Kamis, 19 September 2024

Hukum Penukaran Uang dan Bagi-Bagi THR Menurut Islam

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Budaya bagi-bagi uang atau tunjangan hari raya (THR) kepada anak-anak di kampung halaman sudah melekat tiap kali Idulfitir. Permintaan penukaran uang dengan nominal kecil, mulai dari Rp2.000 hingga Rp20.000 meningkat.

Alhasil, muncul masyarakat yang beralih profesi dadakan menjadi penjaja jasa penukaran uang di pinggir jalan. Menurut Pakar Ekonomi Islam Universitas Airlangga (Unair) Irham Zaki, masyarakat harus memperhatikan hukum dalam penukaran uang. Termasuk untuk bagi-bagi THR.

Dia mengingatkan, untuk tidak memberatkan diri hingga harus berutang. 

”(Dalam Islam) hal itu disebut takalluf, ya, atau membebani diri sendiri, tentu saja hal yang tidak boleh,” ujar Zaki pada Sabtu (30/4/2022).

- Advertisement -

Mengenai fenomena jasa penukaran uang di pinggir jalan, dia mengkhawatirkan hal itu bisa menjerumuskan masyarakat dalam riba fadhl yang diharamkan agama. Secara sederhana, riba fadhl merupakan kegiatan jual beli atau pertukaran barang namun dengan kadar atau takaran yang berbeda.

Baca Juga:  Sunan Kalijaga Laporkan Putrinya Salmafina sebagai Orang Hilang

”Hal ini mengingat sistem penukaran uang tersebut didesain dengan mengurangi lima hingga sepuluh persen dari uang yang ditukarkan lalu dikemas dalam kemasan plastik,” ujar Zaki.

- Advertisement -

Selanjutnya, Zaki pun mengomentari fenomena itu lumrah terjadi karena jasa penukaran resmi yang disediakan bank masih tergolong sulit dijangkau. Masyarakat dapat tetap menggunakan jasa itu, namun dengan akad yang benar, yaitu ijarah atau sewa menyewa.

”Dalam akad ini, pelanggan dianggap sedang membayar jasa orang lain untuk menukarkan uangnya di bank,” jelas Zaki.

Zaki menambahkan, hal tersebut bukan tanpa risiko. Pengetahuan masyarakat dalam bermuamalah secara islami dianggap masih rendah. Hal itu dikhawatirkan akan terjadi akad yang tidak benar dan justru semakin terjerumus dalam dosa riba.

Baca Juga:  Nadiem Jengkel Dengar Komen Miring

”Dari BI mungkin bisa menjadikan penyelenggara jasa tukar itu jadi karyawan sementara dan dibayar. Jadi masyarakat bisa lebih mudah untuk dapat menukarkan uang,” ujar Koordinator Ziswaf Puspas Unair tersebut.

Pada akhir, dia berpesan agar masyarakat tidak lalai dengan hal-hal yang dapat mengganggu kekhidmatan Ramadan.

”Gara-gara sibuk mencari baju baru, tukar uang sana-sini, akhirnya kita tidak fokus ibadah. Diharapkan kita tidak seperti itu,” ucap Zaki.

Sumber: Jawapos.com

Editor: Eka G Putra

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Budaya bagi-bagi uang atau tunjangan hari raya (THR) kepada anak-anak di kampung halaman sudah melekat tiap kali Idulfitir. Permintaan penukaran uang dengan nominal kecil, mulai dari Rp2.000 hingga Rp20.000 meningkat.

Alhasil, muncul masyarakat yang beralih profesi dadakan menjadi penjaja jasa penukaran uang di pinggir jalan. Menurut Pakar Ekonomi Islam Universitas Airlangga (Unair) Irham Zaki, masyarakat harus memperhatikan hukum dalam penukaran uang. Termasuk untuk bagi-bagi THR.

Dia mengingatkan, untuk tidak memberatkan diri hingga harus berutang. 

”(Dalam Islam) hal itu disebut takalluf, ya, atau membebani diri sendiri, tentu saja hal yang tidak boleh,” ujar Zaki pada Sabtu (30/4/2022).

Mengenai fenomena jasa penukaran uang di pinggir jalan, dia mengkhawatirkan hal itu bisa menjerumuskan masyarakat dalam riba fadhl yang diharamkan agama. Secara sederhana, riba fadhl merupakan kegiatan jual beli atau pertukaran barang namun dengan kadar atau takaran yang berbeda.

Baca Juga:  Sunan Kalijaga Laporkan Putrinya Salmafina sebagai Orang Hilang

”Hal ini mengingat sistem penukaran uang tersebut didesain dengan mengurangi lima hingga sepuluh persen dari uang yang ditukarkan lalu dikemas dalam kemasan plastik,” ujar Zaki.

Selanjutnya, Zaki pun mengomentari fenomena itu lumrah terjadi karena jasa penukaran resmi yang disediakan bank masih tergolong sulit dijangkau. Masyarakat dapat tetap menggunakan jasa itu, namun dengan akad yang benar, yaitu ijarah atau sewa menyewa.

”Dalam akad ini, pelanggan dianggap sedang membayar jasa orang lain untuk menukarkan uangnya di bank,” jelas Zaki.

Zaki menambahkan, hal tersebut bukan tanpa risiko. Pengetahuan masyarakat dalam bermuamalah secara islami dianggap masih rendah. Hal itu dikhawatirkan akan terjadi akad yang tidak benar dan justru semakin terjerumus dalam dosa riba.

Baca Juga:  Menag Akan Diisolasi di Rumah Sakit

”Dari BI mungkin bisa menjadikan penyelenggara jasa tukar itu jadi karyawan sementara dan dibayar. Jadi masyarakat bisa lebih mudah untuk dapat menukarkan uang,” ujar Koordinator Ziswaf Puspas Unair tersebut.

Pada akhir, dia berpesan agar masyarakat tidak lalai dengan hal-hal yang dapat mengganggu kekhidmatan Ramadan.

”Gara-gara sibuk mencari baju baru, tukar uang sana-sini, akhirnya kita tidak fokus ibadah. Diharapkan kita tidak seperti itu,” ucap Zaki.

Sumber: Jawapos.com

Editor: Eka G Putra

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari