JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Indonesia terus mengampanyekan industri kelapa sawit yang berkelanjutan ke ranah global. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan, pihaknya mendorong pemahaman yang sama terkait dengan masa depan hutan tropis dunia.
"Sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar, Indonesia memanfaatkan forum ini untuk memberikan penjelasan yang utuh mengenai penanganan komoditas kelapa sawit serta menyampaikan berbagai program pemerintah untuk mengatasi deforestasi," ujarnya pada World Economic Forum (WEF) Davos.
Airlangga mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk melihat industri sawit secara holistik. Termasuk dari aspek lingkungan, ekonomi, kontribusi terhadap pembangunan global, serta kebijakan yang telah diambil Pemerintah Indonesia.
"Indonesia merupakan produsen minyak sawit utama dunia. Komoditas ini berkontribusi terhadap 3,5 persen PDB nasional. Dengan memanfaatkan tidak lebih dari 10 persen (6–7 persen) dari total global land bank for vegetable oil, Indonesia mampu menghasilkan 40 persen dari total minyak nabati dunia," urainya.
Selain itu, sektor minyak sawit nasional telah berkontribusi mengentas kemiskinan bagi 10 juta orang. Dengan kata lain, industri kelapa sawit merupakan sektor strategis bagi perekonomian masyarakat yang perlu dikawal pemerintah.
Pemerintah juga saat ini mengembangkan kebijakan yang mendorong domestic demand dari produk sawit. Di antaranya, pengembangan B-30 sebagai salah satu alternatif BBM untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar berbasis fosil.
Kebijakan itu merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam mengurangi emisi karbon dan mengimplementasikan pembangunan rendah karbon.
"Indonesia juga mengembangkan skema kredit karbon guna mendukung upaya pelestarian lingkungan," imbuh Airlangga.
Indonesia memiliki luas perkebunan kelapa sawit sekitar 14 juta hektare yang dapat menyerap sekitar 2,2 miliar ton karbon dioksida (CO2) dari udara setiap tahun.
Ketum Partai Golkar itu mengakui bahwa tantangan utama terletak pada upaya mengonversikan carbon footprint ke dalam suatu skema bisnis yang bermanfaat bagi masyarakat. Untuk itu, Indonesia mengajak seluruh pihak, khususnya dari kalangan bisnis, mulai berinvestasi di sektor karbon.
Bagi Indonesia, investasi lingkungan, terutama menyangkut reforestasi, tidak harus dibatasi hanya dalam konteks replanting. Namun, itu perlu diperluas hingga mencakup aspek monetization dari emisi karbon yang dapat diserap perkebunan sawit.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi