Ribuan buah semangka berwarna hijau pekat tersusun di hamparan kebun seluas 3 hektar di Sungai Lipai, Gunung Sahilan, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.
Buah yang identik dengan musim panas ini sedang menunggu dijemput oleh pemesannya. Sakimin (36), petani sekaligus pemilik kebun tampak sibuk memilah ukuran semangka bersama 15 orang pekerjanya.
“Semangka yang besar ini masuk kategori grade 1 sesuai permintaan penampungnya,” ujarnya sembari menepuk-nepuk semangka di pangkuannya dengan bangga.
Sakimin berhasil memanen semangka sebanyak 40 ton di lahannya sendiri. Sebuah capaian luar biasa awal tahun ini. Dijual seharga Rp4.500 per kilogram, semangka Sakimin banjir peminat hingga ke luar daerah seperti Batam dan Jakarta. Tampaknya soal pemasaran bukan lagi kendala bagi Sakimin karena pesanan sudah datang sebelum panen.
“Semangka saya tanam disesuaikan dengan permintaan, jika pasar menginginkan kulit lebih gelap, bisa diatur lewat pemupukan dengan kandungan tertentu,” katanya, Rabu (23/2/2022).
Seharusnya, menurut Sakimin, ia bisa panen lebih banyak hingga 70 ton. Namun ternyata musim kemarau datang lebih awal dan panen terpaksa dipercepat. Hal ini lantaran menanam semangka membutuhkan banyak air terutama pada fase vegetatif. Buah kaya manfaat ini menyukai kelembaban tinggi dengan curah hujan berkisar 40-55 milimeter per bulan.
Dengan modal Rp45 juta, Sakimin kini bisa meraup untung hingga 4 kali lipat. Namun demikian, besarnya modal ini membuat petani lain kehilangan gairah.
Solusi permasalahan ini pernah disampaikan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada kegiatan Asian Agriculture & Food Forum (ASAFF). Presiden meminta para petani agar tidak berjalan sendirian, akan tetapi membuat kelompok tani (poktan).
Jokowi menilai keberadaan Poktan atau gabungan kelompok tani (gapoktan) masih belum cukup. Perlu dibuat kelompok yang lebih besar lagi agar menjadi sebuah kekuatan besar.
Sakimin saat ini merupakan ketua Poktan Mekar Tani. Poktan yang dibentuk sejak 2013 ini beranggotakan 15 petani aktif. Setiap anggota poktan memiliki lahan sendiri dan tanaman budidaya. Jenisnya pun bervariasi mulai dari semangka, cabai, melon, pare hingga vanila. Poktan ini juga rutin mengadakan pertemuan bulanan untuk bertukar informasi seputar metode terbaru bidang agrikultur.
Berkat keilmuannya, ternyata Sakimin digelari "insinyur pertanian" oleh petani lainnya. Sakimin bangga bisa menjadi mentor bagi petani lainnya. Bahkan ia juga memodali anak-anak muda yang ingin bertani lewat sistem bagi hasil.
“Sejak umur 13 tahun, saya sudah akrab dengan tanah lumpur pertanian. Sejak itu saya belajarnya otodidak, bertanya ke petani lain lalu langsung praktik di lahan sendiri,” kenangnya.
Menggeluti dunia pertanian selama 23 tahun, Sakimin telah mengalami naik-turun seperti gagal panen, perubahan iklim dan sebagainya. Ia pun akhirnya sampai pada suatu kesimpulan. Menurutnya, kunci utama dalam bertani adalah formulasi pupuk dan perawatan sesuai karakter tanaman.
Layaknya petani profesional, Sakimin saat ini telah mendapat kontrak pertanian dari sejumlah perusahaan bidang hortikultura. Tugasnya mudah, ia cukup datang untuk monitoring tiga kali sebulan. Tentu saja, dari kontrak ini, Sakimin juga memperoleh penghasilan tambahan.
Kesuksesan Sakimin dan rekan-rekan ternyata bermula dari perkenalan dengan program community development (CD) sebuah perusahaan yang ada di desanya, PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Saat itu, ia mendengar RAPP memiliki program pertanian.
Mereka lalu datang ke kantor desa meminta agar diperkenalkan dengan CD RAPP. Bak gayung bersambut, usulan pendampingan mereka melalui poktan diterima.
“Saya temui kepala desa minta dikenalkan dengan RAPP waktu itu, karena saya dengar koptan binaan RAPP banyak yang sudah berkembang,” kenangnya.
Catatan Kementerian Pertanian RI, kendala terbesar yang dihadapi petani umumnya di Indonesia antara lain kelangkaan pupuk dan rendahnya sumber daya manusia.
“Kalaupun pupuknya dapat, namun harganya sudah tidak terjangkau dan para petani di sini akhirnya memilih untuk bekerja harian di perkebunan sawit sekitar sini,” tutur Sakimin.
Realita ini membuat tujuan peningkatan kesejahteraan petani tidak bisa tercapai. Untuk itu, perlu pendampingan untuk mengurai masalah yang ada. Melalui program agribisnis CD RAPP, anggota poktan diberikan pendampingan seperti pelatihan, bantuan pupuk, perlengkapan hingga manajemen keuangan pertanian.
Koordinator Region Kampar-Kuansing, CD RAPP, Hendrik, mengatakan, program pendampingan pertanian bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan pendapatan yang berujung pada kemandirian para petani.
“Kami mengajak para petani untuk mengidentifikasi kendala yang dihadapi, lalu mencarikan solusinya bersama-sama,” katanya.
Pada tahun 2021 lalu, ditambahkan Hendrik, sebanyak 75 poktan telah menerima program dampingan dengan komoditi beragam seperti sapi, jambu kristal, karet, hortikultura dan sebagainya.
“Jumlah poktan yang kita dampingi tahun ini meningkat dari tahun lalu sebanyak 85 poktan yang berada di sekitar wilayah operasional perusahaan di lima Kabupaten di Riau,” imbuhnya.
Selain itu, poktan difasilitasi berjejaring dengan petani lainnya untuk saling berbagi informasi dan pengalaman seputar pertanian.
“Contohnya poktan Sepakat Tani Makmur dari Desa Kebun Lado Kuansing, estate Logas melakukan studi banding ke lahan pertanian Sakimin di desa Sungai Lipai, ini salah satu cara untuk meningkatkan kualitas SDM poktan binaan,” ujar Hendrik.
Program agribisnis ini merupakan komitmen Grup APRIL untuk mendukung tujuan pembangunan keberlanjutan (sustainable development goals) yang tertuang dalam APRIL2030.
Komitmen tersebut antara lain kemajuan inklusif, pengurangan angka kemiskinan ekstrim dalam radius 50 kilometer dalam wilayah operasional Grup APRIL. Sakimin merasakan betul manfaat dari pendampingan CD RAPP. Monitoring dan pendampingan oleh tim CD melecut semangat para petani.
Kegigihannya mendalami dunia pertanian berbuah manis semanis semangka yang dipanennya. Ia pun kini memiliki sejumlah ruko, kebun dan usaha lainnya. Cita-citanya akan membuka toko pertanian yang menjual pupuk murah dan perlengkapan pertanian untuk membantu sesama petani. Walaupun tidak tamat SD, Sakimin sangat peduli terhadap pendidikan kedua anaknya.
“Mereka harus sekolah sampai tinggi, tapi harapan saya mereka juga mendalami bidang pertanian,” ujarnya mengakhiri.
Editor: Hary B Koriun