JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengatakan, Saifuddin Ibrahim terancam enam tahun pidana penjara.
Hal ini dikatakan Ramadhan, karena Saifuddin Ibrahim ditetapkan sebagai tersangka kasus penistaan agama, usai mendesak agar 300 ayat dalam Alquran dihapus, dan mengatakan pesantren di Indonesia cenderung melahirkan para teroris.
“Jadi acaman pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar,” ujar Ramadhan dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (30/3).
Ramadhan mengungkapkan, Saifuddin Ibrahim dijerat dengan pasal 45A ayat (1) Jo Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Menurut Ramadhan, bahwa pasal tersebut terkait dengan dugaan tindak pidana penistaan agama dan ujaran kebencian berdasarkan SARA. Selain itu, pasal itu berkaitan dengan dugaan penyebaran berita bohong alias hoaks.
“SI dijerat dugaan tindak pidana ujaran kebencian berdasarkan atas SARA atau pencemaran nama baik dan penistaan agama,” katanya.
“Karena dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat dan menyiarkan suatu berita yang tidak pasti atau kabar yang berlebihan, atau yang tidak lengkap melalui media sosial YouTube Saifuddin Ibrahim,” tambahnya.
Ramadhan menuturkan, pihaknya menetapkan Saifuddin Ibrahim sebagai tersangka, karena alat bukti sudah cukup, termasuk penyidik Bareskrim Polri telah meminta pendapat dari para saksi ahli.
“Dalam hal ini penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap 13 orang, rinciannya adalah saksi ahli bahasa, ahli agama Islam, ahli ITE dan ahli pidana,” ungkapnya.
Diketahui, pria bernama Saifuddin Ibrahim meminta Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menghapus 300 ayat dalam Alquran. Pria yang diduga pendeta itu berkata ratusan ayat tersebut memicu intoleransi dan tak perlu diajarkan di pesantren karena bisa memicu radikalisme.
“Bahkan kalau perlu 300 ayat yang menjadi pemicu hidup intoleran, pemicu hidup radikal dan membenci orang lain karena beda agama itu di-skip atau direvisi atau dihapuskan dari Alquran Indonesia. Ini sangat berbahaya sekali,” kata Saifudin dalam sebuah video.
Saifuddin juga menyebutkan bahwa pesantren di Indonesia cenderung melahirkan para teroris. Dia pun meminta agar seluruh kurikulum dalam pesantren diubah sepenuhnya.
“Ini yang menjadi perhatian saya agar ayat-ayat Alquran yang keras itu tidak diajarkan di pesantren ataupun madrasah-madrasah di seluruh Indonesia. Merevisi semua kurikulum itu agar tidak menghancurkan bangsa kita,” ujarnya.
Sumber : Jawapos.com
Editor : Edwar Yaman