JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Hari pertama penyaluran bantuan subsidi kuota internet untuk siswa, guru, mahasiswa, dan dosen langsung berpolemik. Proses pendataan dan verifikasi nomor ponsel dinilai kacau.
Hal tersebut diungkap anggota Ombudsman Alvin Lie, Selasa (22/9) usai menerima bantuan kuota internet dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Awalnya, ia sempat kaget ketika mendapat pesan singkat dari Telkomsel pukul 01.19 WIB. Isinya, pemberitahuan jika nomor ponselnya telah mendapat bantuan tersebut.
Alvin sempat berpikir, bantuan ini untuk apa. Karena saat ini, dirinya tidak sedang aktif menjadi dosen. Kemudian, anak-anaknya pun sudah selesai sekolah.
"Saya memang sedang S3. Apakah ini bantuan karena masih terdaftar, saya tidak tahu," tuturnya ketika dikonfirmasi.
Ia sendiri mengaku tak tahu berapa gigabyte kuota yang didapat. Pasalnya, nomor tersebut sudah lama dinonaktifkan seluruh fitur GPRS/ 3G/ 4G-nya. Nomor hanya difungsikan untuk voice call dan sms saja.
"WhatsApp ini menggunakan akses internet provider lain. Tapi registrasi nomor TSel untuk memudahkan identifikasi kontak saya," paparnya.
Artinya, tidak ada verifikasi untuk memastikan apakah nomor tersebut aktif digunakan untuk penggunaan internet atau tidak dari instansi terkait.
"Kalaupun dapat, harusnya dicek dulu. Memerlukan nggak masih aktif nggak," keluh mantan anggota DPR RI tersebut.
Selain proses pendataan dan verifikasi, Alvin Lie juga mengkritisi soal penerima bantuan. Menurutnya, bantuan ini harusnya menyasar pada jenjang PAUD, pendidikan dasar, menengah, dan mahasiswa S1 saja. Mengingat, mahasiswa S2 dan S3 hampir semuanya telah bekerja. Sehingga dinilai mampu membeli kuota internet untuk proses pembelajaram jarak jauh(PJJ).
"Rasanya mahasiswa S3 gak perlu diberi batuan kuota internet, bantu untuk muda saja yang belum kerja," tegasnya.
Selain itu, lanjut dia, subsidi harusnya menyasar warga yang tidak mampu secara ekonomi. Kendati begitu, ia mengaku belum lapor Kemendikbud. Uneg-unegnya ini hanya diteruskan ke pihak Telkomsel supaya ada perbaikan. Dengan begitu, harapannya, anggaran benar-benar digunakan untuk yang membutuhkan dan berhak.
Dikonfirmasi terkait hal ini, Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud Evy Mulyani menyampaikan, bahwa data nomor ponsel didaftarkan oleh pihak universitas. Begitu pula untuk verifikasi dan validasi dilakukan berdasarkan perguruan tinggi dan sekolah basisnya masing-masing.
"Terkait masing-masing individu menjadi tanggung jawab lembaga tersebut, sebagaimana diatur dalam Persesjen Juknis," ungkapnya.
Dalam juknis tersebut disebutkan bahwa Pemimpin Satuan Pendidikan menerbitkan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM), yang menyatakan bahwa mereka bertanggung jawab atas kebenaran data nomor ponsel yang terinput ke sistem data pokok pendidikan dan sistem pangkalan data pendidikan tinggi.
Selain itu, Evy juga angkat bicara mengenai pengelompokan jenis kuota. Menurutnya, dengan adanya pembagian kuota menjadi kuota umum dan kuota belajar, serta kejelasan daftar laman dan aplikasi pembelajaran yang dapat diakses maka tidak perlu ada kekhawatiran kuota data disalahgunakan. Sebagai informasi, daftar laman dan aplikasi pembelajaran yang dapat diakses menggunakan kuota belajar juga memuat 19 aplikasi, 5 video conference, 22 website, dan 401 website kampus yang diyakini dapat memeuhi berbagai kebutuhan PJJ.
"Aplikasi dan video conference yang utama digunakan dalam PJJ juga ada dalam daftar tersebut," tegasnya.
Ia juga berpesan, bagi guru, siswa, dosen, dan mahasiswa yang belum mendaftrakan nomor pon-selnya diharapkan segera mendaftarkan. Aplikasi Dapodik dan aplikasi PD Dikti sebagai sumber data penerima bantuan kuota data internet tetap dibuka. Di mana nantinya, penyaluran bantuan kuota data internet mengikuti juknis yang telah ditetapkan. Sbagai informasi, pada hari pertama penyaluran bantuan kuota, sudah 9,6 juta pendidik dan peserta didik mendapat bantuan tersebut per kemarin.(mia/jpg)