(RIAUPOS.CO) — NAKJIL puisi. Itulah nama yang diberikan untuk kegiatan bincang puisi menjelang berbuka. Kegiatan yang ditaja Komunitas Seni Rumah Sunting (KSRS) Pekanbaru ini, dilaksanakan dua hari berturut-turut, Jumat dan Sabtu (17-18/5). Taman Gemala Dinas Kebudayaan Riau pun menjadi ramai dan meriah. Selain diskusi tentang puisi, sastra Riau dan Indonesia, peserta yang terdiri dari siswa, guru, kepala sekolah, komunitas, penyair dan seniman itu, berbincang, sharing santai hingga menjelang berbuka.
Di hari pertama diskusi, Rumah Sunting menghadirkan tema ‘Muda yang Bersastra’ dengan nara sumber Fakhrunnas MA Jabbar, Bambang Kariyawan dan Muhammad De Putra. Ratusan pelajar guru dan kepala sekolah mengikuti diskusi tersebut. Antara lain SMAN 5 Pekanbaru, SMAN 1 Pekanbaru, SMAN 4 Pekanbaru, SMA Asshofa, SMK Labor, SMA Cendana dan beberapa lainnya.
Fakhrunnas berbagi cerita tentang bagaimana agar yang muda terus berkarya, tunak melahirkan karya-karya sastra besar. Pengalamannya di dalam dunia sastra yang sudah malang melintang baik di dalam negeri mau pun di luar negeri, selalu menjadi bumbu sedap penyemangat bagi anak-anak muda tersebut untuk terus menulis. Begitu juga dengan Bambang Kariyawan, sastrawan dan juga wakil kepala sekolah SMA Cendana. Pembinaannya di sekolah dengan menciptakan antologi bersama antara guru dan pelajar, pustaka-pustaka kecil di setiap sudut sekolah, menjadi inspirasi bagi seluruh peserta yang hadir.
Penyair muda Muhammad De Putra, dengan kemudaan dan segudang prestasi yang ia miliki, menjadi lecut bagi teman-teman sebayanya untuk lebih memahami mengapa muda harus berkarya, mengapa muda harus menulis. Pemaparan tentang bagaimana bisa menghasilkan karya yang baik, tunak dan tetap semangat dalam menulis dan sebagainya, menjadi bahan diskusi hangat tentang sastra di petang menjelang senja dan berbuka itu.
‘’Tunak menjadi penulis itu dibilang gampang ya gampang, dibilang susah ya susah. Banyak godaannya. Tapi memang harus dimulai dengan membaca, mencintai sastra itu sendiri, senang dengan puisi, cerpen atau karya sastra yang lain itu sendiri. Bila sudah dimulai demikian, nanti akan berlanjut dengan tulis menulis. Sama dengan berenang, sebelum pandai berenang di tempat dalam, tentu main-main dulu, mandi-mandi dulu di tempat yang dangkal. Begitulah kiranya,’’ beber Fakhrunnas soreJumat itu.
Pertanyaan dari peserta, pelajar dan guru juga banyak ditujukan kepada Muhammad De Putra. Sebagai penyair muda Indonesia, rekan-rekan seusianya ingin banyak lebih tahu mengapa De Putra jatuh cinta dan menekuni dunia sastra. Bagi De Putra atau yang akrab dipanggil Tata ini, pemantik semangat dalam berkarya salah satunya adalah komunitas. Tata memiliki alasan tersendiri tentang hal ini bahkan ia besar juga karena komunitasnya.
‘’Sejak SD saya memang sudah mulai belajar menulis. Tapi kekuatan bertahan untuk tetap menjadi penulis dan terus menghasilkan karya, salah satunya adalah komunitas. Saat mood atau semangat menurun, teman-teman sekomunitas selalu menjadi penyemangat. Kerana dengan berkomunitas selalu ada tempat berbagi dan saling bertukar fikiran, bahkan tukar buku mana lagi yang hendak dibaca,’’ ujar Tata yang aktif di Competer dan Juga Rumah Sunting ini.