JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah menyesalkan terjadinya kekerasan rasial Anti-Asia di Amerika yang semakin meningkat.
Basarah menegaskan bahwa kekerasan dan sentimen Anti-Asia di Amerika tidak terlepas dari agresivitas kebijakan luar negeri Amerika terhadap Asia selama 4 tahun pemerintahan Trump yang singkat.
Untuk itu dia mendesak agar Kemlu RI segera menyampaikan nota keprihatinan kepada Amerika atas kekerasan rasial ini dan meminta pemerintah AS melakukan upaya nyata untuk menghentikan kekerasan rasial yang tengah berlangsung.
Lebih lanjut Basarah menyatakan bahwa bahasa diplomasi yang dipakai AS selama empat tahun pemerintahan Trump kurang elegan dan terkesan blatant, serta banyak melukai negara-negara Asia.
Ia juga menyebut bahwa Amerika juga terkesan sering melakukan tindakan sepihak yang tidak mencerminkan norma diplomasi handal sebagai negara super power. Antara lain menyatakan Covid-19 adalah Kung-flu/Chinese Virus, menyatakan dalam debat terbuka bahwa udara India kotor, menghentikan secara sepihak proliferasi nuklir Iran dan kesepakatan Paris dan lain-lain.
"Amerika adalah kiblat hak asasi manusia, demokrasi dan anti diskriminasi bagi dunia. Amerika dianggap negara yang sempurna sebagai melting pot bangsa bangsa di dunia. Tidak ada satu bangsa pun yang berhak mengklaim sebagai warga asli AS. Warga kulit putih Eropa di AS bukanlah warga asli AS. Nenek moyang mereka masuk sebagai kolonialis yang merebut tanah Amerika dari bangsa Indian. AS kini adalah negara yang dibangun oleh keringat berbagai bangsa dunia. Termasuk warga keturunan Asia," kata Basarah melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (27/3/2021).
"Jadi ketika kekerasan rasial abad 21 terjadi di AS, maka runtuhlah bangunan kepercayaan warga dunia terhadap demokrasi, hak asasi manusia dan prinsip anti diskriminasi AS. Sebuah harga yang mahal untuk dibayar," jelasnya.
"AS akan kehilangan kepercayaan dunia dan tidak layak lagi menjadi polisi dunia yang sering menekan negara lain atas dasar hak asasi manusia, anti diskriminasi dan demokrasi. AS harus mulai berkaca pada negaranya sendiri sebelum mulai menghakimi negara lain," pungkasnya.
Laporan: Yusnir (Jakarta)
Editor: Rinaldi
JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah menyesalkan terjadinya kekerasan rasial Anti-Asia di Amerika yang semakin meningkat.
Basarah menegaskan bahwa kekerasan dan sentimen Anti-Asia di Amerika tidak terlepas dari agresivitas kebijakan luar negeri Amerika terhadap Asia selama 4 tahun pemerintahan Trump yang singkat.
- Advertisement -
Untuk itu dia mendesak agar Kemlu RI segera menyampaikan nota keprihatinan kepada Amerika atas kekerasan rasial ini dan meminta pemerintah AS melakukan upaya nyata untuk menghentikan kekerasan rasial yang tengah berlangsung.
Lebih lanjut Basarah menyatakan bahwa bahasa diplomasi yang dipakai AS selama empat tahun pemerintahan Trump kurang elegan dan terkesan blatant, serta banyak melukai negara-negara Asia.
- Advertisement -
Ia juga menyebut bahwa Amerika juga terkesan sering melakukan tindakan sepihak yang tidak mencerminkan norma diplomasi handal sebagai negara super power. Antara lain menyatakan Covid-19 adalah Kung-flu/Chinese Virus, menyatakan dalam debat terbuka bahwa udara India kotor, menghentikan secara sepihak proliferasi nuklir Iran dan kesepakatan Paris dan lain-lain.
"Amerika adalah kiblat hak asasi manusia, demokrasi dan anti diskriminasi bagi dunia. Amerika dianggap negara yang sempurna sebagai melting pot bangsa bangsa di dunia. Tidak ada satu bangsa pun yang berhak mengklaim sebagai warga asli AS. Warga kulit putih Eropa di AS bukanlah warga asli AS. Nenek moyang mereka masuk sebagai kolonialis yang merebut tanah Amerika dari bangsa Indian. AS kini adalah negara yang dibangun oleh keringat berbagai bangsa dunia. Termasuk warga keturunan Asia," kata Basarah melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (27/3/2021).
"Jadi ketika kekerasan rasial abad 21 terjadi di AS, maka runtuhlah bangunan kepercayaan warga dunia terhadap demokrasi, hak asasi manusia dan prinsip anti diskriminasi AS. Sebuah harga yang mahal untuk dibayar," jelasnya.
"AS akan kehilangan kepercayaan dunia dan tidak layak lagi menjadi polisi dunia yang sering menekan negara lain atas dasar hak asasi manusia, anti diskriminasi dan demokrasi. AS harus mulai berkaca pada negaranya sendiri sebelum mulai menghakimi negara lain," pungkasnya.
Laporan: Yusnir (Jakarta)
Editor: Rinaldi