Masyarakat Riau, hidup dalam kondisi yang waswas. Siklus musim yang biasa, seperti hujan dan kemarau, kerap menampilkan wajah seramnya. Inilah salah satu bukti kejahatan yang dilakukan manusia terhadap keseimbangan bumi.
(RIAUPOS.CO) — TIDAK lama lagi, Riau akan memasuki kemarau panjang. Rasa kekhawatiran kian membuncah, sebab bencana asap akan kembali memperlihatkan wajah keangkuhannya yang paling menakutkan. Tidak bisa disangkal lagi, kondisi memprihatinkan yang berulang-ulang itu, harus segera diatasi secara bersama-sama.
Meski gebrakan bertajuk, “Karang Pohon” kecil dan sederhana, orang-orang yang ikut serta dalam helat tersebut percaya, dampaknya akan besar bagi bumi dan kehidupan manusia akan datang. Hal ini diungkapkan Datuk Setia Sri Al azhar saat memulakan acara Karang Pohon atau Revolusi Ekologi, Sabtu (21/12).
Mengulas secuil tentang kata ‘Karang’ ini, Al azhar menjelaskan, kata itu dimaksudkan untuk dua makna. Pertama, karang yang ada di laut. Kedua, berarti mengarang. Karang Pohon di sini adalah akumulasi dari kedua makna itu. Artinya, pohon tak lagi mampu menolong dirinya karena kejahatan manusia begitu dahsyatnya. Merobohkan pohon-pohon sebagai komoditi yang menghancurkan keseimbangan bumi ini. “Mari kita mengarang pohon, membantunya untuk kembali hidup layak dan bisa tegar seperti karang di lautan,” ujarnya.
Cukup banyak pihak yang peduli dan terlibat dalam helat yang sudah dimulai sejak 21 November silam hingga hari ini. Helat ini bersempena pula dengan peringatan Hari Pohon Dunia. Hadir pula Duta Lingkungan Olivia Zalianty yang memberikan dukungan penuh atas gerakan Karang Pohon di Riau. Bahkan, artis sekaligus produser itu juga membacakan sajak penyair Riau, Kunni Masrohanti.
Berbagai pihak yang hadir antara lain, siswa-siswi sekolah dasar (SD) se-Pekanbaru, forum OSIS, seniman/budayawan, aktivis lingkungan, dan sebagainya.
Dalam kesempatan itu, Olivia memaparkan, dirinya bersama Generasi Lintas Budaya senantiasa memberi dukungan penuh atas upaya-upaya penyelamatan lingkungan di Riau. Apalagi, Riau memang senantiasa mengalami kondisi terburuk akibat kerusakan lingkungan.
“Kita harus bekerja sama untuk mengembalikan keasrian lingkungan untuk kehidupan yang lebih baik,” ungkapnya yang diamini Ketua Generasi Lintas Budaya Raja Asdi.
Menurut Olivia, Generasi Lintas Budaya Merawat Lingkungan Hidup Bumi Pertiwi, juga dilakukan bersama berbagai pihak lintas budaya seperti seniman dan budayawan Indonesia. Kegiatan itu sudah dideklarasikan sejak 27 September lalu dengan Badan Restorasi Gambut, serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Mereka sudah melakukan penanaman bibit di berbagai tempat seperti Payakumbuh 10.000 bibit dan di Malang.
“2100 Bumi akan dihuni 11 miliar manusia dan bumi akan semakin sempit. Bayangkan, saat itu manusia akan rebutan lahan yang tersedia. Bagaimana kehidupan manusia kelak jika kita tidak melakukan aksi-aksi penyelamatan sejak kini,” katanya panjang lebar.
Ketua Jikalahari Made Ali menambahkan, pihaknya telah melakukan kampanye Revolusi Ekologi. Mengapa harus dikampanyekan? Sebab Riau mengalami krisis lingkungan yang begitu dahsyat. Hal ini dilakukan oleh pemimpin-pemimpin yang zalim.
“Faktor utama dari kebakaran hutan disebabkan oleh korupsi hutan dan lahan. Kita minta mereka (pemimpin itu, red) berhenti segera. Sebab sebagai penguasa mereka pasti bisa melakukan penyelamatan itu,” ulasnya.
Hal senda juga diungkapkan Ketua Walhi Riau Rico Kurniawan. “Kita adalah saksi kehancuran alam Kita mengalami situasi waswas. Asap dan banjir tak bisa terbendung hingga saat ini. Mengapa bumi kita rapuh? Itu karena salah urus dalam mengelola alam,” ujarnya meyakinkan.
Selain baca sajak, tari Nabonsa oleh Syafmanefi Alamanda dan kawan-kawan, tampil pula Gedoi (Sahabat Walhi) menyanyikan lagu ciptaannya. Dan penampilan performance art bertajuk, “Syair Kera” oleh RiauBeraksi.
Helat itu ditutup dengan penanaman bibit pohon di sekitar wilayah Anjungan Kampar Kompleks Bandar Serai (Purna MTQ) Pekanbaru.***
Laporan FEDLI AZIS, Pekanbaru