Kamis, 19 September 2024

Rupa-Rupa Karya Kegembiraan di Atas Panggung

Seperti candu yang lama terpendam, maka panggung seni itu menjadi luapan kegembiraan rasa dan keindahan karya. Para seniman tari dan teater mengekspresikan hasil renungannya itu dalam sebuah festival.

(RIAUPOS.CO) – GEDUNG Olah Seni Taman Budaya, Riau, dipenuhi ratusan penonton, Sabtu (17/7/2022). Mereka hadir dengan protokol kesehatan yang ketat untuk menyaksikan acara puncak Festival Seni 2022 yang ditaja Dewan Kesenian Kota Pekanbaru (DKKP).

Penonton memenuhi ruang pertunjukan. Selain seniman, juga masyarakat umum, baik anak kecil, remaja maupun dewasa. Hal ini membuktikan bahwa Kota Pekanbaru sebagai kota urban mesti diisi dengan pergelaran seni.

Acara yang dimulai pukul 14.00 WIB itu dibuka oleh Ketua Umum DKKP Fedli Azis. Ia mengatakan, iven seperti ini sangat diperlukan dalam membina dan membentuk regenerasi seniman di Kota Pekanbaru, khususnya di bidang seni tari dan teater.

- Advertisement -

“Tentu kami berharap bisa me­laksanakan iven ini untuk tahun-tahun berikutnya,” ujar Fedli.

Tampak pula hadir dalam pembukaan tersebut beberapa seniman antara lain Benie Riaw, Aziz Fikri, Salimi Yusuf, Zulken, David Flamenco, Pay Lembang, Rina Nazarudin, Siti Salmah, Rian Harahap dan masih banyak lainnya.

- Advertisement -

Acara yang dimulai dengan penampilan Teater Batra dengan judul Hompimpa merupakan sebuah pertunjukan berangkat dari permainan anak-anak. Lalu secara berurutan tampil teater Taksu dengan judul Ucak, Teater Goeboek Creative dengan judul Kirun, Teater Seru Rasa dan malam harinya ditutup dengan dua penampilan teater dari Komunitas Jejak Langkah yang disutradarai Guntur serta Belacan Art Community dengan judul Open BO.

Malam hari pun gedung ini penuh dan sesak. Hal ini karena enam kelompok tari yang memang sudah melanglang buana di Kota Pekanbaru turut memeriahkan Festival Seni DKKP.

Dimulai dengan Sanggar Titah Negeri yang mengangkat Kajang Lipat, lalu Cindai Art, Buih Selari, Goeboek Creativ, Seri Melayu dan Kemilau Art. Malam itu pun membuat sidang juri alot. Juri memerlukan waktu satu jam untuk melakukan sidang siapa yang berhak menyandang gelar sebagai penyaji terbaik untuk tari dan teater.

Baca Juga:  Garap Istri Tetangga, Penghulu Dipergoki Warga saat Mesum  

Dewan juri tari yang malam itu bersidang antara lain, SPN Iwan Irawan Permadi, Syafmanefi Alamanda, dan Rino Dezapaty memilih tiga penyaji terbaik untuk cabang lomba tari. Mereka memutuskan, penyaji terbaik 1 Kumpulan Seni Seri Melayu dengan judul Meghindu, serta mendapatkan koreografer terbaik dan penata musik terbaik. Penyaji terbaik 2 oleh Kemilau Art dan penyaji terbaik 3 oleh  Titah Negeri.

Sidang alot juga mewarnai siapa yang berhak menjadi penyaji terbaik di bidang teater. Dewan juri yang terdiri dari SPN Marhalim Zaini, Fedli Azis, dan Bero mesti beradu pendapat mana aktor dan sutradara terbaik dalam helat Festival Seni DKKP.

Setelah melewati beberapa pertimbangan, maka terpilihlah penyaji terbaik 1 oleh kelompok Belacan Art Community, serta  mendapat sutradara terbaik. Untuk penyaji terbaik 2 oleh kelompok Taksu serta mendapat aktor terbaik, dan terakhir penyaji terbaik 3 oleh UKM Batra Unri.

“Yang terbaik dan yang belum terbaik, semuanya tampil dengan gembira. Terus berkarya dan sampai jumpa tahun depan,” kata Fedli

Fedli memaparkan lebih lanjut, DKKP menyadari bahwa helat seni berupa kompetisi untuk komunitas independen sudah jarang dilaksanakan pihak manapun. Hal ini dikarenakan pandemi Covid-19 yang berlarut-larut hingga tiga tahun lamanya. Para seniman seni pertunjukan kehilangan ruang berekspresi. Alhasil pertemuan antara seniman dan audiens jarang terjadi di ruang terbuka.

Masih banyak alasan lain yang memotivasi para pengurus untuk menggelar perhelatan itu. Ditambah lagi, kerinduan pada panggung kerap disampaikan dalam berbagai pertemuan dengan para seniman. Mereka beranggapan, pertemuan di ruang maya atau online seperti yang terjadi selama ini kurang diminati seniman, terutama di Riau. Semisal tari virtual, teater virtual dan sejenisnya.

Para seniman merindukan pertemuan secara langsung dengan audiens-nya (offline). Maka pengurus bersepakat, DKKP harus mewujudkannya dengan cara apapun.

“Helat ini kami gelar secara swadaya. Banyak pihak yang berpartisipasi seperti Taman Reakreasi Alamayang, Nadira Napoleon, donatur pribadi dan lainnya. Kali ini, kami belum mendapat support apapun dari Pemko. Bagi kami tidak masalah, sebab intinya kami ingin memberi bukti terlebih dahulu,” ulasnya lagi.

Baca Juga:  Saat Virus HNV-21 Intai Nyawa Wanita

Tentu saja helat serupa ini akan diupayakan jadi agenda tahunan. Program ini tentu saja diharapkan memberi motivasi dan spirit bagi seniman untuk menguji kemampuannya dalam melahirkan karya-karya terbaik.

“Yang membanggakan, antusias peserta dan penonton saat helat itu berlangsung. Mereka benar-benar memberi apresiasi tinggi pada helat ini,” tambah Fedli.

Sebenarnya DKKP punya beberapa program unggulan, selain kompetisi masing-masing percabangan seni seperti teater-film, sastra, senirupa, musik dan tari, juga ada Festival Anak Pekan.

Rupa-Rupa Karya
Karya yang disajikan para pemain dari setiap sanggar memiliki gaya yang berbeda. Kaya dengan narasi dan imajinasi yang kadang juga sulit diterjemahkan. Tapi asyik-asyik saja, karena penonton yang hadir terlihat gembira. Bahkan setiap penampilan disajikan, semua terlihat tenang dan menyimak dengan seksama.

Tari tampil dengan bermacam ragamnya. Gemilang dan cerah. Tidak hanya kostum yang warna-warni di atas panggung dan semakin indah oleh pantulan cahaya lampu, tapi garapannya juga sangat menarik. Barangkali karena memang sudah lama tidak ada sajian tari dalam bentuk kompetisi. Tak heran jika setiap penampilan satu grup usai, penonton langsung bertepuk tangan dengan gemuruh.

‘’Bahagia sekali bisa menyaksikan festival ini. Sudah lama tidak nonton garapan tari dalam bentuk festival. Ada juga nonton, tapi kalau lomba ini berbeda. Lebih heboh, serius dan menegangkan,’’ kata Iky, salah seorang penonton asal Panam.

Begitu juga dengan garapan teater dari peserta lomba. Rata-rata mereka tampil secara karakter. Unik, tak jarang ulah aktor menegangkan. Ditambah lagi properti yang bermacam-macam. Sajian garapan tari dan teater ini disaksikan penonton sepanjang petang hingga malam.***

 

Laporan KUNNI MASROHANTI, Pekanbaru

Seperti candu yang lama terpendam, maka panggung seni itu menjadi luapan kegembiraan rasa dan keindahan karya. Para seniman tari dan teater mengekspresikan hasil renungannya itu dalam sebuah festival.

(RIAUPOS.CO) – GEDUNG Olah Seni Taman Budaya, Riau, dipenuhi ratusan penonton, Sabtu (17/7/2022). Mereka hadir dengan protokol kesehatan yang ketat untuk menyaksikan acara puncak Festival Seni 2022 yang ditaja Dewan Kesenian Kota Pekanbaru (DKKP).

Penonton memenuhi ruang pertunjukan. Selain seniman, juga masyarakat umum, baik anak kecil, remaja maupun dewasa. Hal ini membuktikan bahwa Kota Pekanbaru sebagai kota urban mesti diisi dengan pergelaran seni.

Acara yang dimulai pukul 14.00 WIB itu dibuka oleh Ketua Umum DKKP Fedli Azis. Ia mengatakan, iven seperti ini sangat diperlukan dalam membina dan membentuk regenerasi seniman di Kota Pekanbaru, khususnya di bidang seni tari dan teater.

“Tentu kami berharap bisa me­laksanakan iven ini untuk tahun-tahun berikutnya,” ujar Fedli.

Tampak pula hadir dalam pembukaan tersebut beberapa seniman antara lain Benie Riaw, Aziz Fikri, Salimi Yusuf, Zulken, David Flamenco, Pay Lembang, Rina Nazarudin, Siti Salmah, Rian Harahap dan masih banyak lainnya.

Acara yang dimulai dengan penampilan Teater Batra dengan judul Hompimpa merupakan sebuah pertunjukan berangkat dari permainan anak-anak. Lalu secara berurutan tampil teater Taksu dengan judul Ucak, Teater Goeboek Creative dengan judul Kirun, Teater Seru Rasa dan malam harinya ditutup dengan dua penampilan teater dari Komunitas Jejak Langkah yang disutradarai Guntur serta Belacan Art Community dengan judul Open BO.

Malam hari pun gedung ini penuh dan sesak. Hal ini karena enam kelompok tari yang memang sudah melanglang buana di Kota Pekanbaru turut memeriahkan Festival Seni DKKP.

Dimulai dengan Sanggar Titah Negeri yang mengangkat Kajang Lipat, lalu Cindai Art, Buih Selari, Goeboek Creativ, Seri Melayu dan Kemilau Art. Malam itu pun membuat sidang juri alot. Juri memerlukan waktu satu jam untuk melakukan sidang siapa yang berhak menyandang gelar sebagai penyaji terbaik untuk tari dan teater.

Baca Juga:  Saat Virus HNV-21 Intai Nyawa Wanita

Dewan juri tari yang malam itu bersidang antara lain, SPN Iwan Irawan Permadi, Syafmanefi Alamanda, dan Rino Dezapaty memilih tiga penyaji terbaik untuk cabang lomba tari. Mereka memutuskan, penyaji terbaik 1 Kumpulan Seni Seri Melayu dengan judul Meghindu, serta mendapatkan koreografer terbaik dan penata musik terbaik. Penyaji terbaik 2 oleh Kemilau Art dan penyaji terbaik 3 oleh  Titah Negeri.

Sidang alot juga mewarnai siapa yang berhak menjadi penyaji terbaik di bidang teater. Dewan juri yang terdiri dari SPN Marhalim Zaini, Fedli Azis, dan Bero mesti beradu pendapat mana aktor dan sutradara terbaik dalam helat Festival Seni DKKP.

Setelah melewati beberapa pertimbangan, maka terpilihlah penyaji terbaik 1 oleh kelompok Belacan Art Community, serta  mendapat sutradara terbaik. Untuk penyaji terbaik 2 oleh kelompok Taksu serta mendapat aktor terbaik, dan terakhir penyaji terbaik 3 oleh UKM Batra Unri.

“Yang terbaik dan yang belum terbaik, semuanya tampil dengan gembira. Terus berkarya dan sampai jumpa tahun depan,” kata Fedli

Fedli memaparkan lebih lanjut, DKKP menyadari bahwa helat seni berupa kompetisi untuk komunitas independen sudah jarang dilaksanakan pihak manapun. Hal ini dikarenakan pandemi Covid-19 yang berlarut-larut hingga tiga tahun lamanya. Para seniman seni pertunjukan kehilangan ruang berekspresi. Alhasil pertemuan antara seniman dan audiens jarang terjadi di ruang terbuka.

Masih banyak alasan lain yang memotivasi para pengurus untuk menggelar perhelatan itu. Ditambah lagi, kerinduan pada panggung kerap disampaikan dalam berbagai pertemuan dengan para seniman. Mereka beranggapan, pertemuan di ruang maya atau online seperti yang terjadi selama ini kurang diminati seniman, terutama di Riau. Semisal tari virtual, teater virtual dan sejenisnya.

Para seniman merindukan pertemuan secara langsung dengan audiens-nya (offline). Maka pengurus bersepakat, DKKP harus mewujudkannya dengan cara apapun.

“Helat ini kami gelar secara swadaya. Banyak pihak yang berpartisipasi seperti Taman Reakreasi Alamayang, Nadira Napoleon, donatur pribadi dan lainnya. Kali ini, kami belum mendapat support apapun dari Pemko. Bagi kami tidak masalah, sebab intinya kami ingin memberi bukti terlebih dahulu,” ulasnya lagi.

Baca Juga:  Eko Suharjo dan Uber Bersaing Ketat

Tentu saja helat serupa ini akan diupayakan jadi agenda tahunan. Program ini tentu saja diharapkan memberi motivasi dan spirit bagi seniman untuk menguji kemampuannya dalam melahirkan karya-karya terbaik.

“Yang membanggakan, antusias peserta dan penonton saat helat itu berlangsung. Mereka benar-benar memberi apresiasi tinggi pada helat ini,” tambah Fedli.

Sebenarnya DKKP punya beberapa program unggulan, selain kompetisi masing-masing percabangan seni seperti teater-film, sastra, senirupa, musik dan tari, juga ada Festival Anak Pekan.

Rupa-Rupa Karya
Karya yang disajikan para pemain dari setiap sanggar memiliki gaya yang berbeda. Kaya dengan narasi dan imajinasi yang kadang juga sulit diterjemahkan. Tapi asyik-asyik saja, karena penonton yang hadir terlihat gembira. Bahkan setiap penampilan disajikan, semua terlihat tenang dan menyimak dengan seksama.

Tari tampil dengan bermacam ragamnya. Gemilang dan cerah. Tidak hanya kostum yang warna-warni di atas panggung dan semakin indah oleh pantulan cahaya lampu, tapi garapannya juga sangat menarik. Barangkali karena memang sudah lama tidak ada sajian tari dalam bentuk kompetisi. Tak heran jika setiap penampilan satu grup usai, penonton langsung bertepuk tangan dengan gemuruh.

‘’Bahagia sekali bisa menyaksikan festival ini. Sudah lama tidak nonton garapan tari dalam bentuk festival. Ada juga nonton, tapi kalau lomba ini berbeda. Lebih heboh, serius dan menegangkan,’’ kata Iky, salah seorang penonton asal Panam.

Begitu juga dengan garapan teater dari peserta lomba. Rata-rata mereka tampil secara karakter. Unik, tak jarang ulah aktor menegangkan. Ditambah lagi properti yang bermacam-macam. Sajian garapan tari dan teater ini disaksikan penonton sepanjang petang hingga malam.***

 

Laporan KUNNI MASROHANTI, Pekanbaru

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari