Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Ada Moral Hazard Secara Sistematis di Jiwasraya

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Ketua Badan Anggaran DPR RI, MH. Said Abdullah meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pemerintah melakukan pengetatan pengawasan terhadap model bisnis asuransi di Indonesia, utamanya Asuransi Jiwasraya.

Dia menduga perusahaan asuransi pelat merah ini mengabaikan prinsip kehati-hatian dengan menginvestasikan dana nasabahnya pada portofolio yang berisiko tinggi demi mengejar imbal tinggi (high return).

"Jangankan manajer investasi, mahasiswa baru pun tahu kalau mengejar gain investasi pada saham berkinerja buruk akan sangat beresiko," tegas Said di Jakarta, Senin (30/12).

Menurut Said, perbaikan tata kelola bisnis industri asuransi nasional harus dilakukan. Terlebih per Oktober 2019 terdapat penurunan aset yang signifikan pada industri asuransi Indonesia.

Data menyebutkan posisi aset asuransi pada September 2019 sebesar Rp1.289 triliun turun drastis ke Rp 733 triliun per Oktober 2019, sementara liabilitas mencapai Rp 760,4 triliun.

“Permasalahan gagal bayar polis asuransi Jiwasraya yang terjadi saat ini adalah pelajaran berharga bagi industri asuransi nasional. Karenaya, saya minta OJK agar menjadikan kejadian ini sebagai evaluasi lemahnya kinerja pengawasan mereka,” tegas Said.

Politikus Senior PDI Perjuangan ini mengatakan kejadian di asuransi Jiwasraya ini harus menjadi refleksi bagi pemerintah bahwa penempatan sejumlah komisaris di perusahaan-perusahaan BUMN harus benar-benar menunjukkan kompetensi dan kinerjanya baik.

Baca Juga:  Kompolnas Sebut Ulah Kompol Y Coreng Nama Baik Polwan

Sebab mitigasi resiko investasi paling baik adalah dari sistem internal perusahaan sendiri. Hal itu bisa optimal dengan komisaris yang bekerja profesional.

Said menjelaskan, penempatan komisaris yang memiliki track record yang baik sangat penting untuk memitigasi kesalahan penempatan investasi.

Dalam kasus Jiwasraya, kata Said, gejala memburuknya salah investasi terjadi sejak 2006. Namun situasi ini  terus dibiarkan sampai puncaknya tahun 2019.

Hal ini tercermin dari hasil investasi terus menurun, antara return dan cost of fund terdapat spread minus sejak 2006  dan meledak hingga 2019 ini.

“Saya menduga kasus yang terjadi di Jiwasraya ini adalah moral hazard secara sistematis dan terorganisir, tidak sekedar salah investasi dana nasabah (pemegang polis),” ujarnya.

Untuk memulihkan rasa kepercayaan para pemegang polis saran Said, OJK dan Direksi serta Komisaris Jiwasraya harus berani terbuka dan jujur mengakui terdapat moral hazard didalam tata kelola investasi dana mereka.

Sebab kepercayaan dalam bisnis menjadi modal awal yang sangat penting. Pernyataan terbuka itu dibarengi dengan kerjasama dengan aparat penegak hukum, mengajukan kasus ini kemeja hijau.

“Pers saya harap juga ikut mengawal proses peradilannya,” tuturnya.

Meski tengah bermasalah, Said mengatakan Asuransi Jiwasraya adalah aset nasional yang layak untuk dipertahankan keberadaanya.

Baca Juga:  Moeldoko dan Mahfud Beda Pandangan soal Uighur

“Dengan 5,5 juta pemegang polis yang dimilikinya, Asuransi jiwasraya telah menjadi lokomotif perkembangan industri asuransi nasional,” jelasnya.

Ketua DPP PDIP Bidang Perekonomian ini menyampaikan sejumlah opsi pemulihan bisnis dan pengembalian uang pemegang polis Jiwasraya yaitu, Pertama, pembentukan holding asuransi harus disertai road map perusahaan agar langkah bisnisnya kedepan terencana, terkontrol dan mitigasi resiko bisnis sejak awal terlihat.

Kedua, pemerintah dan OJK harus melakukan restrukturisasi aset dan liabilitas perusahaan, termasuk keluar dari jebakan bisnis beresiko seperti yang dikerjakan dalam empat tahun terakhir.

Ketiga, perlu membangun komunikasi sekaligus memberikan kepastian waktu pengembalian seluruh pertanggungan pemegang polis, dengan merujuk pada ketentuan di Peraturan OJK.

Keempat, setelah menjalani berbagai program pemulihan, perusahaan dapat mengundang investor dengan peningkatan premi guna meningkatkan ekuitas perusahaan.

Kelima, jika pemerintah dan DPR sepakat membuat kebijakan Penyertaan Modal Negara (PMN) pada tahun 2021, PMN didapat diajukan terhadap perusahaan holding asuransi, tidak terhadap Jiwasraya.

Dengan kapitalisasi yang besar pada holding asuransi, dapat membantu likuiditas berbagai perusahaan anak seperti Jiwasraya melalui berbagai skema, seperti pinjaman.

“Masuknya mitra asuransi internasional, tentu akan mengembalikan kepercayaan publik kepada Asuransi Jiwasraya, sehingga akan bisa membantu pemulihan Asuransi Jiwasraya lebih capat,” pungkasnya.(fri/jpnn)
Sumber: Jpnn.com
Editor: Erizal
 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Ketua Badan Anggaran DPR RI, MH. Said Abdullah meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pemerintah melakukan pengetatan pengawasan terhadap model bisnis asuransi di Indonesia, utamanya Asuransi Jiwasraya.

Dia menduga perusahaan asuransi pelat merah ini mengabaikan prinsip kehati-hatian dengan menginvestasikan dana nasabahnya pada portofolio yang berisiko tinggi demi mengejar imbal tinggi (high return).

- Advertisement -

"Jangankan manajer investasi, mahasiswa baru pun tahu kalau mengejar gain investasi pada saham berkinerja buruk akan sangat beresiko," tegas Said di Jakarta, Senin (30/12).

Menurut Said, perbaikan tata kelola bisnis industri asuransi nasional harus dilakukan. Terlebih per Oktober 2019 terdapat penurunan aset yang signifikan pada industri asuransi Indonesia.

- Advertisement -

Data menyebutkan posisi aset asuransi pada September 2019 sebesar Rp1.289 triliun turun drastis ke Rp 733 triliun per Oktober 2019, sementara liabilitas mencapai Rp 760,4 triliun.

“Permasalahan gagal bayar polis asuransi Jiwasraya yang terjadi saat ini adalah pelajaran berharga bagi industri asuransi nasional. Karenaya, saya minta OJK agar menjadikan kejadian ini sebagai evaluasi lemahnya kinerja pengawasan mereka,” tegas Said.

Politikus Senior PDI Perjuangan ini mengatakan kejadian di asuransi Jiwasraya ini harus menjadi refleksi bagi pemerintah bahwa penempatan sejumlah komisaris di perusahaan-perusahaan BUMN harus benar-benar menunjukkan kompetensi dan kinerjanya baik.

Baca Juga:  Hotman Paris Sindir Kubu Galih, Rey dan Pablo

Sebab mitigasi resiko investasi paling baik adalah dari sistem internal perusahaan sendiri. Hal itu bisa optimal dengan komisaris yang bekerja profesional.

Said menjelaskan, penempatan komisaris yang memiliki track record yang baik sangat penting untuk memitigasi kesalahan penempatan investasi.

Dalam kasus Jiwasraya, kata Said, gejala memburuknya salah investasi terjadi sejak 2006. Namun situasi ini  terus dibiarkan sampai puncaknya tahun 2019.

Hal ini tercermin dari hasil investasi terus menurun, antara return dan cost of fund terdapat spread minus sejak 2006  dan meledak hingga 2019 ini.

“Saya menduga kasus yang terjadi di Jiwasraya ini adalah moral hazard secara sistematis dan terorganisir, tidak sekedar salah investasi dana nasabah (pemegang polis),” ujarnya.

Untuk memulihkan rasa kepercayaan para pemegang polis saran Said, OJK dan Direksi serta Komisaris Jiwasraya harus berani terbuka dan jujur mengakui terdapat moral hazard didalam tata kelola investasi dana mereka.

Sebab kepercayaan dalam bisnis menjadi modal awal yang sangat penting. Pernyataan terbuka itu dibarengi dengan kerjasama dengan aparat penegak hukum, mengajukan kasus ini kemeja hijau.

“Pers saya harap juga ikut mengawal proses peradilannya,” tuturnya.

Meski tengah bermasalah, Said mengatakan Asuransi Jiwasraya adalah aset nasional yang layak untuk dipertahankan keberadaanya.

Baca Juga:  Jutaan Anak di Yaman Terancam Kelaparan

“Dengan 5,5 juta pemegang polis yang dimilikinya, Asuransi jiwasraya telah menjadi lokomotif perkembangan industri asuransi nasional,” jelasnya.

Ketua DPP PDIP Bidang Perekonomian ini menyampaikan sejumlah opsi pemulihan bisnis dan pengembalian uang pemegang polis Jiwasraya yaitu, Pertama, pembentukan holding asuransi harus disertai road map perusahaan agar langkah bisnisnya kedepan terencana, terkontrol dan mitigasi resiko bisnis sejak awal terlihat.

Kedua, pemerintah dan OJK harus melakukan restrukturisasi aset dan liabilitas perusahaan, termasuk keluar dari jebakan bisnis beresiko seperti yang dikerjakan dalam empat tahun terakhir.

Ketiga, perlu membangun komunikasi sekaligus memberikan kepastian waktu pengembalian seluruh pertanggungan pemegang polis, dengan merujuk pada ketentuan di Peraturan OJK.

Keempat, setelah menjalani berbagai program pemulihan, perusahaan dapat mengundang investor dengan peningkatan premi guna meningkatkan ekuitas perusahaan.

Kelima, jika pemerintah dan DPR sepakat membuat kebijakan Penyertaan Modal Negara (PMN) pada tahun 2021, PMN didapat diajukan terhadap perusahaan holding asuransi, tidak terhadap Jiwasraya.

Dengan kapitalisasi yang besar pada holding asuransi, dapat membantu likuiditas berbagai perusahaan anak seperti Jiwasraya melalui berbagai skema, seperti pinjaman.

“Masuknya mitra asuransi internasional, tentu akan mengembalikan kepercayaan publik kepada Asuransi Jiwasraya, sehingga akan bisa membantu pemulihan Asuransi Jiwasraya lebih capat,” pungkasnya.(fri/jpnn)
Sumber: Jpnn.com
Editor: Erizal
 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari