DUA hari ini bayangan saya ke Jiwasraya dan Asabri. Yang kalau digabung kehilangan uang lebih dari Rp25 triliun. Yang lima pelakunya sudah dijatuhi hukuman seumur hidup. Dan akan diadili lagi untuk yang Asabri. Dengan hukuman yang mestinya sama, atau lebih berat.
Kalau saja di Amerika, sangat mungkin mereka bisa bebas. Praktik seperti itu sangat biasa. Misalnya yang terjadi hari-hari ini. Yang hebohnya bukan main. Goreng saham. Tiba-tiba saja saham GameStop naik sampai 190 kali. Dalam waktu kurang dari satu minggu.
Yang beruntung bisa tiba-tiba 190 kali lebih kaya. Yang buntung sebaliknya. Hanya dalam 4-5 hari itu 5.000 perusahaan bernasib sial. Belum termasuk ribuan pembeli saham perorangan. Total kerugian mereka diperkirakan mencapai 75 miliar dolar AS. Setara dengan sekitar Rp 1.000 triliun.
Tidak ada yang masuk penjara. Atau belum. Yang sekarang dipersoalkan justru broker saham online Robinhood. Yang Kamis lalu menghentikan perdagangan saham GameStop di Apps Robinhood. Itu dianggap menghilangkan kesempatan untuk menutup kerugian. Kalau perdagangan online itu tidak ditutup mereka bisa terus bertransaksi. Kerugian kemarin-kemarin bisa tertutup lewat transaksi baru –meski juga bisa masuk jurang lebih dalam.
Robinhood mengakhiri transaksi online itu karena harga saham GameStop bukan lagi gila-gilaan tapi sudah gila benaran. Otoritas pasar modal Wall Street pun sudah tidak bisa apa-apa. Wall Street sudah menghentikan perdagangan itu tanggal 25 Januari. Ketika harga saham GameStop naik secara tidak masuk akal.
Tapi sesuai dengan kebebasan pasar, Wall Street harus membuka lagi. Yang penting Wall Street sudah mengingatkan public, lewat penghentian itu. Selanjutnya terserah publik. Transaksi pun dibuka lagi. Ups… Masih gila-gilaan naiknya. Ditutup lagi. Dibuka lagi. Gila-gilaan lagi. Ditutup lagi. Dibuka lagi. Terus gila-gilaan.
Sampai sembilan kali Wall Street menutup sementara transaksi saham GameStop itu. Tapi akhirnya diserahkan ke mekanisme pasar. Terserah. Mau seperti apa. GameStop itu perusahaan persewaan video game. Alatnya dan permainannya. Sejak game masih berupa Nintendo di tahun 1980-an.
Pusat perusahaan itu di Dallas, Texas. Tapi punya cabang di mana-mana. Pernah punya cabang sampai 5.000, termasuk sampai ke Eropa. Lalu di masa persewaan bisa beralih ke online GameStop mengalami kemunduran. Mundur terus. Lalu menyatakan bangkrut. Pemegang saham pun berganti. Ganti pula direksi. Belum sempat maju, sudah sulit lagi. Hampir bangkrut lagi.
Tiga tahun lalu GameStop rugi sekitar Rp100 miliar. Lalu tahun 2019 rugi lagi ratusan miliar rupiah. Tahun 2020, di saat pandemi, lebih sulit lagi. Beberapa cabang persewaan itu sering digerebek polisi. Dianggap melanggar protokol kesehatan. Kerugian tahun 2020 mencapai lebih Rp1 triliun. Hampir saja direksi dan pemegang sahamnya menyerah. Untuk ketiga kalinya.
GameStop adalah perusahaan public, 40 persen sahamnya dimasukkan pasar modal. Dengan kondisi perusahaan seperti itu harga sahamnya merosot terus. Pernah tinggal 2 dolar per lembar.
Rupanya murahnya harga saham GameStop diketahui para pemain saham. Mereka pun siap memborongnya. Dengan jumlah yang sudah mereka hitung. Yang bisa memengaruhi harga saham di Wall Street. Mereka menggoreng saham itu. Pelakunya adalah paguyuban pemakai akun Raddit. Anda lebih tahu Raddit dari saya. Yang sebenarnya ‘’hanya’’ perusahaan penyedia akses internet.
Raddit memiliki layanan r/wallstreetbets. Yakni mereka yang ingin bermain saham lewat Raddit. Mereka yang di akun itulah yang mengumpulkan dana membentuk situasi short squeeze di pasar modal. Itu belum lama. Baru tanggal 22 Januari kemarin. Keesokan harinya harga saham GameStop mulai naik. Tiba-tiba menjadi 19,94 dolar. Beberapa hari kemudian sudah naik lagi sampai 39,12 dolar.
Mulailah orang yang di luar Raddit ikut tergiur. Begitu drastis kenaikannya. Banyak perusahaan ikut menitikkan air liur. Terjun pula. Demikian juga perorangan. Wall Street sudah menghentikan perdagangan itu. Dengan maksud untuk mengingatkan publik: kenaikan harga itu bukan karena fundamental perusahaan yang baik. Itu semata kenaikan karena masalah teknis, kata lain untuk permainan.
Pasar modal sudah memenuhi kewajibannya: menyetop perdagangan saham tidak wajar itu. Tapi kemudian, sesuai dengan peraturan, harus membukanya kembali. Publik ternyata tidak peduli. Apalagi, hari itu, ada postingan misterius dari orang terkaya di dunia sekarang ini: Elon Musk, pemilik Tesla.
Postingan Elon Musk itu hanya satu kata. Tapi menggemparkan. Dan membuat harga saham GameStop langsung moroket lagi. Postingan itu bunyinya hanya begini: “GameStop!”. Hanya Elon Musk yang tahu apa makna postingannya itu. Tapi publik terpana. Dan menubruk saham GameStop secara lebih liar. Harga pun menjadi 347,51 dolar. Tidak masuk akal. Bahkan pada jam tertentu sempat melampaui angka 450 dolar.
Sebetulnya itu baik-baik saja. Kalau uang yang dipakai membeli saham itu uang benaran. Dari tabungan atau uang lebih. Tapi yang dipakai membeli saham itu adalah saham pinjaman. Dengan harapan begitu harga naik sedikit, saham itu segera dijual. Untuk mengembalikan pinjaman. Sambil mengambil labanya. Itulah praktik yang disebut short selling.
Jadi untuk membeli saham itu mereka tidak harus punya uang. Mereka hanya perlu punya otak dan nyali. Begitulah, akhirnya seperti ponzi. Harga saham terus naik, karena semakin banyak yang berkepentingan agar harga itu terus naik.
Banyak sekali perusahaan yang terjepit dalam situasi seperti itu. Yakni perusahaan keuangan yang mengkhususkan diri pada bisnis hedging, lindung nilai. Transaksi itu umumnya di-hedging-kan. Sampailah pada hari Kamis lalu. Ketika broker saham online Robinhood menghentikan Apps transaksi saham GameStop-nya. Dunia seperti berhenti berputar. Yang tiba-tiba pusing ribuan jumlahnya. Yang dalam posisi rugi itu tadi: sampai Rp1.000 triliun.
Rugi Rp1000 triliun bukan sekali ini. Juga bukan yang terbesar. Dan ke depan pun masih akan terus ada. Ada sisi baiknya: untuk sementara mereka melupakan derita Covid-19. Bahkan Republik dan Demokrat tiba-tiba bersatu. Khususnya antara Ted Cruz -Republik-Texas– dengan Alexandria Ocasio-Cartez –Demokrat-New York.
Keduanya sudah lebih seminggu ini perang mulut. “Nyawa saya hampir saja hilang,” ujar Alexandria. Maksudnya, saat gedung Capitol diduduki pendukung Donald Trump 6 Januari lalu Alexandria termasuk salah satu yang akan dibunuh. Ted Cruz dianggap mendukung gerakan menduduki Capitol itu. Maka Alexandria minta agar Cruz mengundurkan diri dari DPR.
Akibat GameStop ini keduanya kompak: sama-sama mengecam Robinhood. Sama-sama akan memperkarakan Robinhood. Penghentian perdagangan saham di Apps Robinhood itu dianggap melanggar. Antipasar. Dan membuat ribuan orang rugi Rp1.000 triliun.
Di titik ini saya tetap mengkhawatirkan kepiawaian BUMN untuk ikut bermain di pasar modal. Bukan natural mereka untuk ikut bermain. Hebatnya, kejadian goreng saham GameStop ini juga sama dengan kejadian di Jiwasraya: dilakukan di saat-saat pergantian presiden.(***)