Warga bertahan hidup dengan menanam padi. Tak jarang anak-anak buaya menyeberang dari Sungai Lakar, lalu masuk ke parit sekitar sawah.
SIAK (RIAUPOS.CO) — SALAH seorang petani, Ratmi mengaku sudah terbiasa, meski kadang kala ada kekhawatiran kalau dia sendirian berada di sawah tanpa didampingi suaminya.
"Saya khawatir kalau buaya dewasa yang datang. Kalau buaya kecil-kecil saya tidak terlalu resah karena sudah biasa melihatnya," ungkapnya.
Sementara Roni terus mengingatkan warga agar lebih berhati-hati dan tidak mandi-mandi di anak Sungai Lakar yang airnya dialirkan ke persawahan. "Kami juga memasang plang, sungai itu habitat buaya," jelas Roni.
Ditanya tentang gagal panen karena tanaman padi rusak, Roni sangat berharap ada solusi dari dinas pertanian. Selain agar lahan menjadi subur, juga bagaimana caranya petani mendapatkan pupuk subsidi.
"Ini dilema dan harus dicarikan solusi. Saya sebagai penghulu sangat mengharapkan dinas terkait lebih peduli," ungkapnya sambil menambahkan sampai saat ini petugas penyuluh pertanian tidak bersama para petani.
Bicara sawah, tentu bicara pengairan. Ternyata sejak 2017, saat tim dari Dinas PU masuk ke Teluk Lanus. Cerita Riski dari UPTD Pengairan Dinas PU Tarukim, sawah-sawah itu terendam sampai sepinggang orang dewasa. "Maka kanal-kanal dan anak Sungai Lakar kami bersihkan. Sehingga pengairan sawah lebih lancar dan sawah tidak lagi terendam," ungkapnya.
Tentang ada warga yang gagal panen, Riski enggan berkomentar. Dia hanya menjelaskan, pihaknya bekerja sesuai tugas pokok dan fungsinya. Membuat saluran dan pengairan lancar. Irigasi dan pengairannya sudah lancar. Demikian juga kanal-kanal di depan rumah warga, hampir semuanya mengalir.
"Tidak ada genangan, karena kami memang secara rutin membersihkannya," ujarnya.
Dapat dibayangkan bagaimana warga harus menghadapi gagal panen, sementara bergantung hidup dari hasil gabah yang ditanam. Sementara di depan mata, warga sedang bersiap membayar biaya masuk listrik baru dari PLN. Selama ini sudah ada Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), namun belum bisa mengatasi kekurangan listrik. Kapasitas listrik tidak sebanding dengan jumlah warga. Sehingga listrik hanya hidup malam hari saja, dari pukul 18.00 sampai pukul 05.00.
Dan belum semua warga menikmati listrik desa ini. Masih banyak warga yang hidup dalam kegelapan jika malam hari. Warga hanya mengandalkan lampu minyak. Saat ini PLN sudah memasang tiang listrik, dan membangun gardu pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) di sekitar pelabuhan.
"Kami berharap listrik segera masuk ke rumah rumah warga, sehingga warga bisa lebih bersemangat dan kampung menjadi hidup di malam hari," ucap Roni.
Sebab selama ini, habis magrib tidak ada lagi aktivitas warga di luar rumah. Manajer PLN Cabang Siak Heru Triwibowo membenarkan pihaknya sedang membangun PLTD 500 Kw. Desember seharusnya lisrik sudah mengalir ke rumah-rumah, namun ada kendala pengiriman tiang. Untung saja pembangunan bisa lintas tahun, meski sebenarnya jaringan ini untuk 2019. Tapi yang pasti, menurut Heru jaringan sudah siap dan mesin diesel tinggal memindahkan dari Minas Barat ke Teluk Lanus. Maret direncanakan terealisasi. Harga listrik sama saja, tidak ada bedanya di desa maupun di kota.
"Namun, tidak ada subsidi untuk warga. Karena data yang kami miliki, warga Teluk Lanus tidak masuk sebagai warga penerima subsidi," ungkapnya.
Saat Riau Pos berkeliling bersama salah seorang warga bernama Sutriadi, semua warga disapanya. Warga membalas sapaan Sutriadi dengan ramah. Ada kegembiraan di wajah mereka. Bahkan seorang ibu yang sedang mencuci pakaian di kanal depan rumah yang airnya dari tanah gambut, balik bertanya, "Dari mana Pak?" Sutriadi menjawab, "Jalan-jalan Bu."
Meski pasar tidak ada di kampung ini, namun fasilitas pendidikan secara bertahap dilengkapi. Mulai dari PAUD, TK, SD, SMP bahkan SMA. Meski masih kelas jauh dari SMAN 3 Sungai Apit, namun jumlah siswa mencapai 30 orang, dengan tujuh orang guru. Hanya saja belakangan, status guru semakin tidak jelas. Dikatakan Mazlan SSy (28) guru PPKN, saat ini penyuluh agama SK sudah keluar, belum ada kejelasan status dirinya dan enam guru lainnya.
"Kami mengajar sejak 2015 lalu dan sudah melahirkan dua alumni dengan prestasi tak kalah dengan sekolah induk. Tapi karena SMA berada di bawah disdik provinsi, menjadi dilema bagi kami," ungkap Mazlan di ruang guru.
Perlu perhatian dan pembinaan lebih intens, mengingat tidak ada kepala sekolah di sini. Di sini semua guru. Kepala sekolah ada di Sungai Apit dan dalam keadaan stroke.
"Beri kami harapan. Sehingga kami dapat menularkannya kepada para siswa. Sehingga semangat mereka terus terpacu dalam meraih prestasi," ucap Mazlan.
Jika itu tentang pendidikan dan guru, bagaimana dengan kesehatan. Teluk Lanus punya pustu dan polindes. Menurut Bidan Refi Alfina, penyakit warga rata-rata kalau tidak lambung, demam, dan lainnya.
"Obat-obatan cukup. Hanya saja pengiriman obat lambat dan memerlukan biaya," katanya.
Dokter belum datang. Menurutnya harusnya memang ada dokter di sini. Terakhir dokter bernama Widodo. Namun, sampai saat ini dia belum kembali lagi ke Teluk Lanus. Dikatakan Refi, yang paling membuat cemas dan bingung saat ada pasien yang harus dirujuk. Sebab kapal di sini tidak setiap hari. Apalagi kalau orang sakit, tentu perlu cepat.
Namun sayangnya, tapal batas antara Siak dengan Pelalawan belum tuntas. Sesuai peta menurut Penghulu Teluk Lanus, ratusan hektare masuk Siak, namun kini berpindah ke Pelalawan. Ini harus dicarikan solusinya. Bagaimana caranya agar wilayah itu tetap masuk Siak, karena sejak lama sudah telanjur dikelola dan sudah menghasilkan. Bupati Siak Drs H Alfedri MSi mengatakan pihaknya sudah menyiapkan kapal cepat atau speedboat untuk transportasi jika sesuatu yang mendesak dan mendadak terjadi. "Tinggal dikoordinasikan saja. In sya Allah dalam waktu dekat, speedboat sudah sampai Teluk Lanus," ungkap Bupati.
Ketika hal itu dikonfirmasi kepada Kepala Dinas Perhubungan Siak Said Arif Faddilah, dia menyatakan speedboat itu berkapasitas 20 sampai 30 orang. Lengkap dengan pendingin ruangan. Dan dalam beberapa hari ke depan akan sampai di Teluk Lanus. "Speedboat ini diadakan menjelang kapal penumpang Pemkab Siak trayek Teluk Lanus-Buton atau sebaliknya selesai lelang," ungkapnya.
Sementara untuk speedboat kecil untuk keperluan mendesak, jika Pemerintah Kampung Teluk Lanus bertanggung jawab untuk menjaga dan merawatnya, silakan ajukan.
"Nanti akan kami bicarakan dengan Pak Bupati," sebutnya.
Masalah dokter, dinas kesehatan secepatnya juga akan mengirimkan dokter. “Ini masalah kesehatan dan harus ditangani serius. Bahkan anggaran untuk itu sudah kami siapkan,” jelas Alfedri.
Dikatakan Bupati, jalur darat Teluk Lanus menjadi salah satu prioritas pihaknya. In sya Allah akan tuntas di masa pemerintahannya. "Tentang tapal batas, secepatnya kami akan duduk dengan Pemerintah Kabupaten Pelalawan," ungkap Bupati.
Ke depannya Teluk Lanus dapat menjadi kampung penghasil gabah seperti Bungaraya. Dan masyarakatnya sejahtera. Asisten II Pemkab Siak Hendrisan menambahkan, tanpa jalur darat, berapapun banyaknya anggaran diberikan, Teluk Lanus akan seperti itu terus, tidak akan pernah berubah. Dan satu hal, terkait tapal batas antara Siak dan Pelalawan saatnya dituntaskan. "Saatnya Teluk Lanus memiliki jalan darat untuk membuka isolasi," ungkap Hendrisan.
Suatu daerah akan sulit berkembang tanpa akses darat. Makanya perlu solusi konkret untuk menjawab akan seperti apa Teluk Lanus ke depannya. Mengingat saat ini Teluk Lanus sedang menjadi primadona, sebab telah memiliki perhutanan sosial. Terkait perhutanan sosial dengan luas 3.580 hektare, Bupati Alfedri merasa bangga. Pengajuan sudah cukup lama, sejak 2009 dan baru sekarang terealisasi dan diserahkan langsung oleh Presiden beberapa hari lalu di Tahura Sultan Syarif Hasyim Minas, Siak.
"Itukan ada timnya. Nanti bagaimana cara mengelolanya akan dibicarakan. Yang terpenting bagaimana dengan keberadaan hutan itu masyarakat sejahtera," ungkapnya.***
Laporan MONANG LUBIS, Teluk Lanus