BOGOR (RIAUPOS.CO) — Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan grasi kepada terpidana korupsi Annas Maamun mendapat kecaman dari pegiat antirasuah. Kebijakan tersebut dinilai bertentangan dengan semangat antikorupsi yang semestinya memberikan efek jera bagi pelaku.
Namun, Presiden Joko Widodo membantah anggapan tersebut. Dia berdalih keputusan tersebut sudah sesuai dengan sistem ketatanegaraan Indonesia yang diatur dalam undang-undang.
"Grasi itu adalah hak yang diberikan presiden atas pertimbangan MA (Mahkamah Agung). Itu jelas sekali dalam UUD (Undang-undang Dasar) kita. Jelas sekali," ujar Presiden di Istana Kepresidenan Bogor, Rabu (27/11).
Dia menuturkan, pemberian grasi tidak asal. Namun berdasarkan pertimbangan tertentu. Untuk itu, tidak semua permintaan diberikan. "Tidak semua yang diajukan pada saya dikabulkan. Coba dicek berapa yang mengajukan, berapa ratus yang mengajukan dalam satu tahun. Yang dikabulkan berapa dicek betul," imbuhnya.
Pemberian grasi kepada Annas, lanjut Jokowi, sudah dipertimbangkan oleh Mahkamah Agung dan Kementerian Koordinator Politik Hukum dan HAM. Diakuinya, aspek kemanusiaan jadi pertimbangan utama. "Dari sisi kemanusiaan memang umurnya juga sudah uzur dan sakit sakitan terus. sehingga dari kacamata kemanusiaan itu diberikan," tuturnya.
Untuk itu, Jokowi menampik anggapan yang mempertanyakan komitmen pemerintah terhadap upaya pemberantasan korupsi.
"Kalau setiap hari kita keluarkan grasi untuk koruptor, setiap hari atau setiap bulan itu baru silakan dikomentari," kata Jokowi.
Sementara itu, aktivis Indonesian Corruption Watch Kurnia Ramadana mengecam keputusan Presiden terkait grasi. Dia menilai, keputusan itu mempertegas kesan minimnya sikap antikorupsi yang diperlihatkan Presiden Jokowi.
"Jadi kesimpulan bahwa Presiden Jokowi tidak memiliki komitmen anti korupsi bukan tanpa dasar," ujarnya kemarin.
Sebelumnya, kata dia, Presiden juga sudah merestui calon pimpinan KPK yang diduga mempunyai banyak persoalan, menyetujui revisi UU KPK, dan menolak mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PerPPU) untuk menyelamatkan KPK. Kurnia menambahkan, pemberian grasi kepada Annas harus dipertanyakan. Sebab kejahatan korupsi telah digolongkan sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa.
"Pengurangan hukuman dalam bentuk dan alasan apa pun tidak dapat dibenarkan," tuturnya.(far/jpg)