INDIA (RIAUPOS.CO) — India tengah kewalahan menghadapi pandemi. Ia ibarat disapu tornado Covid-19 di berbagai penjuru negeri. Kenaikan kasus terjadi di mana-mana. Kamis (22/4) negara yang dipimpin Perdana Menteri Narendra Modi tersebut memecahkan rekor angka penularan harian secara global. Dalam 24 jam, ada tambahan 314.835 kasus. Selain itu, korban meninggal di hari yang sama mencapai 2.104 orang.
"Balaji…Balaji..!" Seorang perempuan di salah satu rumah sakit di India terus memanggil nama kakak lelakinya. Dia berharap kakaknya itu segera sadar. Apa daya, karena tak kunjung mendapatkan pertolongan medis, dia meninggal beberapa menit kemudian.
Dalam video yang diunggah BBC, tampak di dekat mendiang Balaji masih ada puluhan pasien lainnya yang mengantre untuk ditangani. Ada seorang anak yang memohon agar petugas melihat ibunya yang terbaring lemah, ada pula istri yang tak berdaya melihat suaminya tergeletak begitu saja.
Situasi tersebut menjadi pemandangan di berbagai rumah sakit di India. Mereka sudah kewalahan menerima pasien. Tiba di RS tidak berarti mendapatkan pelayanan. Sebab, tenaga medis jauh lebih sedikit dibandingkan gelombang pasien yang datang. Itu belum ditambah dengan suplai oksigen yang terus menipis. "Saat ini tidak ada tempat tidur, tidak ada oksigen," ujar ahli virus dan Direktur Trivedi School of Biosciences Ashoka University Shahid Jameel.
Sistem kesehatan di India nyaris kolaps. Di beberapa RS di New Delhi, oksigen bahkan tidak ada sama sekali. Berdasar pusat data pemerintah Delhi, lebih dari dua per tiga RS di ibu kota negara itu sudah tidak memiliki tempat tidur kosong.
Para dokter menyarankan pasien untuk menjalani perawatan di rumah. Pasien kini beralih ke media sosial untuk mencari bantuan obat, oksigen, dan berbagai keperluan lainnya. Sebagian yang memiliki uang pergi ke pasar gelap untuk membeli obat-obatan yang tidak tersedia di rumah sakit.
Mereka yang memakamkan dan mengkremasi korban Covid-19 juga bekerja bergantian tanpa henti selama 24 jam. Sebab, tiap hari ribuan nyawa melayang. Harga kayu untuk kremasi pun sudah naik berkali lipat.
Perdana Menteri Narendra Modi pun banjir kritikan. Mulai penanganan Covid-19 maupun suplai oksigen yang kritis. Terlebih, di tengah lonjakan kasus, pemimpin Bharatiya Janata Party (BJP) itu justru menggelar kampanye yang memantik kerumunan simpatisan.
Rabu (21/4) malam, Pengadilan Tinggi Delhi memerintahkan pemerintah federal untuk memastikan pasokan oksigen dari pabrik ke seluruh RS di India. Mereka bingung mengapa pemerintah tidak tanggap dengan situasi yang gawat saat ini. "Dalam beberapa hari terakhir telah terjadi perebutan oksigen yang gila-gilaan," ujar Kepala Menteri Delhi Arvind Kejriwal, Kamis (22/4).
Sejatinya, India dinilai berhasil mengendalikan angka penularan Covid-19 beberapa bulan lalu. Namun, penduduk yang tidak menjaga protokol kesehatan membuat situasi kembali memburuk. Festival Hindu beberapa waktu lalu dihadiri jutaan orang. Apalagi, muncul mutasi virus korona di India. Para pakar meyakini bahwa ada super spreader di antara orang-orang di festival Hindu tersebut. Pesta pernikahan besar-besaran juga kembali digelar.
Di Bengal Barat, kemarin malah digelar pemilu lokal. Di wilayah itulah Modi sebelumnya berkampanye. "Ini adalah festival demokrasi dan semua orang berpartisipasi. Anda bisa melihat antreannya,"ujar Krishna Kalyan, salah satu kandidat dari BJP, tanpa rasa bersalah.
Imbas dari ledakan kasus itu, beberapa negara mulai memberlakukan larangan perjalanan dari dan ke India. PM Australia Scott Morrison menyatakan bahwa jumlah penerbangan antardua negara akan dibatasi. Sementara itu, Inggris memilih memasukkan India ke daftar merah larangan terbang. Semua kedatangan penumpang dari India wajib dikarantina di hotel khusus.(sha/c13/bay/das)
Laporan : JPG (New Delhi)