JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat kemarin (30/10) mengeluarkan pernyataan dan imbauan untuk memboikot semua produk Prancis. Seruan itu menyusul pernyataan kontroversial Presiden Prancis Emmanuel Macron yang membela publikasi karikatur Nabi Muhammad SAW. Boikot dilakukan sampai Macron meminta maaf kepada umat Islam.
Surat MUI itu diteken Wakil Ketua Umum Muhyiddin Junaidi dan Sekjen MUI Anwar Abbas. MUI telah mencermati dan memperhatikan sikap Presiden Macron yang tidak menggubris sedikit pun peringatan dari umat Islam di penjuru dunia. "Bahkan yang bersangkutan tetap angkuh dan sombong dengan memuji sikap mereka yang menjunjung tinggi kebebasan berekspresi," kata Muhyiddin.
Surat tertanggal 30 Oktober itu tidak hanya berisi imbauan boikot. MUI juga meminta Presiden Joko Widodo untuk menarik sementara waktu Duta Besar Indonesia di Paris sampai Presiden Macron meminta maaf kepada umat Islam di dunia. MUI juga meminta penghentian tindakan penghinaan dan pelecehan Nabi Muhammad, termasuk pembuatan karikaturnya.
"MUI juga mengimbau kepada umat kiranya dalam menyampaikan aspirasi dilakukan secara damai dan beradab," tuturnya.
Pernyataan terbuka juga disampaikan PKS. Presiden PKS Ahmad Syaikhu menyatakan, partainya mengirim surat melalui Kedutaan Besar Prancis di Jakarta. Intinya, secara tegas meminta Macron menarik kembali pernyataan yang menghina Islam dan meminta maaf.
Sementara itu, pemerintah Prancis menaikkan level waspada teror ke tingkat tertinggi di seluruh penjuru negeri. Itu menyusul penyerangan di Gereja Notre-Dame, Nice, French Riviera, pada Kamis (29/10). Tiga orang tewas. Satu orang tewas karena luka tusukan dan dua lainnya karena digorok lehernya.
Belakangan pelaku diketahui bernama Brahim Aouissaoui (21), imigran asal Tunisia. Dia kini dirawat di Rumah Sakit Pasteur setelah menerima setidaknya enam tembakan dari polisi. Pihak kejaksaan menyatakan bahwa pelaku tidak masuk dalam radar pengawasan intelijen Prancis. Seorang pria 47 tahun yang kontak dengan Aouissaoui juga ditangkap.
Dilansir Agence France-Presse, penjagaan gereja dan sekolah-sekolah oleh patroli militer Prancis kini ditingkatkan dari 3 ribu menjadi 7 ribu prajurit. "Jelas ini adalah serangan terhadap Prancis. Kami tidak akan menyerah atas nilai-nilai yang kami miliki," ujar Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Penyelidikan kasus itu tidak hanya dilakukan di Prancis, tapi juga di tanah kelahiran pelaku, Tunisia. Kantor Kejaksaan Anti Terorisme Tunisia membuka penyelidikan atas dugaan tindak kejahatan terorisme oleh warga Tunisia di luar perbatasan nasional.
Sementara itu, Prancis banjir dukungan dan belasungkawa. Di antaranya dari Paus Fransiskus, PM Inggris Boris Johnson, Presiden AS Donald Trump, dan PM Australia Scott Morrison. "Saya berdoa untuk para korban, keluarga mereka, dan penduduk Prancis tercinta agar mereka menanggapi kejahatan dengan kebaikan," ujar Paus Fransiskus.
Di bagian lain, Kementerian Luar Negeri RI memastikan seluruh WNI di Prancis dalam kondisi aman. KBRI Paris dan KJRI Marseille secara aktif terus berkoordinasi dengan otoritas setempat.
Menurut Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) Indonesia untuk Perancis, Andorra, dan Monako Arrmanatha Nasir, saat ini tercatat ada 4.023 WNI di Prancis dan 25 orang di antaranya berada di Nice.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi