BATAM (RIAUPOS.CO) — Imbas dari pemanggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kuota minuman beralkohol (mikol) dan rokok, menimbulkan trauma kepada para pegawai Badan Pengusahaan (BP) Batam di lalu lintas barang.
Karena itu saat ini, kebijakan lalu lintas barang impor dengan menggunakan sistem kuota induk menjadi pegangan utama untuk menghindari kebocoran barang keluar dari wilayah Free Trade Zone (FTZ) Batam.
"Kami sekarang memang mencoba membenahi lalu lintas barang. Teman-teman di BP masih trauma saat diperiksa KPK soal kuota rokok kemarin, sampai staf yang input data juga dipanggil," kata Deputi III BP Batam, Sudirman Saad, baru-baru ini.
"Jadi sekarang, memang banyak peninggalan dari era sebelumnya harus diberesin satu-satu," ujarnya lagi.
Kata dia, sebelumnya bukan hanya rokok dan mikol saja yang bisa bocor hingga keluar Batam, tapi barang-barang lainnya juga. Hal itu menimbulkan kecurigaan KPK, karena ada pendapatan negara yang hilang. Cara membenahinya kata dia, yaitu dengan menetapkan kuota barang impor dengan sistem kuota induk.
"Ini yang mau diperketat. Dalam peraturan kepala (Perka) baru soal lalu lintas barang, bunyinya adalah kuota induk harus disusun secara akuntabel, partisipatif dan transparan. Itu usulan dari para importir juga," terangnya.
Makanya, sebelum menyusun kuota induk, BP telah meminta kepada 800 importir untuk menyusun formulir khusus. Kolom yang harus diisi yakni HS-Code, jenis barang, volume barang impor selama 2020, waktu pemasukan, perencanaan impor, pengguna akhir (end user) dan nilai barang.
"Ada form harus diisi. Saya ingin lihat apakah ada perencanaan apakah pemasukan perbulan atau tiga bulan," jelasnya.
Lalu kata dia, ada juga kecurigaan barang bocor keluar Batam. Karena itu harus ditahui end user-nya siapa.
"Nilai barang juga diperlukan untuk indikator perhitungan makro dan hitung-hitungan ekonomi," ungkapnya.
Tapi dari 800 importir, baru 200 yang merespon balik. Imbasnya BP tak bisa menentukan kuota induk. Ditambah lagi 200 importir ini sudah mengajukan permohonan pemasukan barang di awal Januari. Karena kuota induk belum disusun, maka prosesnya pun macet.
"Saya sudah cek, menurut saya agak aneh. Karena di awal tahun kok tiba-tiba banyak impor barang. Jadi belum bisa disetujui secara online," jelasnya.
Karean itu pihaknya mengambil keputusan secara diskresi, tapi sangat selektif. "Bisa diskresi tapi barang memang sudah ada di pelabuhan Batam, kemudian sudah terkonfirmasi sejak 2019 dan barangnya mudah busuk, seperti buah maupun daging. Saya mau selamatkan dulu yang sudah di Batam," jelasnya.
Terpisah, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam, Rafki Rasyid mengatakan, mengenai kuota induk, ia berharap BP Batam memberikan alternatif dan membimbing perusahaan yang ditolak melengkapi dokumennya.
"Supaya tidak mengganggu bisnis mereka. Karena jumlah 170 termasuk jumlah yang banyak. Kalau tidak bisa impor sama sekali tentunya akan cukup mengganggu perekonomian Batam," ungkapnya.
Rafki juga mengimbau agar perusahaan proaktif mengurus perizinan impornya ke BP Batam supaya operasional usaha tidak terganggu.
Sumber : Batampos.co.id
Editor : Rinaldi