Kamis, 19 September 2024

Komnas HAM Akan Panggil Semua Pihak Terkait TWK

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) kembali menghadirkan Novel Baswedan dalam pemeriksaan, Jumat (28/5). Mereka memanggil salah seorang penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut untuk menggali keterangan lebih lanjut mengenai tes wawasan kebangsaan (TWK).

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menjelaskan bahwa pihaknya tidak ingin proses investigasi dugaan pelanggaran HAM dalam TWK di KPK berlangsung lama dan berlarut-larut.

"Kami tidak ingin juga proses yang ada atau sengkarut yang ada semakin lama," ungkap ketika ditanyai saat jeda istirahat pemeriksaan.

Beka menegaskan, memproses aduan perwakilan 75 pegawai KPK secara cepat dan cermat sudah mereka niatkan sejak awal. "Sehingga Komnas HAM berkomitmen untuk mempercepat proses, meminta keterangan seluruh pihak yang terkait dengan TWK dari staf KPK yang ada," terang dia.

- Advertisement -

Untuk itu, Novel yang sudah dua kali datang ke Komnas HAM kembali dipanggil. Lewat pemeriksaan kemarin, Komnas HAM mendalami keterangan-keterangan dari Novel terkait proses dan prosedur TWK.

"Kami melakukan pendalaman terkait dengan proses yang ada dan juga subtansi dari tes wawasan kebangsaan," bebernya.

- Advertisement -

Beka memastikan, pihaknya akan memanggil semua pihak terkait. Termasuk pimpinan KPK. Menurut dia, pimpinan KPK bakal dipanggil sesudah pemeriksaan para pegawai KPK selesai. Paling cepat, sambung dia, pemanggilan pimpinan KPK pekan depan.

"Sehingga semakin cepat makin baik," tegasnya.

Sejauh ini, dia mengakui bahwa sudah ada indikasi kejanggalan-kejanggalan sepanjang proses TWK. Namun, indikasi itu memerlukan kepastian.

Terpisah, Novel menyebutkan, dia datang ke Komnas HAM untuk melengkapi bukti-bukti dari laporan yang sudah dibuat bersama para pegawai KPK.  "Semoga bisa menjadi upaya menghentikan hal-hal yang bersifat melanggar hak asasi manusia demi kepentingan pemberantasan korupsi dan kepentingan negara," jelasnya.

Dia pun kembali menegaskan, persoalan TWK sangat serius. Bukan sekadar masalah kepegawaian semata. Karena itu, pihaknya memperjuangkan berbagai cara.

Baca Juga:  Bintang Toedjoe Bagi-bagi Suplemen Susu Jahe Merah

"Ini bukan hanya kepentingan orang per orang, tapi upaya pemberantasan korupsi yang terancam," bebernya.

Dia pun berharap semua pihak ikut andil memberi kontribusi dalam perjuangan yang tengah dia lakukan bersama rekan-rekannya.

"Untuk kepentingan negara," tambah dia.

Sampai kemarin, Novel masih belum menerima kepastian nama-nama 24 orang yang dinilai masih bisa dibina. Pun demikian 51 nama yang dipastikan  tidak akan bekerja lagi di KPK. "Nggak tahu saya, saya kira sama seperti keterangan saya kemarin. Mau 24 mau 51, itu bentuk penghinaan," jelas dia.

Mereka, tegas Novel, telah mendarmabaktikan diri untuk kepetingan negara. Namun kerja-kerja baik yang sudah mereka lakukan kemudian dibalas stigma melalui TWK. "Dilabel atau distigma sebagai orang yang bermasalah, orang yang tidak bisa dibina, orang yang kemudian dianggap tidak pancasilais," jelasnya. "Saya kira itu tuduhan keji, jahat, dan saya juga nggak mengerti kenapa bisa orang punya kepentingan tuh jahat gitu  untuk membikin stigma," bebernya.

Dukungan untuk 75 pegawai KPK tersebut pun masih terus mengalir. Kemarin, Koalisi Masyarakat Anti Korupsi melaksanakan aksi ruwatan sebagai bentuk dukungan. Puluhan pegawai KPK yang bekerja di Direktorat Penyidikan KPK juga menyusul memberi dukungan serupa yang dilakukan pegawai Direktorat Penyelidikan. Dukungan juga datang dari Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI)

Ketua Umum PGI Gomar Gultom kemarin menerima sembilan perwakilan pegawai KPK bersama tim hukumnya. Dalam pertemuan tersebut PGI meminta Presiden Joko Widodo untuk turun tangan menyelamatkan KPK. Dia menyampaikan sangat prihatin terhadap upaya-upaya pelemahan KPK yang terjadi selama ini. "Terutama yang memuncak dengan pelabelan intoleran dan radikalisme atas 75 pegawai KPK melalui mekanisme TWK," tuturnya.

Gomar menyebut, PGI akan menyurati Presiden supaya dapat mengambil tindakan penyelamatan KPK dari upaya pelemahan itu. Khususnya menyelamatkan ke-75 pegawai. Menurut dia dengan disingkirkannya mereka yang selama ini berkinerja baik serta berintegritas, dikhawatirkan membuat penyidik lainnya berpikir ulang untuk melaksanakan tugasnya dengan profesional. Mereka khawatir akan bernasib sama seperti rekannya yang dipecat dari hasil TWK dan label radikal.

Baca Juga:  Meski Terdampak Corona, Seniman Deni Afriadi Tetap Kreatif dan Menginspirasi

Dia juga menyebutkan, di antara pegawai yang dicap radikal tersebut saat ini sedang menangani kasus korupsi kakap. Seperti Novel Baswedan. Di antara pegawai KPK yang tidak lolos TWK dan hadir dalam pertemuan itu adalah Hotman Tambunan. Dia mengeluhkan ketika ada pegawai yang taat beragama diidentikkan dengan talibanisme.

"Kami harus taat beragama. Karena agamalah yang mengajar kami untuk berbuat seturut etika," kata Hotman yang juga warga GKI Kayu Putih, Jakarta itu.

Hotman mengungkapkan godaan sebagai penyidik KPK banyak sekali. Menurutnya nilai-nilai agamalah yang membuat mereka bertahan dari godaan tersebut. Pegawai KPK lainnya yang hadir dalam pertemuan itu adalah Adri Deddy Nainggolan. Adri adalah warga GKI Kebayoran Baru, Jakarta. Dia mengungkapkan keprihatinan begitu mudahnya masyarakat termakan berita hoaks. Khususnya berita hoaks yang menyebut ada talibanisme di tubuh KPK.

"Tidak ada itu. Dan celakanya warga gereja pun mudah termakan oleh isu itu," ungkapnya.

Sementara itu, Rasamala Aritonang yang juga jemaah HKBP Pasar Rebo mengatakan, sebagai pegawai KPK tantangan yang didapatkan sangat berat. "Kami berhadapan dengan koruptor," jelasnya. Orang-orang yang bisa melakukan korupsi hanyalah pihak yang memiliki akses ke kekuasaan. Menurut dia KPK adalah alat atau pisau untuk memotong bagian badan yang koruptif tersebut. Sayangnya reaksi dari para koruptor adalah membuang pisau tersebut.

Mendengar kegelisahan dari pegawai KPK itu, Gomar juga heran terhadap pernyataan Jokowi yang meminta tidak menggunakan hasil TWK sebagai dasar penonaktifan pegawai KPK. Tetapi ternyata di lapangan pernyataan itu tidak ditindaklanjuti.(syn/wan/jpg)

 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) kembali menghadirkan Novel Baswedan dalam pemeriksaan, Jumat (28/5). Mereka memanggil salah seorang penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut untuk menggali keterangan lebih lanjut mengenai tes wawasan kebangsaan (TWK).

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menjelaskan bahwa pihaknya tidak ingin proses investigasi dugaan pelanggaran HAM dalam TWK di KPK berlangsung lama dan berlarut-larut.

"Kami tidak ingin juga proses yang ada atau sengkarut yang ada semakin lama," ungkap ketika ditanyai saat jeda istirahat pemeriksaan.

Beka menegaskan, memproses aduan perwakilan 75 pegawai KPK secara cepat dan cermat sudah mereka niatkan sejak awal. "Sehingga Komnas HAM berkomitmen untuk mempercepat proses, meminta keterangan seluruh pihak yang terkait dengan TWK dari staf KPK yang ada," terang dia.

Untuk itu, Novel yang sudah dua kali datang ke Komnas HAM kembali dipanggil. Lewat pemeriksaan kemarin, Komnas HAM mendalami keterangan-keterangan dari Novel terkait proses dan prosedur TWK.

"Kami melakukan pendalaman terkait dengan proses yang ada dan juga subtansi dari tes wawasan kebangsaan," bebernya.

Beka memastikan, pihaknya akan memanggil semua pihak terkait. Termasuk pimpinan KPK. Menurut dia, pimpinan KPK bakal dipanggil sesudah pemeriksaan para pegawai KPK selesai. Paling cepat, sambung dia, pemanggilan pimpinan KPK pekan depan.

"Sehingga semakin cepat makin baik," tegasnya.

Sejauh ini, dia mengakui bahwa sudah ada indikasi kejanggalan-kejanggalan sepanjang proses TWK. Namun, indikasi itu memerlukan kepastian.

Terpisah, Novel menyebutkan, dia datang ke Komnas HAM untuk melengkapi bukti-bukti dari laporan yang sudah dibuat bersama para pegawai KPK.  "Semoga bisa menjadi upaya menghentikan hal-hal yang bersifat melanggar hak asasi manusia demi kepentingan pemberantasan korupsi dan kepentingan negara," jelasnya.

Dia pun kembali menegaskan, persoalan TWK sangat serius. Bukan sekadar masalah kepegawaian semata. Karena itu, pihaknya memperjuangkan berbagai cara.

Baca Juga:  Bintang Toedjoe Bagi-bagi Suplemen Susu Jahe Merah

"Ini bukan hanya kepentingan orang per orang, tapi upaya pemberantasan korupsi yang terancam," bebernya.

Dia pun berharap semua pihak ikut andil memberi kontribusi dalam perjuangan yang tengah dia lakukan bersama rekan-rekannya.

"Untuk kepentingan negara," tambah dia.

Sampai kemarin, Novel masih belum menerima kepastian nama-nama 24 orang yang dinilai masih bisa dibina. Pun demikian 51 nama yang dipastikan  tidak akan bekerja lagi di KPK. "Nggak tahu saya, saya kira sama seperti keterangan saya kemarin. Mau 24 mau 51, itu bentuk penghinaan," jelas dia.

Mereka, tegas Novel, telah mendarmabaktikan diri untuk kepetingan negara. Namun kerja-kerja baik yang sudah mereka lakukan kemudian dibalas stigma melalui TWK. "Dilabel atau distigma sebagai orang yang bermasalah, orang yang tidak bisa dibina, orang yang kemudian dianggap tidak pancasilais," jelasnya. "Saya kira itu tuduhan keji, jahat, dan saya juga nggak mengerti kenapa bisa orang punya kepentingan tuh jahat gitu  untuk membikin stigma," bebernya.

Dukungan untuk 75 pegawai KPK tersebut pun masih terus mengalir. Kemarin, Koalisi Masyarakat Anti Korupsi melaksanakan aksi ruwatan sebagai bentuk dukungan. Puluhan pegawai KPK yang bekerja di Direktorat Penyidikan KPK juga menyusul memberi dukungan serupa yang dilakukan pegawai Direktorat Penyelidikan. Dukungan juga datang dari Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI)

Ketua Umum PGI Gomar Gultom kemarin menerima sembilan perwakilan pegawai KPK bersama tim hukumnya. Dalam pertemuan tersebut PGI meminta Presiden Joko Widodo untuk turun tangan menyelamatkan KPK. Dia menyampaikan sangat prihatin terhadap upaya-upaya pelemahan KPK yang terjadi selama ini. "Terutama yang memuncak dengan pelabelan intoleran dan radikalisme atas 75 pegawai KPK melalui mekanisme TWK," tuturnya.

Gomar menyebut, PGI akan menyurati Presiden supaya dapat mengambil tindakan penyelamatan KPK dari upaya pelemahan itu. Khususnya menyelamatkan ke-75 pegawai. Menurut dia dengan disingkirkannya mereka yang selama ini berkinerja baik serta berintegritas, dikhawatirkan membuat penyidik lainnya berpikir ulang untuk melaksanakan tugasnya dengan profesional. Mereka khawatir akan bernasib sama seperti rekannya yang dipecat dari hasil TWK dan label radikal.

Baca Juga:  Buah Primadona, Penyulap Belantara

Dia juga menyebutkan, di antara pegawai yang dicap radikal tersebut saat ini sedang menangani kasus korupsi kakap. Seperti Novel Baswedan. Di antara pegawai KPK yang tidak lolos TWK dan hadir dalam pertemuan itu adalah Hotman Tambunan. Dia mengeluhkan ketika ada pegawai yang taat beragama diidentikkan dengan talibanisme.

"Kami harus taat beragama. Karena agamalah yang mengajar kami untuk berbuat seturut etika," kata Hotman yang juga warga GKI Kayu Putih, Jakarta itu.

Hotman mengungkapkan godaan sebagai penyidik KPK banyak sekali. Menurutnya nilai-nilai agamalah yang membuat mereka bertahan dari godaan tersebut. Pegawai KPK lainnya yang hadir dalam pertemuan itu adalah Adri Deddy Nainggolan. Adri adalah warga GKI Kebayoran Baru, Jakarta. Dia mengungkapkan keprihatinan begitu mudahnya masyarakat termakan berita hoaks. Khususnya berita hoaks yang menyebut ada talibanisme di tubuh KPK.

"Tidak ada itu. Dan celakanya warga gereja pun mudah termakan oleh isu itu," ungkapnya.

Sementara itu, Rasamala Aritonang yang juga jemaah HKBP Pasar Rebo mengatakan, sebagai pegawai KPK tantangan yang didapatkan sangat berat. "Kami berhadapan dengan koruptor," jelasnya. Orang-orang yang bisa melakukan korupsi hanyalah pihak yang memiliki akses ke kekuasaan. Menurut dia KPK adalah alat atau pisau untuk memotong bagian badan yang koruptif tersebut. Sayangnya reaksi dari para koruptor adalah membuang pisau tersebut.

Mendengar kegelisahan dari pegawai KPK itu, Gomar juga heran terhadap pernyataan Jokowi yang meminta tidak menggunakan hasil TWK sebagai dasar penonaktifan pegawai KPK. Tetapi ternyata di lapangan pernyataan itu tidak ditindaklanjuti.(syn/wan/jpg)

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari