Adakah penerbangan komersial Low Cost Carriers (LCC) di Indonesia? Pertanyaan ini tidak perlu dijawab dulu , dan cukup dijawab secara batin kita masing-masing saja. Ditengah -tengah situasi harga tiket yang selalu menempel kebatas atas, tentunya yang dialami oleh para konsumen penerbangan LCC , tidak sesuai lagi dengan semangat Low Cost nya tentunya ya.
Dari berbagai literatur disebutkan bahwa LCC adalah maskapai penerbangan yang memberikan tarif rendah dengan mengurangi sejumlah layanan yang biasa dinikmati pada penerbangan komersial lainnya. Untuk sekedar tahu bahwa konsep LCC ini diperkenalkan pada tahun 1990 an di Amerika Serikat dan lanjut menyebar ke Eropa dan pada akhirnya ke seluruh dunia.
Saat ini sepuluh penerbangan berbiaya paling rendah didunia (data 2018) versi situs Skytrax, yaitu antara lain: Tigerair, Air Asia X, Indonesia Air Asia, Jetstar, Etihad, Citilink Indonesia, WOW Air, Oman Air, Lion Air, Ryan Air. Yang menarik adalah ada 3 Maskapai dari 10 tersebut, berasal dari Indonesia.
Tapi yang menarik untuk disimak adalah, penelitian diatas adalah pada tahun 2018, yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 2019 sampai saat ini, dengan kejadian harga tiker melonjak tinggi, mungkin saja, 3 Maskapai penerbangan asal Indonesia itu belum tentu masih bercokol sebagai top Ten didunia dengan biaya penerbangan termurah.
Lalu apakah ada Loyalitas dari para konsumen terhadap LCC ini di Indonesia? Dari sejumlah penelitian diberbagai negara yang juga sudah menerapkan pola LCC ini ternyata beragam hasilnya. Hasil penelitian di India oleh Satyanarayana (2012), dan penelitan di Amerika Serikat oleh David dan Pham (2014), dan penelitian di Eropa oleh Joice. A. Hunter (2006), dinyatakan bahwa loyalitas kepuasan konsumen berpengaruh siginifikan terhadap loyalitas konsumen. Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Firouzeh Arfaeian dan Chaipoopirutana (2014) di Thailand, yang menyatakan bahwa kepuasan konsumen pengaruhnya rendah dan tidak signifikan terhadap loyalitas.
Ini tentu menarik untuk ditelaah, artinya bahwa di Thailand para konsumen dalam memilih maskapai penerbangan, bukan dikarenakan adanya kepuasan yang tinggi terhadap maskapai penerbangan tersebut. Ini bisa saja terjadi dikarenakan mungkin saja di Thailand karena nggak ada pilihan lain maskapai yang akan diplih, maka nyaman atau tidak nyaman, tetap saja digunakan. Apakah kejadian itu juga berlaku di Indonesia semenjak era tiket mahal?
Walaupun LCC atau Bahasa terangnya, penerbangan berbiaya murah, ternyata tuntutan dari pelanggan juga nggak kalah banyak maunya dibandingkan dengan penerbangan komersial biasa. Contohnya dalam penelitian yang dilakukan oleh Mohamed R. Ragab et. Al (2018) di Timur Tengah, khususnya untuk para penumpang maskapai LCC yaitu Air Arabia dan Nile Air sebagai pioneer LCC di wilayah tersebut, ternyata yang menjadi tolok ukur kepuasan konsumen yang berpengaruh kepada loyalitas antara lain : 1) harga tiket pesawat, 2) kualitas layanan maskpai, 3) promosi maskapai, 4) distribusi atau rute dari maskapai. Intinya adanya persaingan terbuka di Timur Tenga, maka para konsumen bisa dengan mudah untuk tentukan sikap dalam memilih maskapai LCC.
Di India yang juga menerapkan persaingan terbuka, seperti riset yang dilakukan oleh Satyanarayan (2012) terhadap para penumpang pada 6 maskapai LCC di India yaitu : Air India, Jet Airways, IndiGo Airlines, SpiceJet Airline, GoAir Airlines, KingFisher Airlines, dan hasil riset nya menyimpulkan bahwa kualitas layanan berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan. Bisa dimaklumi di India, dengan adanya persaingan terbuka pada 6 maskapai, tentunya walaupun LCC, tapi tetap saja para pelanggan atau konsumen menuntut akan layanan prima.
Bagaimana dengan di Indonesia? Saat ini secara singkatnya ada 2 kelompok maskapai penerbangan yang menguasai Indonesia yaitu Lion Air dan Garuda Indonesia. Sudah ada sejumlah penelitian ilmiah di Indonesia terkait LCC ini sebenarnya, dan karena keterbatasan ruang untuk membahasnya pada artikel ini, maka ada baiknya akan di uraikan pada penulisan artikel yang akan datang, namun bocorannya adalah mirip dengan kejadian di Thailand. ***