 persen pembiayaan BPJS Kesehatan lari ke rumah sakit. Hal inilah yang menyebabkan pembengkakan pembiayaan BPJS, sampai menimbulkan defisit.

"Solusi menaikkan iuran BPJS Kesehatan tidak menjawab persoalan utama yang dialami oleh BPJS Kesehatan yang tata kelolanya memang kurang baik. Justru kenaikan ini malah akan menimbulkan masalah baru di tengah situasi genting akibat Pandemi Covid-19," ungkap Syarief Hasan kepada wartawan, Kamis (2/6).

Baca Juga:  Eks Koruptor dan Pelaku KDRT Bakal Dilarang Ikut Pilkada

Bukan hanya itu, lanjut Syarief, langkah pemerintah menaikkan kembali BPJS Kesehatan menyiratkan kurangnya komitmen pemerintah dalam penghormatan hukum di Indonesia.

Sebab, pada (9/3), Mahkamah Agung membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan setelah Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) menggugat Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan menyangkut kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Sehingga, berdasarkan putusan MA, iuran BPJS Kesehatan kembali seperti semula.

Namun, pemerintah melalui Perpres No.64 Tahun 2020 kembali menaikkan iuran tersebut. Angka kenaikannya pun tidak jauh berbeda dengan kenaikan yang dibatalkan oleh MA. Sehingga, langkah yang diambil tersebut terkesan tidak menghormati putusan lembaga kekuasaan kehakiman tertinggi di Indonesia yang bersifat final dan mengikat.

"Pemerintah harusnya memberikan keteladanan dengan menghormati putusan MA dan memperhatikan aspirasi dan harapan Rakyat Indonesia," ujarnya

Baca Juga:  Takut Orba Bangkit, Kontras Pertanyakan TNI/Polri Bisa Jadi Pj Kepala Daerah

Lebih lanjut, Syarief juga mengingatkan kembali kepada Pemerintah terkait Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

"Saat ini, banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan kesulitan hidup. Negara berkewajiban untuk melindungi kesehatan seluruh rakyat Indonesia. Bukan malah semakin membebani rakyat dengan menaikkan iuran," ungkapnya.

Karena itu, Ia mendorong Pemerintah untuk mencabut Perpres No.64 Tahun 2020 yang ditetapkan pada (5/5/2020) yang mengatur tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Sudah saatnya pemerintah harus membuat kebijakan yang pro terhadap rakyat Indonesia, bukan kebijakan yang kontraproduktif. Terutama di masa Pandemi Covid-19 yang belum jelas kapan akhirnya.

"Wujudkan amanat Pancasila dengan kehadiran negara untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," pungkasnya.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi

 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Demokrat, Syarief Hasan menolak keras keputusan pemerintah untuk menaikkan kembali iuran BPJS Kesehatan. Pasalnya masyarakat dibebankan pembayaran dua kali lipat dari besaran iuran awalnya.

"Di tengah situasi krisis akibat pandemi Covid-19, kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan semakin mempersulit dan membebani rakyat," ujar Syarief Hasan kepada wartawan, Kamis (2/6).

- Advertisement -

Menurut politisi senior Partai Demokrat itu, Iuran BPJS Kesehatan yang resmi dinaikan (1/7) telah menyiratkan kurang matangnya langkah pemerintah dalam mengatasi masalah BPJS. Sebab, persoalan defisit BPJS Kesehatan bukan hanya tentang iuran, tetapi juga tentang tata kelola.

Puskesmas dan klinik sebagai faskes tingkat I tidak mampu menurunkan tingkat rujukan ke faskes tingkat selanjutnya, sehingga 85 persen pembiayaan BPJS Kesehatan lari ke rumah sakit. Hal inilah yang menyebabkan pembengkakan pembiayaan BPJS, sampai menimbulkan defisit.

- Advertisement -

"Solusi menaikkan iuran BPJS Kesehatan tidak menjawab persoalan utama yang dialami oleh BPJS Kesehatan yang tata kelolanya memang kurang baik. Justru kenaikan ini malah akan menimbulkan masalah baru di tengah situasi genting akibat Pandemi Covid-19," ungkap Syarief Hasan kepada wartawan, Kamis (2/6).

Baca Juga:  KPU DKI Jakarta Mulai Tahapan Pilkada 2024

Bukan hanya itu, lanjut Syarief, langkah pemerintah menaikkan kembali BPJS Kesehatan menyiratkan kurangnya komitmen pemerintah dalam penghormatan hukum di Indonesia.

Sebab, pada (9/3), Mahkamah Agung membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan setelah Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) menggugat Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan menyangkut kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Sehingga, berdasarkan putusan MA, iuran BPJS Kesehatan kembali seperti semula.

Namun, pemerintah melalui Perpres No.64 Tahun 2020 kembali menaikkan iuran tersebut. Angka kenaikannya pun tidak jauh berbeda dengan kenaikan yang dibatalkan oleh MA. Sehingga, langkah yang diambil tersebut terkesan tidak menghormati putusan lembaga kekuasaan kehakiman tertinggi di Indonesia yang bersifat final dan mengikat.

"Pemerintah harusnya memberikan keteladanan dengan menghormati putusan MA dan memperhatikan aspirasi dan harapan Rakyat Indonesia," ujarnya

Baca Juga:  Beradu Program Pendidikan Murah dan Upah Layak

Lebih lanjut, Syarief juga mengingatkan kembali kepada Pemerintah terkait Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

"Saat ini, banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan kesulitan hidup. Negara berkewajiban untuk melindungi kesehatan seluruh rakyat Indonesia. Bukan malah semakin membebani rakyat dengan menaikkan iuran," ungkapnya.

Karena itu, Ia mendorong Pemerintah untuk mencabut Perpres No.64 Tahun 2020 yang ditetapkan pada (5/5/2020) yang mengatur tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Sudah saatnya pemerintah harus membuat kebijakan yang pro terhadap rakyat Indonesia, bukan kebijakan yang kontraproduktif. Terutama di masa Pandemi Covid-19 yang belum jelas kapan akhirnya.

"Wujudkan amanat Pancasila dengan kehadiran negara untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," pungkasnya.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari