PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru menjatuhkan vonis penjara satu tahun kepada mantan Gubernur Riau Annas Maamun, Kamis (28/7). Annas Maamun juga dikenakan pidana denda sebesar Rp100 juta subsider 2 bulan.
Vonis ini lebih ringan atau "didiskon"separuh dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) yang menuntut dua tahun penjara dan dikenai denda Rp150 juta subsider kurungan selama enam bulan. "Menghukum terdakwa dengan hukuman penjara 1 tahun dan denda sebesar Rp100 juta yang bila tidak dibayarkan, diganti dengan kurungan selama 2 bulan,"ucap Ketua Majelis Hakim Dahlan, Kamis (28/7).
Annas Maamun dinyatakan secara sah melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1. Annas Maamun dinyatakan bersalah telah memberikan uang kepada sejumlah Anggota DPRD Riau periode 2009-2014. Gratifikasi sebesar Rp1,01 miliar ini diberikan dengan maksud agar anggota DPRD yang akan habis masa jabatan segera mengesahkan RAPBD-P 2014 menjadi APBDP 2014 dan RAPBD menjadi APBD 2015.
Ada beberapa pertimbangan majelis hakim dalam memutuskan hukuman untuk Annas Maamun yang sebelumnya sudah pernah dihukum atas perkara tipikor lainnya. Di antaranya terdakwa sudah berusia 83 tahun, bersikap sopan dan menghormati proses persidangan.
Atas putusan tersebut, Annas Maamun melalui kuasa hukumnya menyatakan menerima vonis tersebut.
"Terima kasih kepada yang Mulia Majelis Hakim dan JPU atas putusan ini. Klien kami menerima putusan ini,"sebut Kuasa Hukum Annas Maamun, Maman.
Sementara itu, JPU KPK ketika ditanya hakim terkait putusan tersebut menyatakan akan berpikir terlebih dahulu. "Atas putusan ini kami akan pikir-pikir yang mulia,"kata JPU KPK.
Mendengar tanggapan masing-masing pihak tersebut, Hakim Dahlan memberikan waktu selama 7 hari kepada JPU KPK untuk pikir-pikir apakah akan mengajukan banding atau tidak. Kemudian Dahlan menyatakan putusan tersebut belum berkekuatan hukum tetap sebelum mengetuk palu tanda berakhirnya sidang sore itu.
Sebelumnya, JPU dalam dakwaannya menyebutkan, dugaan suap yang dilakukan terdakwa sebesar Rp1,01 miliar itu terjadi pada medio Juli-September 2014 silam. Uang itu diberikan terdakwa untuk Johar Firdaus selaku Ketua DPRD Provinsi Riau periode 2009-2014, Suparman, Ahmad Kirjauhari, Riky Hariansyah, Gumpita, dan Solihin Dahlan selaku anggota DPRD Riau periode 2009-2014.
"Maksud dan tujuan terdakwa menyerahkan uang tersebut adalah agar DPRD Provinsi Riau periode tahun 2009-2014 segera mengesahkan APBD Provinsi Riau Tahun Anggaran 2015 sebelum digantikan oleh Anggota DPRD Provinsi Riau hasil pemilu legislatif tahun 2014,"sebut Jaksa dalam dakwaan.
Untuk merealisasikan hal tersebut pada tanggal 1 September 2014 terdakwa melalui Wan Amir Firdaus memerintahkan kepala dinas di lingkungan Pemprov Riau untuk mengumpulkan uang dan diserahkan kepada terdakwa melalui Wan Amir dan Suwarno. Lalu, sekitar pukul 18.00 WIB, Wan Amir menyerahkan 1 tas ransel warna hitam dan 2 tas kertas warna hijau yang berisikan uang sejumlah Rp1,01 miliar kepada Suwarno.
Setelah itu Suwarno mendapat telepon dari Ahmad Kirjauhari dan memintanya untuk bertemu di tempat parkir di bawah Kantor Sekretariat DPRD Provinsi Riau. Sesampainya di tempat parkir, Suwarno yang ditemani Burhanuddin meletakkan satu tas ransel dan dua tas kertas warna hijau yang berisi uang tersebut ke dalam mobil Toyota Yaris warna silver nomor polisi BM-1391-PC yang dikendarai oleh Ahmad Kirjauhari.
Hingga akhirnya, pada tanggal 4 September 2014, RAPBD 2015 disahkan menjadi Perda APBD 2015 dengan ditandatanganinya persetujuan bersama DPRD Provinsi Riau dengan Gubernur Riau tentang Rancangan Peraturan Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau Tahun Anggaran 2015 Nomor: 21/SKB/PIMP/DPRD/2014 dan Nomor : 63/NPB/IX/2014.
Kemudian, pada tanggal 8 September 2014 sekitar pukul 16.00 WIB bertempat di Hotel Raudah, Johar memberitahukan Riky agar mengajak Ahmad Kirjauhari datang ke salah satu kafe di Jalan Arifin Achmad. Lalu, Riky dan Kirjauhari menuju ke kafe tersebut menggunakan mobil dinas Riky dengan nomor polisi BM 1634 NK.
Sebelum sampai di kafe, Kirjauhari dan Riky singgah ke rumah makan pempek di Jalan Sumatera Pekanbaru. Lalu Kirjauhari menceritakan kepada Riky jika dirinya telah menerima uang sebesar Rp900 juta dari terdakwa untuk anggota DPRD Provinsi Riau.
Kemudian Kirjauhari bersama dengan Riky membuat catatan tentang pembagian uang tersebut. Rinciannya, Kirjauhari dan Riky mendapatkan Rp100 juta, Johar Firdaus Rp125 juta dan sisa uang Rp575 juta dibagi secara proporsional kepada 17 anggota DPRD lainnya berdasarkan jabatan anggota di DPRD Provinsi Riau. Sehingga masing-masing mendapatkan sekitar Rp30 juta hingga Rp40 juta.
Setelah Kirjauhari dan Riky membuat catatan perhitungan pembagian uang, tidak beberapa lama kemudian Johar menelepon meminta keduanya untuk segera ke kafe di Arifin Achmad. Sesampainya di kafe, Johar menanyakan uang bagiannya yang berasal dari terdakwa Annas Maamun.
Saat itu, Johar meminta bagian uang sebesar Rp200 juta. Namun karena uangnya tidak cukup, akhirnya disepakati Johar mendapatkan bagian uang sebesar Rp155 juta. Selanjutnya uang bagian Johar itu diserahkan Riky di rumah Johar di Kompleks Pemda Arengka Pekanbaru.
Akibat perbuatannya itu, terdakwa Annas Maamun dijerat dengan Pasal 5 Huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi junto Pasal 55 Ayat 1 KUHPidana.(das)