JAKARTA (RIAUPOS.CO) – PSPS Riau memang sudah memberikan solusi untuk mengatasi tunggakan gaji 20 pemainnya pada musim 2018. Total tunggakan itu mencapai Rp781,5 juta. Gara-gara tunggakan tersebut, tim berjuluk Askar Bertuah itu terkena vonis NDRC. Mereka tidak boleh mendaftarkan pemain dalam tiga periode.
Melalui surat yang dilayangkan ke PT LIB, Direktur Utama PSPS Arsadianto Rachman memberikan solusi. Mereka akan membayar tunggakan lewat subsidi musim 2020. PSPS juga meminta PSSI mencabut sanksi.
PSPS ingin melakukan kroscek bersama antara data yang diterima Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI) dari laporan pemain dan fakta di lapangan. Sebab, PSPS menemukan ada angka yang tidak cocok antara laporan APPI dan data PSPS.
Nah, APPI menilai, opsi yang ditawarkan PSPS tersebut sangat aneh. Melalui kuasa hukumnya Riza Hufaida, APPI mempertanyakan penggunaan subsidi Liga 2 2020 untuk membayar utang musim 2018. Sebab, mekanisme klub yang menerima subsidi tidak seperti itu.
Riza menuturkan, sesuai dengan mekanisme, klub harus menyerahkan data administrasi bahwa klub yang bersangkutan sudah membayar hak pemain pada setiap bulan. Sebaliknya, subsidi dibayarkan pada tiap termin. Untuk musim ini, ada tujuh termin. Artinya, bagaimana bisa PSPS menggunakan subsidi 2020 jika tidak bisa memenuhi syarat administrasi untuk melunasi gaji pemain?
’’Itu memang terserah PSPS. Tapi, mekanismenya tidak seperti itu. Seperti menggampangkan masalah, melempar masalah, lalu tidak mau mengambil subsidi. Tidak seperti itu ya,’’ ujarnya.
Dia menerangkan, pemain memang tidak mau tahu dari mana uang untuk pelunasan. Mereka hanya ingin hak mereka dibayar secara tunai alias tidak dicicil.
Riza juga berharap LIB bersikap tegas. Sebab, LIB-lah yang mengeluarkan persyaratan bahwa klub bisa menerima subsidi jika memenuhi syarat administrasi pelunasan gaji pemain pada setiap terminnya. ’’Contoh, Sriwijaya FC musim lalu yang mengaku tidak bisa bayar gaji pemain karena LIB belum bayar subsidi. Itu salah. Kok sekarang mengulang seperti itu lagi,’’ kecamnya.
Dia juga heran melihat klub-klub yang belum menerima subsidi, tapi meminta LIB membayar utang lewat subsidi. ’’LIB saja belum bayar, bagaimana klub meminta LIB membayarkan utangnya? Logikanya di mana?’’ ungkapnya.
Logika lain, jika memang PSPS diperbolehkan menggunakan subsidi musim 2020, lantas apakah ada jaminan mereka tidak akan menunggak gaji lagi? Sebab, jika itu terjadi, setiap musim klub akan melakukan hal serupa. Berutang pada musim ini, lalu membayarnya dengan menggunakan subsidi musim baru.
Riza juga mengomentari soal kroscek. Jika PSPS minta kroscek data antara data APPI dan PSPS, menurut dia, itu sudah sangat telat. Seharusnya, itu dilakukan PSPS ketika APPI mengirimkan surat pertama saat dimintai klarifikasi mengenai pemain yang melapor belum menerima gaji. ’’Tapi, nyatanya tidak dijawab,’’ tegasnya.
Selain itu, ketika kasus tunggakan gaji 20 pemain musim 2018 tersebut diproses di NDRC, PSPS juga menerima undangan. Kenyataannya, mereka juga tidak datang. ’’Jadi, ya seharusnya dijawablah di situ. Tapi, nyatanya tidak,’’ lanjutnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman