JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Industri perbankan tentu tidak luput dari dampak krisis ekonomi nasional. Wakil Ketua Umum Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) Pahala Nugraha Mansury menilai, pandemi Covid-19 meningkatkan tiga risiko perbankan. Yakni, risiko kredit, likuditas, dan pasar.
Dia khawatir ketika program restrukturisasi kredit berakhir, nasabah kesulitan memenuhi kewajiban pokok dan bunga kepada bank. Jika tidak diperpanjang, bukan tidak mungkin rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) akan naik. Apalagi, sejak Juli permintaan pinjaman di bank mulai turun.
"Awal Januari,Februari, Maret, kredit masih tumbuh 6 sampai 7 persen. Lalu, Juli 1 persen, karena demand lambat. Kebutuhan modal kerja menurun, apalagi kebutuhan investasi juga berkurang. Perlambatan itu tentu akan meningkatkan risiko kredit perbankan," beber pria yang juga menjabat Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) itu.
Pahala mengatakan, likuiditas perbankan saat ini lebih dari cukup. Sebab, dana pihak ketiga (DPK) perbankan melimpah, ditambah permintaan kredit menurun. Hal itu membuat likuiditas bank sangat longgar.
Meski begitu, dia waswas ketika kelebihan tersebut menjadi segmentasi dana masyarakat yang hanya berada di bank-bank besar. Akibatnya, akan terjadi segmentasi pasar. “Bank yang berisiko kecil (BUKU IV) akan lebih banyak memperoleh likuiditas. Sebaliknya, bank berisiko besar (BUKU I dan II) akan kesulitan mendapatkan likuiditas,” jelas Pahala.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Hery Gunardi menyatakan, peran perbankan dalam mendorong pemulihan ekonomi nasional (PEN). Salah satunya seperti restrukturisasi kredit. Termasuk menyalurkan kredit dari dana penempatan pemerintah di bank-bank Himbara (Himpunan Bank Milik Negara).
Sampai 23 September, penyaluran kredit Himbara dari dana program PEN mencapai Rp131,85 triliun dari penempatan dana pemerintah sebesar Rp30 triliun. Menurut dia, mendukung dunia usaha dalam situasi ancaman krisis adalah tetap menumbuhkan kredit. Namun selektif. Dan juga diiringi akselerasi digital. "Kami jaga pertumbuhan kredit secara selektif. Untuk penyaluran kredit UMKM, mereka membutuhkan pembukaan rekening digital dan butuh proses yang cepat juga," imbuhnya.
Di sisi lain, Direktur PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) Sis Apik Wijayanto mewanti-wanti perbankan harus hati-hati dengan dampak sistemik ya g terjadi sektor perbankan kolaps. Dia mengusulkan ada aturan khusus di sektor-sektor terdampak Covid-19. Salah satunya memperpanjang masa berlaku restrukturisasi kredit.
"Lihat sektor-sektor yang punya dampak minimal. Kami bangkitkan segera dengan menyalurkan kredit. Tentu berharap kebijakan itu bisa diperpanjang,” harapnya.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo memastikan berbagai skema pemulihan ekonomi nasional masih akan terus digelontorkan selama pandemi. "Pemerintah telah menggelontorkan dana sebesar Rp203,9 triliun untuk klaster perlindungan sosial," terangnya.
Anggaran tersebut terealisasi ke dalam sejumlah program. Di antaranya, PKH, BPNT, kartu sembaki, bansos tunai, kartu prakerja, BLT dana desa, banpres modal kerja, subsidi gaji, hingga diskon tarif listrik. Program-program itu untuk memastikan beban ekonomi masyarakat lebih ringan selama masa pandemi.
Sejauh ini, tutur Jokowi, penyaluran bantuan untuk klaster perlindungan sosial dinilai baik. Dia memaparkan sejumlah realisasi hingga 23 September lalu. PKH misalnya, anggaran yang sudah disalurkan sejumlah Rp29,138 triliun. "Sudah diterima oleh 10 juta penerima manfaat," urai mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Program kartu sembako telah menyerap anggaran Rp30,978 triliun untuk 19,41 juta penerima manfaat. Khusus bantuan sembako di Jabodetabek, penyalurannya mencapai Rp4 triliun untuk 1,9 juta penerima manfaat. Sementara bansos tunai non-Jabodetabek telah disalurkan kepada 9,18 juta penerima manfaat senilai Rp24,787 triliun.
Untuk program kartu pra kerja, sudah disalurkan anggaran sejumlah Rp16,617 triliun kepada4,86 juta penerima manfaat. BLT dana desa disalurkan sebesar Rp11,73 triliun untuk 7,55 juta penerima manfaat. Sedanngkan banpres produktif dan modal kerja sudah disalurkan kepada 5,9 juta pelaku usaha mikro dan kecil sebesar Rp14,183 triliun. "Pada program subsidi gaji, telah tersalurkan Rp10 triliun 800 miliar kepada 9 juta penerima manfaat," lanjut Jokowi. Sementara, diskon listrik telah menyerap anggaran senilai Rp3,455 triliun untuk 31,4 juta pelanggan listrik.
Presiden berharap program di klaster perlindungan sosial tidak hanya mengurangi beban masyarakat, namun juga bisa memicu peningkatan produktivitas ekonomi di bawah. Presiden Kembali mengingatkan bahwa pemulihan ekonomi tetap menjadi prioritas kedua. (lyn/jpg)
"Penanganan masalah kesehatan adalah yang paling utama, dan lebih utama lagi adalah pencegahan penularan," tambahnya.(han/byu/jpg)