Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Lebih dari Satu Korban Meninggal karena Disiksa

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan fakta baru terkait penyelidikan kerangkeng manusia di kompleks rumah Bupati Langkat (nonaktif) Terbit Rencana Paringin Angin. Yakni dugaan tindak kekerasan yang berujung hilangnya nyawa penghuni kerangkeng. Totalnya lebih dari satu orang.

Komisioner Komnas HAM M Choirul Anam menjelaskan temuan itu diperoleh dari keterangan saksi di lapangan. Pihaknya lantas mendalami informasi itu dengan meminta keterangan sejumlah pihak. "Firm (kuat) kekerasan terjadi di sana, korbannya banyak, termasuk di dalamnya adalah kekerasan yang menimbulkan hilangnya nyawa," kata Anam, kemarin (30/1).

Penelusuran Jawa Pos (JPG), salah seorang korban tindak kekerasan yang meninggal dunia itu berinisial ASI, warga Langkat. Peristiwa tersebut terjadi dua tahun lalu. ASI meninggal 10 hari setelah berada dalam kerangkeng manusia berkedok panti rehabilitasi narkoba itu. Jasad ASI diketahui babak belur dan masih mengeluarkan darah ketika tiba di rumah duka.

Awalnya, pihak keluarga tidak terima dengan kematian ASI. Namun, mereka tidak bisa berbuat banyak. Sebab, saat menitipkan ASI, pihak keluarga telah menandatangani surat perjanjian yang mengisyaratkan agar keluarga tidak bisa menuntut apa pun selama ASI berada dalam tahanan. Surat itu dibuat pengelola kerangkeng bodong tersebut. Dan berlaku bagi semua penghuni.

Anam membenarkan temuan itu. Dia pun mendapati pola kekerasan yang berlangsung di kamar berjeruji besi milik Cana -sapaan Terbit Rencana Paringin Angin- tersebut. Pola pertama, kekerasan terkadang dilakukan menggunakan alat. Kemudian ada istilah MOS (masa orientasi siswa), gas, atau dua setengah kancing yang dipakai untuk ‘melegalkan’ kekerasan.

Baca Juga:  Pengesahan RAPBD 2020 Malam Hari

Indikasi perlakuan tidak manusiawi dalam praktik kerangkeng manusia itu juga dapat dilihat dari banyaknya obat-obatan dan vitamin yang ditemukan di dalam penjara.

Di antaranya chloramphenicol (obat antibiotik). Juga flutamol (obat flu), ambroxol (obat pengencer dahak), dextrofen (obat peringan batuk) hingga Bio ATP (multivitamin pemulih stamina).  

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Sumatera Utara Amin Multazam Lubis menyebut obat-obatan dan multivitamin itu menggambarkan bagaimana kondisi kesehatan penghuni kerangkeng yang sesungguhnya. "Jadi kondisinya tidak seperti yang diklaim oleh masyarakat yang pro dengan kerangkeng manusia itu," paparnya.

Anam melanjutkan pihaknya sudah meminta Kapolda Sumut Irjen Panca Putra Simanjuntak agar memproses hukum Cana dan pihak-pihak terkait lainnya. Temuan-temuan itu bisa menjadi modal pengusutan dugaan tindak pidana. "Karena (dugaan tindak kekerasan di penjara Cana, red) dekat sekali dengan peristiwa pidana," tuturnya.

Sementara terkait indikasi perbudakan modern, Komnas HAM bakal mengundang ahli untuk mendalaminya. Sebelumnya, ditemukan bahwa para penghuni kerangkeng diarahkan untuk bekerja di perkebunan sawit milik Cana. Lokasinya tidak jauh dari kerangkeng manusia tersebut. Tidak sedikit penghuni mengaku tidak mendapat bayaran dari pekerjaan itu.

Baca Juga:  Menko Airlangga: Kendala Realisasi PEN Terus Dimonitor Pemerintah

"Dalam waktu dekat kami akan mengundang ahli untuk mendalaminya," terang Anam. Para ahli itu akan diminta untuk menganalisis temuan-temuan faktual di lapangan. Mulai dari alasan penghuni mau dikerangkeng dan dipekerjakan, sistem kerja, hingga metode penggajian. "Jadi biar publik mengetahui sebenarnya yang terjadi," tuturnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sumut Suku Ginting menyebut pihaknya telah melakukan penilaian (assessment) kepada 14 orang dari total 48 mantan penghuni kerangkeng. Dari penilaian itu, 11 orang dinyatakan pernah menggunakan narkoba. Bahkan dua di antaranya ketergantungan berat.

Sementara tiga orang lainnya diketahui mengalami masalah sosial sehingga dikerangkeng. Mulai dari berkelahi dan mencuri sawit. Suku menjelaskan dua orang yang dinyatakan ketergantungan berat sudah direkomendasikan untuk menjalankani rawat inap.

Seperti diberitakan sebelumnya, Bupati Langkat (nonaktif) Terbit Rencana Paringin Angin alias Cana diketahui memiliki dua kamar berjeruji besi di belakang rumah pribadinya di Desa Raja Tengah, Langkat. Ruangan yang serupa dengan tahanan itu digunakan untuk mengkerangkeng manusia. Pihak pengelola mengklaim penjara itu digunakan sebagai tempat rehabilitasi narkoba.

Sementara dari penelusuran JPG, memang tidak sedikit penghuni penjara berlatar belakang pengguna narkoba. Mereka dititipkan sanak keluarganya untuk menjalani rehabilitasi tak berizin tersebut. Sebagian besar penghuni lantas diminta untuk bekerja di perkebunan sawit milik Cana tanpa kontrak kerja yang jelas.(tyo/jpg)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan fakta baru terkait penyelidikan kerangkeng manusia di kompleks rumah Bupati Langkat (nonaktif) Terbit Rencana Paringin Angin. Yakni dugaan tindak kekerasan yang berujung hilangnya nyawa penghuni kerangkeng. Totalnya lebih dari satu orang.

Komisioner Komnas HAM M Choirul Anam menjelaskan temuan itu diperoleh dari keterangan saksi di lapangan. Pihaknya lantas mendalami informasi itu dengan meminta keterangan sejumlah pihak. "Firm (kuat) kekerasan terjadi di sana, korbannya banyak, termasuk di dalamnya adalah kekerasan yang menimbulkan hilangnya nyawa," kata Anam, kemarin (30/1).

- Advertisement -

Penelusuran Jawa Pos (JPG), salah seorang korban tindak kekerasan yang meninggal dunia itu berinisial ASI, warga Langkat. Peristiwa tersebut terjadi dua tahun lalu. ASI meninggal 10 hari setelah berada dalam kerangkeng manusia berkedok panti rehabilitasi narkoba itu. Jasad ASI diketahui babak belur dan masih mengeluarkan darah ketika tiba di rumah duka.

Awalnya, pihak keluarga tidak terima dengan kematian ASI. Namun, mereka tidak bisa berbuat banyak. Sebab, saat menitipkan ASI, pihak keluarga telah menandatangani surat perjanjian yang mengisyaratkan agar keluarga tidak bisa menuntut apa pun selama ASI berada dalam tahanan. Surat itu dibuat pengelola kerangkeng bodong tersebut. Dan berlaku bagi semua penghuni.

- Advertisement -

Anam membenarkan temuan itu. Dia pun mendapati pola kekerasan yang berlangsung di kamar berjeruji besi milik Cana -sapaan Terbit Rencana Paringin Angin- tersebut. Pola pertama, kekerasan terkadang dilakukan menggunakan alat. Kemudian ada istilah MOS (masa orientasi siswa), gas, atau dua setengah kancing yang dipakai untuk ‘melegalkan’ kekerasan.

Baca Juga:  Korut Perangi Covid dengan Antibiotik

Indikasi perlakuan tidak manusiawi dalam praktik kerangkeng manusia itu juga dapat dilihat dari banyaknya obat-obatan dan vitamin yang ditemukan di dalam penjara.

Di antaranya chloramphenicol (obat antibiotik). Juga flutamol (obat flu), ambroxol (obat pengencer dahak), dextrofen (obat peringan batuk) hingga Bio ATP (multivitamin pemulih stamina).  

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Sumatera Utara Amin Multazam Lubis menyebut obat-obatan dan multivitamin itu menggambarkan bagaimana kondisi kesehatan penghuni kerangkeng yang sesungguhnya. "Jadi kondisinya tidak seperti yang diklaim oleh masyarakat yang pro dengan kerangkeng manusia itu," paparnya.

Anam melanjutkan pihaknya sudah meminta Kapolda Sumut Irjen Panca Putra Simanjuntak agar memproses hukum Cana dan pihak-pihak terkait lainnya. Temuan-temuan itu bisa menjadi modal pengusutan dugaan tindak pidana. "Karena (dugaan tindak kekerasan di penjara Cana, red) dekat sekali dengan peristiwa pidana," tuturnya.

Sementara terkait indikasi perbudakan modern, Komnas HAM bakal mengundang ahli untuk mendalaminya. Sebelumnya, ditemukan bahwa para penghuni kerangkeng diarahkan untuk bekerja di perkebunan sawit milik Cana. Lokasinya tidak jauh dari kerangkeng manusia tersebut. Tidak sedikit penghuni mengaku tidak mendapat bayaran dari pekerjaan itu.

Baca Juga:  Pengesahan RAPBD 2020 Malam Hari

"Dalam waktu dekat kami akan mengundang ahli untuk mendalaminya," terang Anam. Para ahli itu akan diminta untuk menganalisis temuan-temuan faktual di lapangan. Mulai dari alasan penghuni mau dikerangkeng dan dipekerjakan, sistem kerja, hingga metode penggajian. "Jadi biar publik mengetahui sebenarnya yang terjadi," tuturnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sumut Suku Ginting menyebut pihaknya telah melakukan penilaian (assessment) kepada 14 orang dari total 48 mantan penghuni kerangkeng. Dari penilaian itu, 11 orang dinyatakan pernah menggunakan narkoba. Bahkan dua di antaranya ketergantungan berat.

Sementara tiga orang lainnya diketahui mengalami masalah sosial sehingga dikerangkeng. Mulai dari berkelahi dan mencuri sawit. Suku menjelaskan dua orang yang dinyatakan ketergantungan berat sudah direkomendasikan untuk menjalankani rawat inap.

Seperti diberitakan sebelumnya, Bupati Langkat (nonaktif) Terbit Rencana Paringin Angin alias Cana diketahui memiliki dua kamar berjeruji besi di belakang rumah pribadinya di Desa Raja Tengah, Langkat. Ruangan yang serupa dengan tahanan itu digunakan untuk mengkerangkeng manusia. Pihak pengelola mengklaim penjara itu digunakan sebagai tempat rehabilitasi narkoba.

Sementara dari penelusuran JPG, memang tidak sedikit penghuni penjara berlatar belakang pengguna narkoba. Mereka dititipkan sanak keluarganya untuk menjalani rehabilitasi tak berizin tersebut. Sebagian besar penghuni lantas diminta untuk bekerja di perkebunan sawit milik Cana tanpa kontrak kerja yang jelas.(tyo/jpg)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari