Hari Tuberkulosis Sedunia (HTBS) atau World Tuberculosis Day yang jatuh di setiap tanggal 24 Maret, kembali diperingati di Indonesia dan seluruh dunia pada hari Kamis pekan ini. Peringatan HTBS ini mengingatkan kita akan pentingnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai bahaya penyakit tuberkulosis (TB). Hari Tuberkuosis sedunia menjadi momen yang tepat untuk mengajak keterlibatan multisektor dengan meningkatkan kampanye terkait TB serta mendorong semua pihak untuk berperan aktif dalam pencegahan, penemuan kasus aktif, pengobatan dan pengendalian TB.
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri mycobacterium tuberkulosis complex melalui droplet atau percikan dahak di udara. Droplet dapat ditularkan penderita saat batuk, bersin dan berbicara. Sebagian besar bakteri menginfeksi paru namun dapat juga menginfeksi organ lain seperti selaput paru, tulang, kelenjar getah bening, usus dan otak.
Tuberkulosis merupakan salah satu dari 13 penyakit penyebab kematian tertinggi di dunia. Data dari Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) pada tahun 2021, mencatat Indonesia menempati posisi ketiga angka kejadian TB tertinggi setelah India dan Cina. Gejala khas pada TB adalah batuk berdahak lebih dari dua minggu, dapat disertai demam lebih dari satu bulan, batuk darah, sesak napas, badan lemas, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan, keringat di malam hari tanpa kegiatan fisik dan nyeri dada.
Tuberkulosis dapat di cegah melalui kendali faktor risiko. Faktor risiko tuberkulosis bergantung pada beberapa aspek diantaranya paparan dengan penderita TB aktif, daya tahan tubuh yang rendah seperti pasien dengan HIV positif, malnutrisi, anak-anak dan orang dengan penyakit penyerta seperti diabetes.
Faktor perilaku dan lingkungan juga berperan dalam meningkatkan risiko infeksi seperti riwayat merokok, peminum alkohol, tinggal di lingkungan yang tertutup, lembab dan ventilasi ruangan yang kurang. Tujuan tatalaksana TB adalah untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan, mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap obat anti TB (OAT) dan memperbaiki produktivitas serta kualitas hidup.
Obat TB diberikan dalam bentuk obat kombinasi yang dikonsumsi selama paling cepat selama 6 bulan. Obat harus diminun dengan teratur setiap hari sesuai dosis yang dianjurkan agar terhindar dari komplikasi dan resistensi obat serta mencapai keberhasilan pengobatan. Tuberkulosis dapat berbahaya karena dapat menyebabkan beberapa komplikasi berat hingga mengancam nyawa yaitu batuk darah, gagal napas, gagal jantung dan kematian, sehingga penanganan yang cepat dan tepat penting dalam manajemen tuberkulosis.
Capaian program TB di Indonesia saat ini masih belum optimal. Pandemi menyebabkan deteksi dan cakupan pengobatan TB menurun yang tentunya akan menghambat upaya eliminasi TB dan berdampak pada kesehatan dan perekonomian bangsa.
Disamping itu, kerentanan pasien TB untuk terkena infeksi salah satunya Covid-19 juga lebih tinggi sehingga dapat menjadi pemberat kondisi dan meningkatkan risiko kematian. Saat ini belum ada vaksin yang dapat memberikan kekebalan penuh terhadap infeksi TB, tetapi pemberian vaksin BCG pada anak diyakini dapat mencegah infeksi TB berat seperti TB otak. Dalam hal ini, investasi untuk mengakhiri TB sangat penting, baik secara materil oleh pemerintah dan nonmaterial berupa kerja keras dan komitmen tinggi tenaga kesehatan dan seluruh masyarakat dalam memberantas TB.
Badan kesehatan dunia WHO, melalui “End TB Strategy“ 2030, berupaya menurunkan insidens dan angka kematian akibat penyakit ini hingga 90 persen pada tahun 2035 serta mengakhiri epidemi tuberkulosis di tahun 2050. Berbagai program telah dirumuskan di berbagai belahan dunia agar eliminasi TB masuk dalam catatan keberhasilan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). Kerjasama multisektor melibatkan masyarakat umum, pemerintah dan tenaga kesehatan merupakan hal yang penting dalam tercapainya visi ini agar tercipta masyarakat yang prduli dan tanggap akan TB sehingga tercapai kesehatan dan keselamatan bangsa.****
dr. SRI MELATI MUNIR, Sp.P(K), Dokter Spesialis Paru Konsultan Onkologi RS Awal Bros Pekanbaru