PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Selasa (17/8/2021), pukul 10:17 WIB, dentuman meriam artileri menggema dari Istana Negara, mengenang detik-detik proklamasi kemerdekaan. Tepat saat itu pula, terdengar raungan ambulan sayup-sayup melintas di sekitar rumah Annisa dan AHY. Sama-sama di Jakarta. Saat hari kemerdekaan tahun kedua masa pandemi itu, 180 anak bangsa terdata meninggal akibat Covid-19. Ratusan ribu lainnya sudah dimakamkan selama kurang dua tahun terakhir ini.
Sepekan sebelumnya, pemilik nama lengkap Agus Harimurti Yudhoyono itu genap berusia 43 tahun. Sepekan setelahnya, Indonesia merayakan kemerdekaan. Negara melaksanakan puncak peringatan HUT Ke-76 RI tidak lagi mengundang tamu secara langsung di istana. Namun secara virtual.
AHY hadir virtual bersama istri tercinta, Annisa dalam upacara hari kemerdekaan yang dipimpin Presiden RI Ir Joko Widodo tersebut. Tahun kedua bangsa Indonesia memperingati dengan sederhana, jauh dari gegap gempita, tanpa parade militer, apalagi pesta rakyat. Namun, semangat merah putih berkibat di seantero negeri saat disapa sang bayu, tetap sama. Serupa semangat rakyat menyambut sukacita kemerdekaan yang sudah diperjuangkan bersama.
Pertumbuhan Ekonomi
1 jam 45 menit perjalanan udara dari Jakarta, pesawat mengudara dan tiba di Pekanbaru, Riau. Satu dari provinsi di Sumatera yang menjadi penyumbang devisa negara. Perekonomian Provinsi Riau mengalami tren pertumbuhan ekonomi yang positif pada triwulan ke II 2021 sebesar 5,13 persen dan memberikan kontribusi kepada pertumbuhan ekonomi nasional yang tumbuh 7,07 persen.
Sehari sebelum AHY merayakan hari jadi Ke-43, Provinsi Riau, pun berulang tahun Ke-64, dirayakan setiap 9 Agustus. Provinsi Riau, diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp205,03 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp123,58 triliun. Dengan demikian, maka Riau termasuk penyumbang kontribusi perekonomian terbesar di Sumatera tahun ini.
Sebelumnya, pada Triwulan I, Riau juga termasuk 10 Provinsi di Indonesia yang mendapatkan apreasiasi dari Presiden Republik Indonesia, dengan tingkat pertumbuhan 0,41 persen memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
"Dimasa Pandemi ini tentunya kita terus berupaya untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional. Mohon doa dan dukungan masyarakat Riau semoga pemulihan ekonomi Riau terus meningkat sejalan dengan peningkatan kesejahteraan rakyat Riau," ujar Gubernur Riau dalam pidatonya di hari jadi Provinsi Riau.
Masih terkait pertumbuhan ekonomi Riau, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau, Misfaruddin menjelaskan, Ekonomi Riau triwulan II-2021 tumbuh sebesar 5,13 persen (y-on-y), lebih baik dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang terkontraksi 3,32 persen.
Angka tersebut, dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi pada lapangan usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum sebesar 39,06 persen. Sementara itu, dari sisi pengeluaran Komponen Ekspor Barang dan Jasa menjadi komponen dengan pertumbuhan tertinggi sebesar 48,58 persen.
Sedangkan, ekonomi Riau triwulan II-2021 terhadap triwulan sebelumnya tumbuh sebesar 0,06 persen (q-to-q). Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi terjadi pada Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan sebesar 29,35 persen. Kemudian, dari sisi pengeluaran, Komponen Konsumsi Pemerintah mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 90,37 persen.
"Jika dihitung tanpa migas, ekonomi Riau triwulan II-2022 tumbuh 7,40 persen (y-on-y), lebih baik dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang terkontraksi 2,72 persen," kata Kepala BPS Riau.
Secara spasial, pada triwulan II-2021 Provinsi Riau berkontribusi sebesar 4,89 persen terhadap perekonomian nasional. "Provinsi Riau merupakan provinsi dengan PDRB terbesar keenam di Indonesia atau PDRB terbesar kedua di luar Pulau Jawa," ujarnya.
Soal pertumbuhan ekonomi Riau dan Indonesia umumnya, memang menjadi perbincangan hangat mengawali Agustus 2021. Hal ini, setelah berdasarkan data yang dirilis BPS pada 5 Agustus, pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II tahun ini terhadap pertumbuhan ekonomi kuartal II tahun lalu (year-on-year) mencatatkan angka yang cukup positif, 7,07 persen.
BPS di dalam keterangannya lebih banyak menjelaskan angka pertumbuhan kuartal II tahun ini terhadap kuartal I di tahun yang sama. Dengan kata lain, angka 7,07 persen bukanlah angka yang harus ditelan bulat-bulat dengan asumsi bahwa seolah-olah mobil perekonomian nasional sudah berjalan layaknya situasi semula.
Demikian disampaikan Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita yang turut angkat bicara. Dikutip dari Jawapos.com, ia menilai angka tersebut perlu diluruskan. Karena angka 7,07 persen lahir dari basis angka pertumbuhan kuartal II 2020, yang ternyata tercatat minus 5,32.
Jadi, menjadikan angka pertumbuhan year-on-year 7,07 persen sebagai angka patokan utama pertumbuhan ekonomi di kuartal II rasanya kurang tepat dan kurang representatif. Karena itu, BPS lebih menitikberatkan penjelasannya pada angka pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II 2021 terhadap triwulan I 2021 (QtQ).
Mari kita lihat. Ekonomi Indonesia triwulan II 2021 dibanding triwulan I 2021 tumbuh 3,31 persen (QtQ). Menurut BPS, pertumbuhan terjadi pada hampir semua komponen pengeluaran, kecuali komponen pembentukan modal tetap bruto (PMTB) yang terkontraksi 2,69 persen.
Pertumbuhan tertinggi terjadi pada komponen PKP (pengeluaran konsumsi pemerintah) 29,07 persen. Diikuti komponen pengeluaran konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (PKLNPRT) 7,50 persen; komponen ekspor barang dan jasa 6,58 persen; dan komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga (PKRT) 1,27 persen. Sementara itu, komponen impor barang dan jasa (yang merupakan faktor pengurang dalam PDB menurut pengeluaran) tumbuh 5,81 persen.
Menurut catatan Ronny, angka-angka tersebut, pertama, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) terkontraksi 2,69 persen. PMTB sering diasosiasikan dengan investasi (spending/consuming) walaupun faktanya baru berupa angka "saving" yang dimaknai dengan cara lain, yakni "konsumsi yang tertunda" (Michael Pettis, 2016). Terlepas apakah bentuknya hanya berupa tabungan di perbankan atau akhirnya berhasil menjadi kredit produktif.
Jawabannya, yaitu konsumsi pemerintah, yang ternyata mencatatkan rekor sangat luar biasa. Angka pertumbuhan konsumsi pemerintah tercatat 29,07 persen. Artinya, pertumbuhan kali ini masih belum bisa dikategorikan sebagai pertumbuhan normal, apalagi sustainable.
Pertumbuhan di kuartal II 2021 masih bercorak pertumbuhan di masa pandemi yang tidak sustainable karena ditopang oleh belanja pemerintah yang besar akibat tekanan keadaan dan sebagian besar dananya pun berasal dari utang. Mengapa tidak sustainable? Karena pemerintah tidak mungkin setiap tahun menggelontorkan dana sebesar tahun lalu dan tahun ini. Sebab, hal itu akan membahayakan pemerintah sendiri (reputasi politik) dan membahayakan perekonomian nasional jika mempertahankan pola berutang seperti tahun lalu dan tahun ini.
Catatan Ronny selanjutnya adalah soal konsumsi rumah tangga yang di tahun-tahun sebelum pandemi mampu tumbuh 4–5 persen dengan kontribusi 55 persen lebih terhadap postur PDB nasional. Tapi, data BPS menunjukkan bahwa pertumbuhan konsumsi rumah tangga di kuartal II 2021 terhadap kuartal I 2021 justru hanya tumbuh 1,27 persen alias sangat rendah.
Angka ini juga memperjelas fakta pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2020 yang memang tidak sustainable. Dua kontributor ekonomi nasional yang seharusnya menjadi penjamin sustainability pertumbuhan ekonomi justru tersungkur walaupun secara keseluruhan masih mencatatkan angka positif 7,07 persen (YoY) dan 3,31 persen (QtQ).
Dan terakhir adalah pertumbuhan semesteran. Pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2021 secara year to date (Januari–Juni) adalah 3,10 persen, berbeda tipis dengan raihan quarter-to-quarter sebesar 3,31. Artinya, dibanding semester I 2020, raihan di semester I 2021 mengalami kenaikan 3,10 persen. Atau, hitungan kasarnya kita bisa buat 7,07 dikurangi 0,74 persen dibagi dua hasilnya menjadi 3,16 persen. Angkanya akan berbeda tipis dengan angka pertumbuhan kuartal II 2021 terhadap pertumbuhan kuartal I 2021.