MOSKOW (RIAUPOS.CO) – Rusia mengerahkan kekuatannya untuk menguasai wilayah Donbas. Pada Ahad (29/5/2022) pertempuran di wilayah tersebut kian sengit. Mereka menyerang kota-kota utama seperti Severodonetsk dan Lysychansk.
Gubernur Luhansk Sergiy Gaiday bahkan mengungkapkan bahwa situasi di Lysychansk memburuk.
”Bom Rusia jatuh di permukiman warga. Seorang gadis tewas dan empat lainnya dirawat di rumah sakit,” ujarnya seperti dikutip Agence France-Presse.
Pertempuran di jalanan kian banyak terjadi. Jaringan listrik dan layanan telepon terputus. Listrik yang sebagian tidak beroperasi membuat aliran air bersih ikut terhenti. Pusat bantuan kemanusiaan juga berhenti beroperasi karena situasi yang membahayakan. Severodonetsk terletak sekitar 143 kilometer di sisi selatan perbatasan Rusia.
Penduduk di Severodonetsk dan Lysychansk kini berusaha melarikan diri. Mereka menuju Pokrovsk yang terletak 130 kilometer dari Lysychansk. Salah satunya adalah Yana Skakova. Dia melarikan diri bersama putranya yang masih berusia 4 tahun dan 18 bulan. Suaminya memilih tetap tinggal untuk menjaga rumah dan ternak mereka. Selama 2,5 bulan terakhir, keluarga tersebut tinggal di bawah tanah hingga polisi memberi tahu sudah waktunya mereka pergi dan dievakuasi.
”Tak ada satu pun dari kami yang ingin meninggalkan kota kelahiran, tapi demi anak-anak kecil kami akhirnya memutuskan untuk pergi,” ujarnya seperti dikutip CBS News.
Kemajuan Rusia di wilayah utara Ukraina memang mulai terlihat. Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan telah menghancurkan gudang senjata besar milik tentara Ukraina di Kota Kryvyi Rih. Sistem pertahanan antipesawat Moskow juga berhasil menembak jatuh jet tempur SU-25 milik Kiev di wilayah Dnipro.
Sebelumnya Rusia juga menyatakan bahwa Kota Lyman telah dibebaskan sepenuhnya dari nasionalis Ukraina. Kota itu terletak di antara Kramatorsk dan Severodonetsk yang kini terkepung. Masih ada sekitar 15 ribu penduduk sipil di Severodonetsk.
Donbas yang terdiri dari Donetsk dan Luhansk memang menjadi sasaran utama Rusia. Menguasai wilayah tersebut lebih mudah karena sebagian di antaranya sudah berada di tangan pemberontak Ukraina pro-Rusia.
Ukraina berharap mendapatkan kiriman bantuan senjata-senjata berat secepatnya. Jika tidak, kekalahan sudah di depan mata. Misil antikapal Harpoon dari Denmark dan howitzer dari AS sudah tiba di negara tersebut sejak Sabtu (28/5/2022). Misil Harpoon tersebut akan dioperasikan bersama dengan misil Neptunus milik Ukraina untuk mempertahankan wilayah pantai. Salah satunya Pelabuhan Odessa.
”Mereka akan digunakan oleh tim Ukraina yang terlatih,” ujar Menteri Pertahanan Ukraina Oleksiy Reznikov.
Ratusan penduduk Lithuania di pihak lain menggalang dana untuk membeli drone militer Bayraktar TB2 guna disumbangkan ke Ukraina. Kurang dari empat hari, mereka sudah berhasil mengumpulkan USD 5,4 juta atau setara Rp78,7 miliar.
Pada Sabtu pemimpin Rusia, Jerman, dan Prancis melakukan panggilan telepon bertiga. Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Olaf Scholz mendesak Presiden Rusia Vladimir Putin bertemu langsung dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky untuk melakukan pembicaraan damai.
Dalam sambungan telepon yang berlangsung selama 80 menit tersebut, Macron dan Scholz juga meminta dilakukan gencatan senjata serta penarikan pasukan Rusia secepatnya dari tanah Ukraina. Mereka juga meminta Rusia membebaskan sekitar 2.500 tentara Ukraina. Mereka adalah tentara yang akhirnya menyerahkan diri di Mariupol setelah berbulan-bulan bertahan di pabrik baja Azovstal.
Putin di pihak lain sepertinya tidak sependapat. Saat pertemuan, Putin mengultimatum Prancis serta Jerman agar tak mengirimkan bantuan senjata ke Ukraina.
”Itu hanya akan memicu ketidakstabilan situasi dan memperburuk krisis kemanusiaan,” tegas Putin.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman