KIEV (RIAUPOS.CO) – Ukraina merasa dikhianati. Rusia melontarkan empat misil jelajah ke wilayah selatan Pelabuhan Odessa pada Sabtu (23/7/2022). Hanya dua yang berhasil ditangkis Ukraina. Salah satu misil meledak di belakang barisan kontainer dan tak jauh dari kapal yang berlabuh.
Serangan itu terjadi hanya 12 jam setelah Rusia menandatangani kesepakatan dengan Ukraina di Istanbul, Turki. Yakni, bahwa Kiev bisa mengekspor biji-bijian hasil panennya lewat tiga pelabuhan, salah satunya Odessa. Kesepakatan tersebut merupakan hasil mediasi Turki dan diawasi PBB. Selama ini, Kremlin memblokade pelabuhan itu sehingga kapal-kapal milik Kiev tidak bisa keluar.
’’Ini hanya membuktikan satu hal. Tidak peduli apa yang dikatakan dan dijanjikan Rusia, mereka akan menemukan cara untuk tidak mengimplementasikannya,’’ ujar Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, seperti dikutip The Guardian.
Zelensky menyebut serangan itu sebagai tindakan barbar. Menurut dia, serangan bertubi-tubi Rusia tak akan membuat negaranya menyerah. Dia yakin bakal menang. Presiden keenam Ukraina itu mendesak NATO dan negara-negara Barat untuk kembali memberikan bantuan persenjataan berat untuk melawan Rusia.
PBB, Uni Eropa (UE), Amerika Serikat, dan Inggris pun mengecam serangan Rusia. Hal itu dikhawatirkan bisa menghalangi ekspor hasil panen Ukraina. Padahal, sejak invasi Rusia, terjadi kekurangan pasokan pangan global. Pasalnya, Rusia dan Ukraina sama-sama merupakan pengekspor biji-bijian terbesar di dunia. Salah satunya gandum yang menjadi bahan utama pembuatan roti dan mi.
’’Rusia bertanggung jawab karena memperparah krisis pangan global dan harus menghentikan agresinya,’’ terang Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken.
Di sisi lain, Kremlin mengakui bahwa serangan di Pelabuhan Odessa memang terjadi. Namun, target mereka bukan kapal-kapal untuk ekspor hasil panen Ukraina, melainkan peralatan militer Kiev. Karena itu, Rusia tak merasa telah melanggar kesepakatan.
’’Sebuah kapal perang Ukraina yang berlabuh dan gudang dengan rudal antikapal Harpoon yang dipasok AS telah dihancurkan oleh rudal angkatan laut berpemandu presisi jarak jauh (milik Rusia) di Pelabuhan Odessa di wilayah pabrik perbaikan kapal,’’ bunyi pernyataan Kementerian Pertahanan Rusia, Ahad (24/7/2022).
Otoritas di wilayah Odessa mengungkapkan, pada saat kejadian, hasil panen Ukraina untuk ekspor sudah disimpan di pelabuhan. Untung, ia tidak ikut terkena serangan misil. Meski begitu, Ukraina harus menata kembali area pelabuhan yang baru diserang agar proses ekspor bisa berjalan.
Sejak blokade oleh Rusia, sekitar 20 juta ton hasil panen Ukraina terjebak di wilayah pelabuhan. Imbasnya, terjadi kenaikan harga pangan. Terutama di wilayah Afrika. Negara-negara di benua itu sangat bergantung pada impor gandum dari Rusia dan Ukraina.
Hal serupa dirasakan negara-negara Asia. Filipina, misalnya. Toko-toko roti kini memperkecil ukuran pandesal. Yakni, roti manis yang biasa dikonsumsi penduduk Filipina. Kelangkaan gandum membuat para pembuat roti harus memutar otak agar tak menaikkan harga. ’’Kami terpaksa memperkecil ukurannya agar (usaha) ini bisa bertahan,’’ ucap Jam Mauleon, pemilik Matimyas Bakery di Manila.
Sementara itu, Korea Utara (Korut) yang merupakan sekutu Rusia melontarkan tudingan ke AS. Washington dituding memiliki banyak tempat pembuatan senjata biologis. Rusia juga melontarkan pernyataan serupa Maret lalu, tapi ditolak PBB. Yakni, bahwa AS mendanai pembuatan senjata biologis di Ukraina.
’’Washington mengabaikan perjanjian internasional dengan mendirikan laboratorium biologi di puluhan negara dan wilayah, termasuk Ukraina,’’ bunyi laporan yang diunggah KCNA, media milik pemerintah Korut, kemarin. Mereka menegaskan bahwa Rusia telah mendeteksi keberadaan laboratorium itu.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman