Minggu, 10 November 2024

Insentif Mulai Sentuh Industri Media Massa

- Advertisement -

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Insentif ekonomi pada industri ak­hirnya merambah pula ke bidang industri media massa. Pemerintah mengeluarkan sejumlah insentif untuk menopang industri media massa agar tetap mampu bertahan selama pandemi Covid-19. Harapannya, Industri media massa tidak sampai merumahkan apalagi mem-PHK karyawannya.

Kebijakan insentif itu dipaparkan Menkeu Sri Mulyani, Jumat (24/7) lalu. Saat bertemu secara virtual dengan Menkominfo Johnny G Plate, Ketua Dewan Pers M Nuh, dan sejumlah perwakilan asosiasi media massa nasional. Ada sejumlah insentif yang akan didapatkan industri media massa agar mampu bertahan selama masa pandemi Covid-19. Mulai dari penundaan atau penangguhan beban listrik bagi industri media.

- Advertisement -

Seiring dengan adanya insentif tersebut, Ketua Dewan Pers M Nuh mengimbau  kepada perusahaan media untuk tidak melakukan pemecatan kepada  karyawannya. ‘’Tentu kami dorong agar jangan sampai terjadi pemutusan  hubungan kerja (PHK) atau lay off. Itu kami dorong betul. Kami berusaha sampai  seperti ini agar tidak terjadi itu (PHK),’’ ujarnya kepada Jawa Pos (JPG), Sabtu (25/7).

Dia menjelaskan, tekanan akibat pandemi memang dirasakan oleh berbagai sektor, termasuk industri media. Sebelum ada pandemi pun, pihaknya berinisiatif membentuk Forum Media Sustainability yang membahas dinamika kondisi media.

Dari berbagai pertemuan yang aktif dilakukan dengan pemerintah dan regulator terkait, akhirnya pembahasan tersebut dilanjutkan ke Presiden Joko Widodo pada Rabu (22/7). Dari pertemuan itu, pihaknya menyampaikan agar seluruh pihak harus bahu-membahu menjaga kelangsungan media massa.

- Advertisement -
Baca Juga:  Target Indonesia Produksi Alutsista Mandiri

‘’Kalau media mainstream sampai berguguran, akan diambil oleh medsos. Kalau medsos tidak bisa dipegang kesahihannya. Semua menghadapi persoalan yang sama. Dari situ Pak Presiden menjawab setuju,’’ tutur Nuh.

Adapun pemberian insentif tersebut di antaranya terkait dengan penangguhan  kontribusi BPJS Ketenagakerjaan selama 12 bulan untuk industri pers melalui  Keppres. ‘’Pemerintah akan mendiskusikan dengan BPJS Kesehatan terkait penangguhan pembayaran premi BPJS Kesehatan bagi pekerja media,’’  imbuhnya.

Di insentif sektor pajak, pemerintah akan memberi keringanan cicilan pajak  korporasi di masa pandemi. Dari yang semula turun 30 persen menjadi turun 50 persen. Juga, membebaskan pajak penghasilan bagi karyawan yang  berpenghasilan hingga Rp200 juta per tahun.

Untuk iklan, pemerintah akan menginstruksikan semua kementerian agar mengalihkan anggaran belanja iklan mereka kepada media lokal, terutama yang berbentuk iklan layanan masyarakat. Khusus untuk media cetak, pemerintah  memberikan insentif terkait kertas koran.

Pemerintah akan menghapuskan pajak pertambahan nilai (PPN) bagi kertas koran. Kebijakan terkait PPN itu dijanjikan Presiden Joko Widodo pada Agustus 2019 lalu. Tepatnya, PPN terhadap bahan baku media cetak menjadi tanggungan pemerintah. Kebijakan tersebut akan dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72 Tahun 2020.

M Nuh mengapresiasi kebijakan tersebut. Karena pemerintah tetap  memperhatikan keberlangsungan pers di era pandemi. ‘’Sebagai bagian dari  komponen bangsa, pers nasional mendukung upaya pemerintah dalam  menangani pandemi Covid-19,’’ tambah mantan Menkominfo itu.

Baca Juga:  Bupati Minta Tenaga Pendidik Cetak Generasi Unggul

Dari sisi pajak, sepanjang semester I 2020, pajak penghasilan (PPh) Pasal 21  tercatat tumbuh 12,28 persen. Meski mencatat pertumbuhan, sejatinya  pertumbuhan itu bukanlah kondisi yang positif. Kenaikan itu menandakan  adanya pekerja yang mengalami lay off dan dibayarkan pesangon dan Jaminan  Hari Tua (JHT).

Pemerintah pun terus mewaspadai penerimaan PPh Pasal 21, karena berhubungan dengan para pekerja. ‘’Iya, bukan situasi yang baik. Ini efek dari memburuknya kinerja perusahaan lalu mereka melakukan PHK,’’ jelasnya  kepada JPG.

Eko melanjutkan, kondisi itu harus dicermati. Sebab, hal itu menandakan iklim dunia usaha yang masih belum stabil. Stimulus yang diberikan oleh pemerintah diharapkan bisa kembali menggairahkan iklim dunia usaha.

Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menuturkan hal senada. ‘’Ada  kewaspadaan bahwa saat ada kenaikan penerimaan PPh 21 jangan sampai  berasal dari orang pensiun dini atau PHK. Ini lebih kepada concern,’’ jelasnya.

Sementara itu, hingga berita ini ditulis Menkominfo Johnny G Plate belum bisa dikonfirmasi terkait kebijakan insentif tersebut. Sejak awal, Johnny terlibat dalam sejumlah  pertemuan yang mendiskusikan kebijakan insentif untuk industri media massa.(dee/byu/jpg)

 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Insentif ekonomi pada industri ak­hirnya merambah pula ke bidang industri media massa. Pemerintah mengeluarkan sejumlah insentif untuk menopang industri media massa agar tetap mampu bertahan selama pandemi Covid-19. Harapannya, Industri media massa tidak sampai merumahkan apalagi mem-PHK karyawannya.

Kebijakan insentif itu dipaparkan Menkeu Sri Mulyani, Jumat (24/7) lalu. Saat bertemu secara virtual dengan Menkominfo Johnny G Plate, Ketua Dewan Pers M Nuh, dan sejumlah perwakilan asosiasi media massa nasional. Ada sejumlah insentif yang akan didapatkan industri media massa agar mampu bertahan selama masa pandemi Covid-19. Mulai dari penundaan atau penangguhan beban listrik bagi industri media.

- Advertisement -

Seiring dengan adanya insentif tersebut, Ketua Dewan Pers M Nuh mengimbau  kepada perusahaan media untuk tidak melakukan pemecatan kepada  karyawannya. ‘’Tentu kami dorong agar jangan sampai terjadi pemutusan  hubungan kerja (PHK) atau lay off. Itu kami dorong betul. Kami berusaha sampai  seperti ini agar tidak terjadi itu (PHK),’’ ujarnya kepada Jawa Pos (JPG), Sabtu (25/7).

Dia menjelaskan, tekanan akibat pandemi memang dirasakan oleh berbagai sektor, termasuk industri media. Sebelum ada pandemi pun, pihaknya berinisiatif membentuk Forum Media Sustainability yang membahas dinamika kondisi media.

- Advertisement -

Dari berbagai pertemuan yang aktif dilakukan dengan pemerintah dan regulator terkait, akhirnya pembahasan tersebut dilanjutkan ke Presiden Joko Widodo pada Rabu (22/7). Dari pertemuan itu, pihaknya menyampaikan agar seluruh pihak harus bahu-membahu menjaga kelangsungan media massa.

Baca Juga:  Bupati Minta Tenaga Pendidik Cetak Generasi Unggul

‘’Kalau media mainstream sampai berguguran, akan diambil oleh medsos. Kalau medsos tidak bisa dipegang kesahihannya. Semua menghadapi persoalan yang sama. Dari situ Pak Presiden menjawab setuju,’’ tutur Nuh.

Adapun pemberian insentif tersebut di antaranya terkait dengan penangguhan  kontribusi BPJS Ketenagakerjaan selama 12 bulan untuk industri pers melalui  Keppres. ‘’Pemerintah akan mendiskusikan dengan BPJS Kesehatan terkait penangguhan pembayaran premi BPJS Kesehatan bagi pekerja media,’’  imbuhnya.

Di insentif sektor pajak, pemerintah akan memberi keringanan cicilan pajak  korporasi di masa pandemi. Dari yang semula turun 30 persen menjadi turun 50 persen. Juga, membebaskan pajak penghasilan bagi karyawan yang  berpenghasilan hingga Rp200 juta per tahun.

Untuk iklan, pemerintah akan menginstruksikan semua kementerian agar mengalihkan anggaran belanja iklan mereka kepada media lokal, terutama yang berbentuk iklan layanan masyarakat. Khusus untuk media cetak, pemerintah  memberikan insentif terkait kertas koran.

Pemerintah akan menghapuskan pajak pertambahan nilai (PPN) bagi kertas koran. Kebijakan terkait PPN itu dijanjikan Presiden Joko Widodo pada Agustus 2019 lalu. Tepatnya, PPN terhadap bahan baku media cetak menjadi tanggungan pemerintah. Kebijakan tersebut akan dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72 Tahun 2020.

M Nuh mengapresiasi kebijakan tersebut. Karena pemerintah tetap  memperhatikan keberlangsungan pers di era pandemi. ‘’Sebagai bagian dari  komponen bangsa, pers nasional mendukung upaya pemerintah dalam  menangani pandemi Covid-19,’’ tambah mantan Menkominfo itu.

Baca Juga:  Target Indonesia Produksi Alutsista Mandiri

Dari sisi pajak, sepanjang semester I 2020, pajak penghasilan (PPh) Pasal 21  tercatat tumbuh 12,28 persen. Meski mencatat pertumbuhan, sejatinya  pertumbuhan itu bukanlah kondisi yang positif. Kenaikan itu menandakan  adanya pekerja yang mengalami lay off dan dibayarkan pesangon dan Jaminan  Hari Tua (JHT).

Pemerintah pun terus mewaspadai penerimaan PPh Pasal 21, karena berhubungan dengan para pekerja. ‘’Iya, bukan situasi yang baik. Ini efek dari memburuknya kinerja perusahaan lalu mereka melakukan PHK,’’ jelasnya  kepada JPG.

Eko melanjutkan, kondisi itu harus dicermati. Sebab, hal itu menandakan iklim dunia usaha yang masih belum stabil. Stimulus yang diberikan oleh pemerintah diharapkan bisa kembali menggairahkan iklim dunia usaha.

Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menuturkan hal senada. ‘’Ada  kewaspadaan bahwa saat ada kenaikan penerimaan PPh 21 jangan sampai  berasal dari orang pensiun dini atau PHK. Ini lebih kepada concern,’’ jelasnya.

Sementara itu, hingga berita ini ditulis Menkominfo Johnny G Plate belum bisa dikonfirmasi terkait kebijakan insentif tersebut. Sejak awal, Johnny terlibat dalam sejumlah  pertemuan yang mendiskusikan kebijakan insentif untuk industri media massa.(dee/byu/jpg)

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari