(RIAUPOS.CO) – Pandemi Covid-19 dua tahun belakangan mengajarkan bahwa sistem kesehatan merupakan hal vital dalam sebuah negara. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa sistem kesehatan di Indonesia harus terus dibenahi.
Menurut Budi, Kemenkes telah berkoordinasi dengan Kemendagri untuk mewajibkan pemda mengalokasikan dana khusus kesehatan dalam APBD. Setiap daerah diminta mengalokasikan 10 persen dari APBD untuk anggaran kesehatan.
Aturan tersebut, lanjut Budi, mengacu undang-undang. Karena itu, semua kepala daerah harus melaksanakannya. ’’Yang penting 10 persen itu harus direalisasikan dengan baik, termasuk untuk peningkatan dan pemerataan tenaga kesehatan,” bebernya.
Alokasi anggaran, menurut Budi, dapat digunakan untuk biaya kesehatan, laboratorium, optimalisasi fasilitas pelayanan, peningkatan alat kesehatan, dan peningkatan kompetensi serta jumlah tenaga kesehatan. Tujuan lainnya adalah mewujudkan pelayanan kesehatan primer dan rujukan yang lebih baik.
’’Untuk daerah yang APBD-nya kurang dari Rp500 miliar, mungkin bisa kita bantu subsidi. Kalau di atas Rp1 triliun, nanti kita review dulu,” ucap Budi.
Sebelumnya, Budi menyatakan bahwa implementasi transformasi sistem kesehatan membutuhkan dukungan pemda. ’’Transformasi sistem kesehatan menjadi prioritas Kementerian Kesehatan dalam dua tahun ini,” ucapnya.
Ada beberapa hal yang akan ditata. Pertama, layanan kesehatan primer yang belum mampu melayani seluruh penduduk Indonesia. Rencananya, Kemenkes akan memperkuat dan memperluas layanan kesehatan posyandu. Di masa mendatang, posyandu akan dibuat lebih fokus pada upaya promotif preventif seperti skrining dan surveilans. Sasarannya juga akan diperluas bukan hanya ibu dan anak, melainkan juga semua siklus hidup, mulai bayi hingga lansia.
’’Saya membutuhkan bantuan kepala daerah untuk membantu agar puskesmas tidak dijadikan layanan kuratif, tapi promotif preventif,” beber Budi.
Kemenkes juga akan menata ulang laboratorium kesehatan masyarakat di seluruh Indonesia. Saat ini jumlah lab yang dapat melakukan diagnosis masih terbatas. Ke depan, seluruh provinsi di Indonesia ditargetkan memiliki laboratorium pemeriksa PCR. Bahkan, level puskesmas dan posyandu juga ditarget memiliki alat diagnostik untuk mendiagnosis berbagai penyakit dengan cepat. ’’Saya juga butuh dukungan ini karena tidak semua provinsi punya labkesmas,” ungkapnya.
Layanan rujukan pun perlu transformasi. Budi mengatakan, jumlah fasyankes yang mampu melayani penyakit jantung, stroke, kanker, dan ginjal masih terbatas. Padahal, empat penyakit itu merupakan penyebab terbesar kematian. Melalui transformasi ini, seluruh daerah ditargetkan bisa melakukan layanan kesehatan untuk empat penyakit tersebut.
Selanjutnya, sistem ketahanan nasional juga harus dikuatkan. Menkes memastikan seluruh obat, vaksin, dan alat diagnostik diproduksi dalam negeri. Kemenkes juga akan membangun sistem tenaga kesehatan cadangan dengan melibatkan Pramuka, poltekkes, dan fakultas kedokteran. Mereka siap jika sewaktu-waktu dibutuhkan. ’’Saya minta dinkes daerah melakukan pembinaan dan pelatihan untuk meningkatkan kapabilitas mereka terkait kesehatan,” tutur Budi.
Seluruh anggaran dinas kesehatan akan mulai dirapikan. Tujuannya, tidak terjadi tumpang-tindih. Kementerian Kesehatan telah berkoordinasi dengan Kemendagri untuk membantu mengakomodasi daerah melakukan transformasi ini.
Transformasi sumber daya manusia (SDM) kesehatan juga perlu dilakukan. Pada transformasi ini, Kemenkes akan fokus menambah jumlah dokter. Menurut Menkes, jumlah dokter maupun dokter spesialis di Indonesia masih kurang. ’’Penambahan dokter dilakukan dengan menambah jumlah fakultas kedokteran, memberikan bantuan pendidikan, adaptasi tenaga kesehatan di luar negeri, serta meningkatkan produksi tenaga kesehatan,” bebernya.
Di bidang transformasi teknologi kesehatan, Kemenkes telah menyiapkan satu platform kesehatan. Platform ini yang digunakan untuk merekam catatan medis pasien secara digital. Format rekam medis ini akan dibuat sama, baik di apotek, laboratorium, maupun rumah sakit. ”Saya minta Kadinkes memastikan agar apotek, lab, maupun fasyankes mengikuti standar ini. Dengan adanya platform ini, sistem rujukan jadi makin mudah karena semua data ter-record di PL dan menjadi milik pasien,” pungkasnya.(lyn/c17/oni/jpg/muh)
Laporan JPG, Jakarta