Jumat, 20 September 2024

WHO Khawatir Lonjakan Kasus di Eropa

Copenhagen (RIAUPOS.CO) – Gelombang penularan baru Covid-19 di Eropa tidak bisa dipandang sebelah mata. Badan Kesehatan Dunia (WHO), Selasa (23/11) menyatakan kekhawatirannya bahwa angka kematian bakal melonjak, jika tren yang ada saat ini terus berlanjut. Yaitu dari 1,5 juta kematian yang sudah tercatat saat ini menjadi 2,2 juta jiwa pada Maret 2022 nanti. 

Artinya dalam 4 bulan, diprediksi ada 700 ribu korban muncul dari Benua Biru. "Diperkirakan ICU di 49 dari 53 negara di Eropa bakal mengalami tekanan tinggi atau bahkan ekstrim mulai dari sekarang hingga 1 Maret 2022 nanti," bunyi pernyataan WHO seperti dikutip Agence France-Presse.

Negara-negara di Eropa kini memutar otak agar lonjakan kasus tidak terus meroket. Rata-rata berusaha mendorong penduduknya yang belum vaksin agar segera melakukannya. Sebab, mereka yang divaksin, meski tertular, gejalanya tidak parah. Sebagian besar malah cukup dirawat di rumah. Itu berbanding terbalik dengan yang belum mendapatkan vaksin. Mereka kebanyakan berlanjut di rumah sakit, atau bahkan dirawat intensif di ruang ICU. 

"Mungkin pada akhir musim dingin ini hampir semua orang Jerman akan divaksin, sembuh (dari Covid-19) atau meninggal," ujar Menteri Kesehatan Jerman Jens Spahn. 

- Advertisement -

Saat ini ruangan ICU di beberapa RS terisi dengan cepat. Itu membuat pemerintah Jerman mengambil keputusan untuk memberlakukan lagi berbagai pembatasan. Termasuk di antaranya menutup pasar natal. Di wilayah-wilayah yang kasusnya tinggi, mereka yang belum divaksin dilarang pergi ke tempat umum seperti bioskop, tempat olahraga dan restoran di dalam ruangan. 

Baca Juga:  Ini Strategi KPCPEN Turunkan Kasus Covid-19 di Papua Jelang PON XX

Hampir di semua negara, termasuk Eropa, ada kelompok-kelompok anti vaksin. Mereka inilah yang didorong agar mau segera disuntik. Kanselir Jerman Angela Merkel menegaskan bahwa melarang penduduk yang tidak divaksin ke tempat umum tidaklah cukup. "Situasinya saat ini dramatis karena angka penularan baru naik dua kali lipat tiap 12 hari," tegas Merkel seperti dikutip Al Jazeera.

- Advertisement -

Senin (22/11) angka penularan baru di Jerman mencapai 30.634 kasus dengan angka kematian harian 62 orang. Total kasus sejak awal pandemi mencapai 5,3 juta kasus. Sejauh ini hampir 100 ribu orang berakhir dengan meninggal dunia. 

Austria di lain pihak telah memberlakukan lockdown nasional untuk mengatasi lonjakan penularan. Angka kematian akibat Covid-19 di negara tersebut naik tiga kali lipat pada beberapa pekan terakhir. Mayoritas ICU hampir penuh. Lockdown ini bakal berlangsung 10 hari dan bisa diperpanjang hingga 20 hari. Austria menjadi negara pertama di Eropa Barat yang memberlakukan lockdown nasional, pascavaksinasi massal di seluruh dunia. 

Nasib tak kalah mengenaskan terjadi di Rumania. Banyak penduduk di negara tersebut yang anti vaksin. Angka vaksinasinya kurang dari 36 persen. Saat ini bukan hanya kasus penularan yang naik, tapi juga pasien yang harus dirawat di rumah sakit. Rata-rata mereka mengalami gejala parah. Kamar mayat di  Bucharest University Hospital kapasitasnya hanya 15, tapi kemarin ada 41 kantong jenazah pasien Covid-19. Hal serupa terjadi di beberapa rumah sakit lainnya. 

Baca Juga:  21 Desember Puncak Arus Libur Natal dan Tahun Baru

Mereka yang anti vaksin bukan hanya warga biasa, tapi juga anggota senat Diana Sosoaca. Beberapa kali dia mencoba menghalangi penduduk yang mau ke pusat vaksin di wilayah konstituennya. "Jika Anda mencintai anak Anda, hentikan vaksinasi. Jangan membunuh mereka," tulis Sosoaca di akun Facebook-nya. 

Eropa saat ini ibarat zona merah. Departemen Luar Negeri Amerika Serikat pada Senin memberikan peringatan pada penduduknya agar tidak melakukan perjalanan ke Jerman dan Denmark. Kasus Covid-19 di dua negara tersebut sedang tinggi-tingginya. Mereka mengeluarkan travel advisory level 4 untuk dua negara tersebut. Itu adalah level peringatan tertinggi. 

Selain akibat lambatnya vaksinasi, kembalinya Eropa menjadi epicentrum pandemi disinyalir karena varian Delta serta musim dingin. Hal itu memaksa penduduk untuk beraktivitas di dalam ruangan lagi. Di Jerman, mereka yang sudah divaksin lengkap baru 68 persen. Padahal ia adalah salah satu negara yang paling banyak penduduknya di Eropa.(sha/bay/das)

Laporan JPG, Copenhagen

Copenhagen (RIAUPOS.CO) – Gelombang penularan baru Covid-19 di Eropa tidak bisa dipandang sebelah mata. Badan Kesehatan Dunia (WHO), Selasa (23/11) menyatakan kekhawatirannya bahwa angka kematian bakal melonjak, jika tren yang ada saat ini terus berlanjut. Yaitu dari 1,5 juta kematian yang sudah tercatat saat ini menjadi 2,2 juta jiwa pada Maret 2022 nanti. 

Artinya dalam 4 bulan, diprediksi ada 700 ribu korban muncul dari Benua Biru. "Diperkirakan ICU di 49 dari 53 negara di Eropa bakal mengalami tekanan tinggi atau bahkan ekstrim mulai dari sekarang hingga 1 Maret 2022 nanti," bunyi pernyataan WHO seperti dikutip Agence France-Presse.

Negara-negara di Eropa kini memutar otak agar lonjakan kasus tidak terus meroket. Rata-rata berusaha mendorong penduduknya yang belum vaksin agar segera melakukannya. Sebab, mereka yang divaksin, meski tertular, gejalanya tidak parah. Sebagian besar malah cukup dirawat di rumah. Itu berbanding terbalik dengan yang belum mendapatkan vaksin. Mereka kebanyakan berlanjut di rumah sakit, atau bahkan dirawat intensif di ruang ICU. 

"Mungkin pada akhir musim dingin ini hampir semua orang Jerman akan divaksin, sembuh (dari Covid-19) atau meninggal," ujar Menteri Kesehatan Jerman Jens Spahn. 

Saat ini ruangan ICU di beberapa RS terisi dengan cepat. Itu membuat pemerintah Jerman mengambil keputusan untuk memberlakukan lagi berbagai pembatasan. Termasuk di antaranya menutup pasar natal. Di wilayah-wilayah yang kasusnya tinggi, mereka yang belum divaksin dilarang pergi ke tempat umum seperti bioskop, tempat olahraga dan restoran di dalam ruangan. 

Baca Juga:  Pelunasan Haji Khusus Diperpanjang

Hampir di semua negara, termasuk Eropa, ada kelompok-kelompok anti vaksin. Mereka inilah yang didorong agar mau segera disuntik. Kanselir Jerman Angela Merkel menegaskan bahwa melarang penduduk yang tidak divaksin ke tempat umum tidaklah cukup. "Situasinya saat ini dramatis karena angka penularan baru naik dua kali lipat tiap 12 hari," tegas Merkel seperti dikutip Al Jazeera.

Senin (22/11) angka penularan baru di Jerman mencapai 30.634 kasus dengan angka kematian harian 62 orang. Total kasus sejak awal pandemi mencapai 5,3 juta kasus. Sejauh ini hampir 100 ribu orang berakhir dengan meninggal dunia. 

Austria di lain pihak telah memberlakukan lockdown nasional untuk mengatasi lonjakan penularan. Angka kematian akibat Covid-19 di negara tersebut naik tiga kali lipat pada beberapa pekan terakhir. Mayoritas ICU hampir penuh. Lockdown ini bakal berlangsung 10 hari dan bisa diperpanjang hingga 20 hari. Austria menjadi negara pertama di Eropa Barat yang memberlakukan lockdown nasional, pascavaksinasi massal di seluruh dunia. 

Nasib tak kalah mengenaskan terjadi di Rumania. Banyak penduduk di negara tersebut yang anti vaksin. Angka vaksinasinya kurang dari 36 persen. Saat ini bukan hanya kasus penularan yang naik, tapi juga pasien yang harus dirawat di rumah sakit. Rata-rata mereka mengalami gejala parah. Kamar mayat di  Bucharest University Hospital kapasitasnya hanya 15, tapi kemarin ada 41 kantong jenazah pasien Covid-19. Hal serupa terjadi di beberapa rumah sakit lainnya. 

Baca Juga:  21 Desember Puncak Arus Libur Natal dan Tahun Baru

Mereka yang anti vaksin bukan hanya warga biasa, tapi juga anggota senat Diana Sosoaca. Beberapa kali dia mencoba menghalangi penduduk yang mau ke pusat vaksin di wilayah konstituennya. "Jika Anda mencintai anak Anda, hentikan vaksinasi. Jangan membunuh mereka," tulis Sosoaca di akun Facebook-nya. 

Eropa saat ini ibarat zona merah. Departemen Luar Negeri Amerika Serikat pada Senin memberikan peringatan pada penduduknya agar tidak melakukan perjalanan ke Jerman dan Denmark. Kasus Covid-19 di dua negara tersebut sedang tinggi-tingginya. Mereka mengeluarkan travel advisory level 4 untuk dua negara tersebut. Itu adalah level peringatan tertinggi. 

Selain akibat lambatnya vaksinasi, kembalinya Eropa menjadi epicentrum pandemi disinyalir karena varian Delta serta musim dingin. Hal itu memaksa penduduk untuk beraktivitas di dalam ruangan lagi. Di Jerman, mereka yang sudah divaksin lengkap baru 68 persen. Padahal ia adalah salah satu negara yang paling banyak penduduknya di Eropa.(sha/bay/das)

Laporan JPG, Copenhagen

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari