Jumat, 20 September 2024

Ada Perbedaan Angka Kematian Covid-19, Ini Penjelasan Pemerintah

JAKARTA(RIAUPOS.CO) – Jubir pemerintah untuk penanganan Covid-19 Achmad Yurianto mengungkapkan bahwa angka kematian yang dicatat pemerintah hanyalah mereka yang dinyatakan positif dari pemeriksaan antigen melalui real time PCR.

Yuri mengungkapkan, gugus tugas memaklumi bahwa selama ini ada beberapa kasus kematian ODP atau PDP yang rawan menimbulkan perbedaan data. ”Jika ada kasus kematian yang terkonfimrasi positif dari hasil tes antigen dengan PCR yang sampelnya diambil sebelum meninggal, maka kematian tersebut yang dicatat sebagai kematian positif Covid-19,” kata Yuri pada Kamis (23/4).

Namun, bila tes PCR menyatakan bahwa PDP bersangkutan tidak terkonfirmasi positif, atau negatif, atau tidak sempat diambil sampel spesimennya sebelum meninggal, gugus tugas tidak mencatat kasus tersebut sebagai kasus meninggal karena Covid-19.

Meski demikian, jika ada PDP yang meninggal tetapi belum terkonfirmasi karena belum diambil sampelnya atau pemeriksaan di laboratorium belum selesai, pemerintah tetap akan memberlakukan tata laksana pemakaman sesuai standar WHO.

- Advertisement -

”Ini untuk mengantisipasi kemungkinan Covid-19. Penting semata dalam rangka melindungi petugas pemulasaraan jenazah, keluarga, dan petugas pemakaman,” katanya.

Yuri menegaskan bahwa dalam hal ini, pemerintah tidak memiliki kepentingan maupun mendapatkan keuntungan apa pun dari manipulasi data. ”Ini justru merugikan dan mengacaukan kerja keras selama ini,” katanya.

- Advertisement -
Baca Juga:  SRY Dibekuk Polisi Usai Curi Motor di Acara Pernikahan

Menurut Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Covid-19 Agus Wibowo, perbedaan data lebih disebabkan perbedaan cara penghitungan. ”IDI punya protokol semua ODP dan PDP yang mempunyai gejala klinis Covid-19 akan di-treatment sebagai pasien dengan Covid-19. Jadi, yang meninggal status ODP dan PDP juga dihitung karena Covid-19,” jelas Agus.

Sementara itu, gugus tugas hanya mengambil dari hasil tes PCR yang telah terbukti positif. ”Kami mengambil data dari Kemenkes. Hanya yang positif saja (yang dicatat, Red),” jelasnya.

Sebelumnya, Ikatan Dokter Indonesia menyebutkan, masyarakat Indonesia masih kurang disiplin dalam melawan pandemi Covid-19. Padahal, angka kematian akibat Covid-19 terus bergerak naik. Harus ada langkah yang lebih tegas dari pemerintah agar masyarakat tetap diam di rumah demi mencegah penularan.

Ketua Umum IDI Daeng M. Faqih menjelaskan, ada perbedaan data jumlah kematian antara yang disampaikan gugus tugas dan kondisi real time di RS. Gugus tugas hanya menyampaikan data kematian yang sudah terkonfirmasi positif Covid-19. Sementara itu, RS juga mendata kematian pasien dalam pengawasan.

’’Semua pasien PDP yang belum dinyatakan confirm Covid, kalau meninggal, juga dilaporkan sebagai Covid,’’ terangnya. Saat data kematian akibat Covid-19 di gugus tugas menunjukkan angka 500, data real time di RS sekitar 1.000 kematian. Dua kali lipat dari data gugus tugas.

Baca Juga:  Selamatkan Bibir Pantai dan Berkebun tanpa Bakar

Daeng menuturkan, pihaknya mendapatkan laporan dari para anggota IDI bahwa data yang dilaporkan kepada masyarakat mungkin mengalami delay. Sebab, laboratorium untuk mengetes virus memang masih sedikit. Atas dasar itulah, RS mencatat pula kematian PDP sebagai kematian Covid-19.

Menurut Daeng, yang tidak kalah penting untuk menjadi perhatian saat ini adalah tingkat kedisiplinan masyarakat selama pandemi. Di daerah yang ditetapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) misalnya, pelaksanaannya belum maksimal. ’’Saya melihat jalan-jalan malah tambah ramai, kayaknya transportasi juga masih berjubel,’’ lanjutnya.

Karena itu, seharusnya PSBB tidak sebatas ditetapkan. Pendisiplinan warga juga harus dilakukan. Harus diakui, masyarakat Indoensia memang kurang disiplin dibandingkan Italia, India, atau bahkan Tiongkok dalam menjalankan kebijakan pemerintah kali ini. Kepedulian dan kesadaran akan bahaya Covid-19 masih kurang.

Karena itu, dia mendorong agar aparat lebih tegas dalam mendisiplinkan warga. Kemudian, setiap kebijakan terkoordinasi dengan baik agar satu kata. Kalau sudah ditetapkan PSBB, tidak boleh ada toleransi dalam penerapannya.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: Deslina

 

JAKARTA(RIAUPOS.CO) – Jubir pemerintah untuk penanganan Covid-19 Achmad Yurianto mengungkapkan bahwa angka kematian yang dicatat pemerintah hanyalah mereka yang dinyatakan positif dari pemeriksaan antigen melalui real time PCR.

Yuri mengungkapkan, gugus tugas memaklumi bahwa selama ini ada beberapa kasus kematian ODP atau PDP yang rawan menimbulkan perbedaan data. ”Jika ada kasus kematian yang terkonfimrasi positif dari hasil tes antigen dengan PCR yang sampelnya diambil sebelum meninggal, maka kematian tersebut yang dicatat sebagai kematian positif Covid-19,” kata Yuri pada Kamis (23/4).

Namun, bila tes PCR menyatakan bahwa PDP bersangkutan tidak terkonfirmasi positif, atau negatif, atau tidak sempat diambil sampel spesimennya sebelum meninggal, gugus tugas tidak mencatat kasus tersebut sebagai kasus meninggal karena Covid-19.

Meski demikian, jika ada PDP yang meninggal tetapi belum terkonfirmasi karena belum diambil sampelnya atau pemeriksaan di laboratorium belum selesai, pemerintah tetap akan memberlakukan tata laksana pemakaman sesuai standar WHO.

”Ini untuk mengantisipasi kemungkinan Covid-19. Penting semata dalam rangka melindungi petugas pemulasaraan jenazah, keluarga, dan petugas pemakaman,” katanya.

Yuri menegaskan bahwa dalam hal ini, pemerintah tidak memiliki kepentingan maupun mendapatkan keuntungan apa pun dari manipulasi data. ”Ini justru merugikan dan mengacaukan kerja keras selama ini,” katanya.

Baca Juga:  Mantan Penyelidik KPK: Firli Dkk Berkuasa Tanpa Kontrol

Menurut Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Covid-19 Agus Wibowo, perbedaan data lebih disebabkan perbedaan cara penghitungan. ”IDI punya protokol semua ODP dan PDP yang mempunyai gejala klinis Covid-19 akan di-treatment sebagai pasien dengan Covid-19. Jadi, yang meninggal status ODP dan PDP juga dihitung karena Covid-19,” jelas Agus.

Sementara itu, gugus tugas hanya mengambil dari hasil tes PCR yang telah terbukti positif. ”Kami mengambil data dari Kemenkes. Hanya yang positif saja (yang dicatat, Red),” jelasnya.

Sebelumnya, Ikatan Dokter Indonesia menyebutkan, masyarakat Indonesia masih kurang disiplin dalam melawan pandemi Covid-19. Padahal, angka kematian akibat Covid-19 terus bergerak naik. Harus ada langkah yang lebih tegas dari pemerintah agar masyarakat tetap diam di rumah demi mencegah penularan.

Ketua Umum IDI Daeng M. Faqih menjelaskan, ada perbedaan data jumlah kematian antara yang disampaikan gugus tugas dan kondisi real time di RS. Gugus tugas hanya menyampaikan data kematian yang sudah terkonfirmasi positif Covid-19. Sementara itu, RS juga mendata kematian pasien dalam pengawasan.

’’Semua pasien PDP yang belum dinyatakan confirm Covid, kalau meninggal, juga dilaporkan sebagai Covid,’’ terangnya. Saat data kematian akibat Covid-19 di gugus tugas menunjukkan angka 500, data real time di RS sekitar 1.000 kematian. Dua kali lipat dari data gugus tugas.

Baca Juga:  SRY Dibekuk Polisi Usai Curi Motor di Acara Pernikahan

Daeng menuturkan, pihaknya mendapatkan laporan dari para anggota IDI bahwa data yang dilaporkan kepada masyarakat mungkin mengalami delay. Sebab, laboratorium untuk mengetes virus memang masih sedikit. Atas dasar itulah, RS mencatat pula kematian PDP sebagai kematian Covid-19.

Menurut Daeng, yang tidak kalah penting untuk menjadi perhatian saat ini adalah tingkat kedisiplinan masyarakat selama pandemi. Di daerah yang ditetapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) misalnya, pelaksanaannya belum maksimal. ’’Saya melihat jalan-jalan malah tambah ramai, kayaknya transportasi juga masih berjubel,’’ lanjutnya.

Karena itu, seharusnya PSBB tidak sebatas ditetapkan. Pendisiplinan warga juga harus dilakukan. Harus diakui, masyarakat Indoensia memang kurang disiplin dibandingkan Italia, India, atau bahkan Tiongkok dalam menjalankan kebijakan pemerintah kali ini. Kepedulian dan kesadaran akan bahaya Covid-19 masih kurang.

Karena itu, dia mendorong agar aparat lebih tegas dalam mendisiplinkan warga. Kemudian, setiap kebijakan terkoordinasi dengan baik agar satu kata. Kalau sudah ditetapkan PSBB, tidak boleh ada toleransi dalam penerapannya.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: Deslina

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari