JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Riset Lembaga Survei Indoensia (LSI) Denny JA mengungkapkan, dari hasil penelitiannya, penyebaran virus Covid-19 di ratusan daerah kini cenderung telah terkendali. Tercatat ada 158 daerah di Nusantara yang siap melakukan new normal alias kehidupan normal baru.
"Kami merekomendasikan ada 158 wilayah yang siap melakukan new normal dengan tetap melaksanakan protokol kesehatan yang ketat," kata Peneliti LSI Denny JA Ikrama Masloman di Jakarta, Sabtu (30/5).
Ikrama menjelasakan, secara keseluruha, riset LSI membagi tiga klaster penyebaran infeksi virus Covid-19. Pembagian itu di ratusan daerah yang dinilai siap melaksanakan normal baru tersebut. Untuk klaster pertama, terdiri dari 124 wilayah yang sejak awal hingga kini tidak ada laporan satupun paparan corona.
"Jadi sebanyak 124 wilayah ini merupakan zona hijau yang sudah bisa untuk mulai bekerja kembali," kata dia sambil menunjukan data ratusan wilayah bebas Covid-19 yang dimaksud.
Ratusan wilayah tersebut tersebar di seluruh nusantara di beberapa wilayah Papua dan Papua Barat, Sumatera Utara, NTT, Aceh, Maluku, Sulawesi Tenggara, Lampung, Maluku Utara, Kepulauan Riau, Sualwesi Tengah, Riau, Kalimantan barat, Sulawesi Selatan, Bengkulu, Kalimantan Timur, Jambi, Sumatera Barat, Gorontalo, Lebak, Kepulauan Bangka Belitung, Sulawesi Utara, Jawa Barat dan Kalimantan Tengah.
Ikrama juga menuturkan, klaster kedua adalah 33 dari 38 wilayah yang mengalami penurunana reporduksi kasus harian. Dia mengatakan, reproduksi kasus relatif dapat dikendalikan setelah diberlakukannya Pembatasan Soasial Berskala Besar (PSBB).
"33 wilayah tersebut siap masuk ke tahap normal baru menyusul kasus harian di daerah tersebut mulai menurun. Lanjutnya, ada sejumlah wilayah yang masih fluktuatif grafik kasus barunya namun cenderung stagnan dan relatif terkontrol," paparnya.
Diketahui, riset LSI menyebut bahwa Jakarta, Tangerang Raya, Gorontalo, Sumatera Barat, Pekanbaru, Gresik, Malang, Kabupaten Siak, Palembang, Kabupaten Banjar, Kota Batu, Kabupaten Malang, Bogor Raya, Kabupaten Sumedang, Bandung barat, Bekasi, Tegal, Kota Bandung, Kota Tarakan dan beberapa kota/kabupaten lainnya siap memasuki era new normal.
Sementara itu, untuk klseter ketiga adalah daerah yang terpapar Covid-19, namun tetap dapat mengontrol penyebaran virus meski tidak memberlakukan PSBB. Ikrama menyebutkan, bahwa salah satu di antaranya adalah Bali.
Menurutnya, Bali memiliki kearifan lokal yang terjadi di setiap komunitas dan lapisan masyarakat. Dia mengatakan, mereka bekerja sama guna mencegah angka reproduksi kasus infeksi Covid terus bertambah.
"Dari riset kami, Bali secara preventif dan kuratif serta mortality cenderung lebih baik dibading daerah-daerah lain," katanya.
Lebih lanjut Ikrama juga mengatakan, kehidupan normal baru perlu segera diterapkan menyusul kebutuhan ekonomi. Dia menilai, pandemi corona terbukti berdampak pada perekonomian nasional. Lanjutnya, pandemi juga telah membuat jutaan orang terkena PHK.
"Saya melihat bahawa dibukanya kembali aktivitas perekonomian akan meghindarkan negara dari bencana ekonomi yang lebih buruk. Sebab, rapuhnya ekonomi negara berpotensi memunculkan bencana yang tidak jauh lebih besar layaknya pandemi Covid-19," paparnya.
Meksi demikian, Ikrama meminta masyarakat agar tidak terlena dengan kehidupan normal baru yang akan segera berlangsung. Masyarakat diharapkan tetap beraktifitas mengikuti semua protokol kesehatan yang telah ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan pemerintah.
"Jadi jangan larut dalam euforia new normal adalah kehidupan normal. Bahwa sebenarnya normal yang baru itu terpaksa dilaksanakan karena tidak ada vaksin," katanya.
Sementara itu, Ahli Epidemiologi dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman meminta pemerintah untuk tidak memberlakukan new normal di daerah yang tingkat testingnya masih rendah. Karena akan menuju pada tahapan yang sulit mengendalikan penyebaran virus.
Dicky juga menuturkan, pembukaan fasilitas publik, sekolah atau lokasi wisata di daerah itu akan sangat berbahaya. Dia menegaskan, cakupan tes yang rendah akan mempersulit perolahan kepastian kondisi keparahan wilayah terdampak.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi