JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Kemendikbudristek akhirnya angkat bicara mengenai dorongan penundaan pembelajaran tatap muka (PTM) karena rendahnya capaian vaksinasi Covid-19 terhadap anak. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menegaskan bahwa vaksinasi Covid-19 terhadap murid bukan prakondisi untuk pembukaan sekolah.
Pada rapat bersama Komisi X DPR kemarin (23/8), Nadiem menyampaikan bahwa yang menjadi kriteria pembukaan sekolah adalah tingkat level pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di daerah tersebut. ”Vaksinasi bukan kriteria untuk pembukaan sekolah. Kondisi untuk membuka sekolah ada di PPKM level 1, 2, dan 3. Itu saja,” ujarnya.
Nadiem menuturkan, tidak mungkin siswa terus menjalani pembelajaran jarak jauh (PJJ) sampai semuanya mendapat vaksin Covid-19. Sebab, pencapaian target vaksinasi akan memerlukan waktu hingga 2,5 tahun. Sementara, saat ini sudah banyak siswa yang mengalami learning loss (ketertinggalan dalam proses belajar). ”Kita tidak punya opsi, kita harus sekolah dalam kondisi virus ini,” tegasnya.
Belum lagi, PJJ ini memberikan dampak negatif lainnya kepada anak. Menurut Nadiem, banyak siswa yang mengalami tekanan psikologis, bahkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), selama belajar dari rumah.
Namun, bukan berarti vaksinasi tidak penting. Sebab, vaksinasi guru menjadi syarat wajib bila sekolah ingin memulai PTM terbatas. Sekolah wajib memberikan opsi tatap muka kepada siswanya bila seluruh guru dan tenaga kependidikan sudah divaksin. Tentu dibarengi dengan pemenuhan prasyarat pembukaan sekolah lainnya yang ada dalam SKB empat menteri. Termasuk tata cara pelaksanaan PTM terbatas yang secara jelas disampaikan di sana. Mulai kapasitas kelas hingga kegiatan apa saja yang diperbolehkan dan tidak selama berada di sekolah nanti.
Dia mengakui, angka PTM terbatas masih rendah. Dalam catatan pihaknya, sejatinya 63 persen dari 540.979 sekolah di Indonesia saat ini sudah berada di wilayah dengan PPKM level 1, 2, dan 3. Artinya, mereka sudah diizinkan melaksanakan PTM terbatas. Namun, baru 26 persen sekolah yang kembali membuka sekolah untuk kegiatan belajar-mengajar. Angka PTM terbatas awalnya sudah mencapai 30 persen pada awal tahun. Namun, seluruh siswa harus kembali menjalani PJJ karena Covid-19 varian Delta merebak.
Terkait dengan rendahnya angka PTM saat ini, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (PAUD Dikdasmen) Kemendikbudristek Jumeri mengungkapkan bahwa sejatinya siswa, orang tua, hingga guru ingin segera melaksanakan PTM terbatas. Namun, rupanya beberapa kepala daerah masih mempertimbangkan sejumlah aspek untuk membuka sekolah lagi. ”Mungkin karena wilayah aglomerasi dan lainnya,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Kemenag Moh. Ishom Yusqi menegaskan, sampai saat ini belum ada madrasah negeri di bawah naungan Kemenag yang menyelenggarakan PTM di tengah pandemi Covid-19. Sama dengan di Kemendikbudristek, Kemenag bakal menyiapkan aplikasi khusus untuk isian kesiapan madrasah kembali menjalankan PTM secara terbatas. ”Kami siapkan aplikasi Siap Belajar. Rencananya, kami rilis pada 30 Agustus mendatang,” katanya kemarin.
Kemenag juga sudah memutuskan untuk kembali memberikan keringanan uang kuliah tunggal (UKT). Total anggaran yang disiapkan mencapai Rp 169 miliar. Keringanan UKT ini diberikan pada semester genap (Februari 2021) dan semester ganjil (Agustus 2021). Keringanan UKT bervariasi hingga ada yang digratiskan. Total, ada 6.559 mahasiswa yang mendapatkan diskon UKT 100 persen.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman