JAKARTA(RIAUPOS.CO)– Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Ronny Sompie dan Menkumham Yasonna H Laoly berbeda pendapat mengenai keberadaan politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Harun Masiku. Hal ini menuai polemik di kalangan publik. Karena, saat ini Harun Masiku menjadi buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ketua Komisi III DPR, Herman Hery mendadak merinding saat ingin mengkomentari Yasonna Laoly. Hal itu dikarenakan dirinya dan Yasona berasal dari PDIP. “Siapapun boleh menuduh apa saja, saya dengar begitu sebetulnya merinding juga, karena pak menteri temen saya, separtai lagi,†ujar Herman di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (23/1).
Oleh sebab itu, Herman takut berkomentar. Karena ia tidak ingin salah berkomentar yang nantinya menjadi bahan perundungan alias bully. “Jadi kalau saya salah ngomong nanti, saya yang dibully,†katanya.
Namun demikian politikus PDIP ini mengatakan memang di Kemenkumham ada banyak kelemahan mulai dari SDM sampai sistem informasi atau teknologi. “Saya baca sepintas Dirjen Imigrasi mengatakan teknologi baru di install sehingga ada informasi yang salah, saya masuk akal betul bahwa kalau barang untuk mengakses, mengedit dan macam-macam bisa sekian hari,†ungkapnya.
Kendati demikian adanya anggapan Harun Masiku sengaja disembunyikan, Herman tidak bisa berkomentar banyak. Hal itu dia serahkan kepada masyarakat untuk menilainya. “Bahwa ada dugaan kesengajaan menyembunyikan dan lain-lain konflik of interest biarlah rakyat yang menilai,†ungkapnya.‎
Sebelumnya, Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Ronny Sompie mengatakan Harun Masiku telah berada di Indonesia sejak Selasa (7/1) lalu. Harun yang merupakan buronan lembaga itu melintas masuk ke Jakarta melalui Bandara Soekarno Hatta menggunakan pesawat Batik Air.
“Saya telah memerintahkan kepada Kepala Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Bandara Soeta dan Direktur Sistem Informasi dan Teknologi Keimigrasan Ditjen Imigrasi untuk melakukan pendalaman terhadap adanya delay time dalam pemrosesan data perlintasan di Terminal 2 F Bandara Soeta, ketika Harun Masiku melintas masuk,†kata Ronny Sompie.
Ronny menyampaikan, pihaknya akan segera memberikan penjelasan mengapa terjadi keterlambatan informasi terkait pulangnya Harun ke tanah air. Namun, dia memastikan pihaknya juga telah menindaklanjuti pencegahan keluar negeri atas dasar perintah pimpinan KPK.
Dalam kasus PAW ini, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka yakni Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina selaku mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu sekaligus orang kepercayaan Wahyu, Harun Masiku selaku caleg DPR RI fraksi PDIP dan Saeful.
KPK menduga Wahyu bersama Agustiani Tio Fridelina diduga menerima suap dari Harun dan Saeful. Suap dengan total Rp 900 juta itu diduga diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR RI menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.
Atas perbuatannya, Wahyu dan Agustiani Tio yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 Ayat (1) huruf a atau Pasal 12 Ayat (1) huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Harun dan Saeful yang ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap disangkakan dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Editor : Deslina
Sumber: Jawapos.com